Oleh : Ummu Syifa (Pemerhati Sosial dan Politik)
Beberapa waktu lalu, tepatnya 1 Muharram 1442 H, sebuah film dokumenter yang bertajuk Jejak Khilafah di Nusantara sukses membuat gempar jagat Maya. Film yang diprakarsai oleh Khilafah Channel dan Komunitas Literasi Islam ini berhasil diputar secara live streaming dan ditonton lebih dari 250 ribu pasang mata.
Film ini mengangkat jejak hubungan antara kesultanan yang ada di Nusantara dengan negara adidaya kekhilafahan Turki Utsmani jauh sebelum Indonesia Merdeka. Hubungan yang terjalin kuat karena aqidah Islam ini meninggalkan jejak yang sulit untuk dihapuskan walaupun para sejarawan penjajah berusaha keras mengubur jejak peradaban gemilang tersebut.
Tak ayal film yang cukup kontroversi dengan rezim saat ini pun diblokir. Yaitu oleh mereka yang sudah terlalu lama menikmati kesenangan dalam sistem saat ini dan enggan bahkan benci dengan syiar Islam. Mati satu tumbuh seribu.
Walaupun diblokir berulang kali namun atas pertolongan Allah SWT film ini berhasil ditonton sampai detik terakhir. Sejumlah jurus disiapkan oleh penyelenggara dengan sangat apik. Sehingga jejak khilafah di Nusantara terpampang jelas dengan bukti yg sangat akurat. Mulai dari Aceh hingga ke Timur Nusantara yakni Maluku dan Maluku Utara.
Bagi para penjilat rezim film ini bagaikan petir yang siap menyambar siapa saja yg berusaha menganulir sejarah Nusantara. Sehingga mereka beusaha membantah, mengkritik bahkan mempersekusi pihak-pihak yang tak sejalan dengan mereka. Hal ini membuktikan ketakutan luar biasa yang sudah mencapai ubun-ubun para penjilat. Bahwa lonceng kematian mereka tak lama lagi. Kesombongan mereka akan terkubur bersama dengan sisa-sisa kekuasaan yang hina Dina.
Namun bagi umat Islam, film ini menjadi api yang siap membakar semangat para pejuang khilafah. Bahwa sejarah gemilang tersebut atas izin Allah akan segera hadir di muka bumi ini dan menggilas peradaban kapitalisme yang sekarat saat ini.
Umat Islam semakin sadar bahwa sejarah mereka adalah penuh kemenangan karena berpegang pada pedoman yang benar yakni Al Qur’an dan as Sunnah. Umat semakin membuka mata bahwa selama ini peradaban kapitalisme sungguh menyengsarakan di semua sisi kehidupan mereka. Jurang kemiskinan semakin hari semakin menganga.
Bumi yang satu tapi seakan ada dua planet. Planet yang miskin, kumuh dan jauh dari kata layak bersebelahan langsung dengan planet yang diisi oleh para kapitalis yang menguasai sumber daya secara rakus. Kejahatan seksual, narkoba dan kriminal lainnya semakin hari semakin miris dipertontonkan di publik. Korupsi karena koorpotokrasi pun tak kalah semakin mengikis hati nurani.
Apalagi saat Pandemi saat ini. Kegagalan kapitalisme semakin nyata tak tertutupi. Menurut data dari Bappenas Angka pengangguran di Indonesia meningkat sebanyak 3,7 juta orang akibat Pandemi. Peristiwa nyawa melayang karena kelaparan pun dijumpai di negeri ini dan tak sedikit anak yang harus putus sekolah karena tak mampu membeli kuota untuk ikut pembelajaran daring.
Sejarah memanglah bukan sumber hukum. Bukan pula dasar benar dan tidaknya sebuah peradaban. Akan tetapi sejarah menjadi bukti bahwa Islam mampu menjadi Rahmat bagi seluruh alam, termasuk Nusantara. Dan sejarah kegemilangan Islam di Nusantara tak bisa dihapus, walaupun terkubur sejarah palsu buatan penjajah. Tak lama lagi sejarah itu akan terulang kembali dgn izin dan pertolongan Allah SWT. Wallahu a’lam bisshowab..