Oleh: Ummu Aziz
Bocor, bocor… Lagi-lagi anggaran negara bocor. Kali ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan penyaluran Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) alias BLT UMKM tidak tepat sasaran. Laporan BPK mencatat dana sejumlah Rp1,18 triliun telah diberikan pada 414.590 penerima bermasalah.
BPK juga mengungkapkan bahwa ada dana BPUM yang gagal disalurkan ke penerima dan belum dikembalikan ke kas negara sebesar Rp23,5 miliar. Sementara dana yang dobel debit pada penerima BPUM sebesar Rp43.200.000. Anehnya, dengan adanya kebocoran ini, laporan keuangan Kemenkop UKM ternyata meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Sungguh tak wajar.
Bocoran dana BLT UMKM ini telah mengalir ke mana-mana. Berdasarkan laporan BPK, berikut perinciannya:
1. Rp 101 miliar mengalir ke 42.487 orang dengan status sebagai ASN, TNI, Polri, pegawai BUMN, dan BUMD.
2. Rp 3,34 miliar yang diterima oleh 1.392 penerima yang mendapatkan dana BLT UMKM lebih dari sekali.
3. Rp 46,4 miliar dana diberikan pada 19.348 penerima yang tidak memiliki usaha mikro.
4. Rp 28,3 miliar mengalir pada 11.830 penerima yang juga sedang menerima kredit perbankan.
5. Rp 673,9 miliar dana diterima 280.815 penerima dengan NIK yang tidak padan.
6. Rp 49 miliar mengalir ke penerima dengan NIK anomali.
7. Rp 91,8 miliar diberikan pada 38.278 penerima yang sudah meninggal.
8. Rp 19.200.000 diberikan kepada delapan penerima yang sudah pindah ke luar negeri.
9. Rp 52.800.000 diberikan pada penerima yang tidak sesuai lampiran Surat Keputusan (SK) Penerima BPUM.
10. Rp 2.400.000 mengalami duplikasi penyaluran dana.
11. Rp 145,2 miliar atas 60.502 penerima telah diaktivasi meskipun berstatus diblokir (tirto.id, 25/6/2021).
Data Semerawut, Kebijakan Sengkarut
Bocornya dana BLT UMKM untuk penanganan dampak Covid-19 merupakan hal yang sangat merugikan negara. Dana tersebut diperoleh negara dengan cara yang tidak mudah, baik itu dari pajak yang dipungut dari rakyat maupun utang ke luar negeri. Namun ternyata, dana itu merembes ke mana-mana, persis perahu retak.
Persoalannya ada pada data yang semerawut. Tidak ada kesatuan data antar kementerian. Data pemerintah pusat dan daerah pun tidak sinkron. Akibat buruknya manajemen data ini, rakyat pelaku UMKM yang semestinya berhak mendapat bantuan menjadi kehilangan haknya.
Data yang semerawut ini berpotensi menjadi celah terjadinya tindakan korup. Misalnya adanya pelaku UMKM fiktif, pungutan liar saat mengurus Surat Keterangan Usaha (SKU), dan dana yang tidak digunakan untuk usaha. Padahal, setiap rupiah uang negara haruslah dipertanggungjawabkan secara benar. Karena menyangkut hak rakyat dan tugas negara sebagai pengurus rakyat.
Ketika ada rakyat yang tidak mendapatkan haknya, itu berarti penguasa telah bertindak zalim. Sementara ketika ada dana yang diberikan tidak sesuai dengan yang seharusnya, itu berarti penguasa tidak bersikap amanah. Sementara jika ada oknum yang sengaja membocorkan dana negara untuk kepentingan pribadi, maka dia telah berbuat khianat.
Kebocoran uang negara terjadi karena lemahnya fungsi riayah (pengurusan) dan pengawasan oleh negara. Penguasa yang me-riayah (mengurusi) rakyatnya akan memastikan setiap rakyat memperoleh haknya. Juga memastikan setiap sen uang negara disalurkan pada yang berhak.
Amanah Membawa Berkah
Rasulullah saw. telah memberi contoh tentang bagaimana seorang penguasa harus bersikap amanah terhadap harta yang menjadi hak rakyat.
Abu Sirwa’ah Uqbah bin Al-Harits ra. bertutur, ‘‘Saya salat Asar di belakang Nabi saw. di Madinah. Setelah salam, beliau segera bangkit, lalu melangkahi barisan para sahabat guna menuju ke salah seorang istrinya. Para sahabat pun terperangah atas ketergesa-gesaan beliau itu. Kemudian, Nabi kembali keluar menemui mereka, dan ketika melihat mereka terkejut atas ketergesa-gesaan itu, Nabi pun bersabda, ‘Aku ingat sepotong emas yang ada pada kami, dan aku tidak ingin menahannya, maka aku pun menyuruh agar membagi-bagikan emas itu.”
Para Khalifah juga mewujudkan fungsi riayah dalam kekuasaan mereka. Khalifah Ali bin Abi Thalib, misalnya, memberikan panduan kerja pada para pejabat, sehingga hak-hak rakyat bisa ditunaikan dengan baik. Panduan tersebut tampak pada surat beliau kepada Gubernur Mesir yang berbunyi:
“Takutlah kepada Allah tentang golongan lemah dalam masyarakat, yang tidak berdaya, miskin, membutuhkan, sengsara, tunawisma, lemah dan tidak punya uang. Anda bertanggung jawab kepada Allah, karena Dia mempercayakan mereka kepada Anda. Anda harus memberikan masing-masing haknya, dan pertimbangan bahwa beberapa orang berada di bawah pangkat dan martabat Anda seharusnya tidak menjadi alasan. Perhatikan baik-baik anak yatim yang tidak berdaya dan mereka yang berusia muda yang tidak akan pernah membiarkan diri mereka mengemis.” (Yamani, 2002)
Khilafah mendistribusikan harta negara pada yang berhak berdasarkan data kependudukan yang valid. Hal ini sudah dilakukan secara profesional sejak masa Umar bin Khaththab ra., karena sejak masa beliaulah pemasukan negara Khilafah jumlahnya amat besar.
Umar ra. mendistribusikan harta negara di Baitulmal berdasarkan prinsip keutamaan. Beliau membentuk Al-Diwan, yaitu daftar distribusi harta negara. Beliau memerintahkan komite nasab yang terdiri dari Aqil bin Abu Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan sensus penduduk demi pendistribusian keuangan negara yang adil.
Langkah Umar ra. tersebut merupakan sensus pertama dalam peradaban Islam untuk menyalurkan pendapatan negara. Berdasarkan sensus tersebut, pendapatan negara didistribusikan secara bertingkat, sesuai jasa seseorang dalam perjuangan dan perkembangan umat Islam. Sayyidah Aisyah, misalnya, berada di urutan teratas dan mendapatkan santunan sebesar 12.000 dirham per tahun.
Anak keturunan veteran Badar dan putra-putri kaum Muhajirin dan Anshar mendapatkan dana sebesar 2.000 dirham. Penduduk Makkah mendapatkan 800 dirham, penduduk Madinah 25 dinar, penduduk muslim di luar Makkah dan Madinah memperoleh sebesar 200-300 dirham. Anak-anak yang baru lahir masing-masing sebesar 100 dirham per tahunnya.
Tak hanya uang, rakyat juga memperoleh tunjangan tambahan berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap. Saat musim dingin, negara membagikan selimut tebal bagi rakyat.
Sistem distribusi Baitulmal berbasis data ala Umar bin Khaththab ini menjadi dasar bagi para Khalifah berikutnya dalam membagikan pendapatan negara. Peran negara yang bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan dan makanan bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam sejarah dunia
Ketika ada dugaan penyalahgunaan harta negara oleh pejabat, atau tidak dijalankannya fungsi riayah, Mahkamah Mazhalim akan membuktikannya dan memberi sanksi yang tegas pada pelaku.
Demikianlah sistem Khilafah mewujudkan kekuasaan yang amanah dan melaksanakan riayah sehingga terwujud rakyat yang sejahtera. Wallahu a’lam bishawab.