Sekulerisme Dianut, Dunia Anak Karut Marut
Oleh: Novitasari (Aktivis Muslimah)
“Anakku sayang, Anakku malang”. Mungkin itulah kata yang dapat mewakili keadaan anak-anak di negeri ini sekarang. Berbagai tindak kekerasan masih membayangi hidup mereka.
Sebagaimana dilansir dari media nasional.kompas.com (17/11/2024), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Choiri Fauzi, mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur.
Dia mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kejadian ini. Seperti di beritakan sebelumnya DCN (7) siswi kelas satu madrasah ibtidaiah (MI) dibunuh dan diperk*sa pada hari rabu (13/11/2024).
Pada kasus lain,
Anak lelaki di Jawa Barat rentan diincar predator seksual. Diketahui dalam kurung waktu Januari s/d November 2024, terjadi 485 kasus kekerasan terhadap anak laki-laki di Jawa Barat.
Berdasarkan data kementrian perlindungan perempuan dan anak (KemenPPPA) sebesar 35% atau 171 kasus di antaranya merupakan kekerasan seksual laki-laki. Ironisnya, hampir 50% kasus kekerasan terhadap anak,termasuk pelecehan terjadi disekitar lingkungan rumah tangga. Total ada 216 kasus di rumah tangga dengan jumlah korban 235 anak.
Mayoritas pelaku kekerasan yang merupakan kerabat terdekat mencapai 207 orang dan tetangga sebanyak 39 orang. Mayoritas pelaku adalah laki-laki yang mencapai 254 orang (docs.google.com,12/11/2024).
Kondisi Anak Makin Terancam
Akhir-akhir ini kejahatan yang di sertai dengan kekerasan di negeri ini makin sadis dan mengerikan. Bagaimana tidak, anak-anak kini menjadi korban kebiadaban manusia. Anak-anak yang seharusnya menjadi tonggak masa depan, malah dihancurkan kehormatannya. Tidak sedikit anak-anak meninggal akibat kekerasan seksual. Keluarga, masyarakat dan negara tidak dapat diharapkan menjadi benteng perlindungan bagi anak. Pasalnya tidak sedikit pelaku kekerasan malah berasal dari orang-orang terdekat.
Ini merupakan dampak dari penerapan sistem sekulerisme yang sudah merusak akal dan naluri manusia. Saat ini manusia bahkan lebih buas dan kejam daripada binatang. Maraknya predator anak menjadi bukti nyata bahwa sejatinya manusia sudah keluar dari fitrahnya.
Parahnya, negara juga seakan tidak peduli dengan urusan moral rakyatnya.
Pemerintah malah membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak merajalela. Sungguh, betapa memilukan nasib anak-anak di negeri ini.
Bebasnya tontonan-tontonan tidak senonoh yang dapat di akses melalui gadget menjadi salah satu faktor terbesar terjadinya penyimpangan/kekerasan seksual. Lebih mengerikan lagi, beberapa dari predator itu tidak menyadari bahwa perbuatannya adalah salah. Mereka mengklaim bahwa itu adalah bentuk ekspresi kasih sayang mereka terhadap anak-anak.
Kondisi ini juga terjadi karena lemahnya keimanan individu dan buruknya standar interaksi yang terjalin di antara masyarakat. Sekulerisme (akidah yang memisahkan agama dari kehidupan) yang dianut dan diterapkan di negeri ini sesungguhnya adalah pangkal dari kejahatan. Dari sinilah lahir sistem Demokrasi yang menjamin kebebasan. Salah satunya adalah kebebasan berperilaku pada masyarakat.
Peran negara sangat minim dalam melindungi anak di berbagai aspeknya. Baik dari segi pendidikan yang berasas sekuler, sehingga banyak penyimpangan yang terjadi. Maupun dalam segi sistem sanksi pidana yang tidak memberi efek jera pada pelaku kejahatan. Tidak heran jika kasus kekerasan terus menjulang tinggi. Mirisnya kasus serupa banyak terjadi pada anak-anak.
Lalu apakah solusi hakiki yang mampu memberantas permasalahan ini?
Mengingat pemerintah hanya bisa memberi solusi yang pragmatis. Maka, permasalahan ini sejatinya harus dituntaskan hingga ke akar-akarnya.
Cara Islam Menjaga Generasi
Islam telah menetapkan negara memiliki kewajiban menjaga generasi. Baik dalam kualitas hidup, lingkungan yang baik dan keselamatan generasi dari berbagai bahaya, di antaranya kekerasan dan ancaman keselamatan.
Dalam Islam, generasi muda merupakan pilar utama dan ujung tombak untuk tercapainya kebangkitan umat dibelahan dunia manapun.
Rasulullah saw bersabda,
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ. فَتَعَلَّمْنَا الإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ القُرْآنَ، ثُمَّ تَعَلَّمْنَا القُرْآنَ؛ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا
“Dahulu kala, kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sedang pada saat itu kami merupakan sosok pemuda-pemuda yang mendekati usia balig. Kami belajar iman sebelum mempelajari Al-Qur`an. Kemudian kami mempelajari Al-Qur`an, maka dengan begitu bertambahlah keimanan kami” (HR. Ibnu Majah no.52).
Dari hadist di atas kita bisa belajar bahwa seharusnya anak-anak itu didampingi, dijaga, dan diperhatikan.
Maka dari itu, Islam memiliki tiga pilar penting untuk merealisasikannya.
Pertama, ketaqwaan individu. Dalam Islam ketakwaan individu akan sangat diperhatikan. Pasalnya, umat akan senantiasa dibina agar mereka paham bahwa sejatinya setiap jiwa akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diperbuatnya dan segala sesuatu ada konsekuensinya. Maka, setiap individu akan diwajibkan mencari dan memperbanyak tsaqofah-tsaqofah Islam.
Kedua, peran keluarga. Keluarga adalah tempat pertama di mana anak akan belajar tentang banyak hal seperti nilai, norma, hak dan kewajiban. Nantinya orangtua akan berperan sebagai pendidik utama, yang berkewajiban untuk menuntun anaknya agar mengenal Rabb-nya.
Jika antara ayah, ibu dan anak sudah memiliki mafahim (pemahaman) yang baik mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai seorang hamba, maka nanti dengan sendirinya akan tercipta suatu lingkungan dengan masyarakat yang kondusif. Keluarga dan lingkungan akan menjadi tempat yang aman dan menjadi garda terdepan untuk melindungi anak-anak dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Ketiga, penegakan sistem sanksi pidana oleh negara. Negara dalam Islam nantinya akan menghentikan peredaran pornografi dan pornoaksi. Sanksi tegas akan di jatuhkan kepada pembuat, pelaku dan pengedar konten-konten pornografi. Negara akan memfilter apa saja yang boleh dan tidak boleh di akses ke dalam media. Selain itu negara akan mengambil tindakan serius terhadap pelaku kejahatan seksual hingga menimbulkan efek jera.
Semua itu akan dapat meminimalisasi tindak kejahatan, khususnya kejahatan seksual pada anak-anak.
Pada akhirnya,
Semua itu hanya bisa terwujud jika ada suatu institusi yang menjadi jembatan untuk setiap penerapan-penerapan sistem Islam secara keseluruhan. Yakni dalam naungan Daulah Islamiyah. Dengan diterapkannya sistem Islam secara keseluruhan, maka semua problematika dalam hidup akan terselesaikan.
Wallahu’alam bish-shawwab