Oleh : Rita Yusnita (Pengasuh Forum Bunda Sholehah)
Hanya karena masalah sepele seorang anak menyebabkan ibunya di penjara. Dilansir Detik.com pada Hari Sabtu (09/01/2021), Seorang ibu mendekam dalam sel tahanan Polsek Demak setelah dilaporkan sang anak. “Ditahan sejak kemarin di Polsek (Demak) kota, karena berkasnya sudah lengkap atau P21,” ujar kuasa hukum terlapor S (36), Haryanto saat dihubungi detikcom.
Haryanto menguraikan, S yang sehari-harinya berjualan pakaian di Pasar Bintoro ini dilaporkan anak pertamanya yang berinisial A (19). Ibu ini telah berpisah dengan anak dan suaminya karena perceraian dan sang anak ikut bapaknya tinggal di Jakarta. Sedangkan kedua anaknya yang masih kecil ikut tinggal bersamanya di Demak. Konflik pertama muncul ketika mantan suami mengambil anak balitanya tanpa sepengetahuan S pada tanggal 21 Agustus 2020. Mantan suami dan anak pertamanya datang setelah terlebih dahulu melapor pada petugas dan mendatangi rumah S dengan perangkat desa. Anak pertamanya masuk ke dalam rumah untuk mencari bajunya yang ternyata sudah tidak ada di lemari. Lalu si anak menanyakan kepada ibunya dan dengan jengkel si ibu berkata bahwa bajunya sudah dibuang dan menyuruh si anak minta kepada bapaknya untuk dibelikan lagi.
Haryanto mengungkap, si anak sempat mendorong ibunya hingga jatuh. Menurutnya, saat sang ibu akan kembali berdiri reflek menyentuh anaknya. “Itu kena kukunya, tapi ibunya juga tidak merasakan kalau kena kukunya, sampai divisum itu muncul dua cm dipelipis anak.” Lalu berbekal hasil visum tersebut si anak melaporkan sang ibu dengan dugaan penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga. Karena itu, ia dijerat dengan Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan KDRT subside Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
Kejadian hampir sama juga terjadi di NTB, hanya gara-gara sepeda motor seorang anak ingin penjarakan ibunya (Tribunnews.com, 29/6/2020). Namun laporan si anak ditolak langsung oleh Kasat Reskrim Polres Lombok tengah AKP Priyo Suhartono. Priyo meminta permasalahan ini untuk diselesaikan secara kekeluargaan. Penolakan itu pun viral di media sosial Facebook dan Youtube.
Berbagai krisis terjadi di masyarakat, mulai dari kesulitan ekonomi hingga angka perceraian yang tinggi. Terlepas dari semua itu, permasalahan sering dimulai dari ruang lingkup yang paling kecil yaitu keluarga. Peran orangtua sering dipertanyakan ketika anak mulai berulah. Puncaknya ketika keutuhan keluarga menjadi tercerai-berai. Rasa hormat kepada orang tua mulai luntur akibat tidak ada lagi harmonisme antara keduanya. Mirisnya, kenyataan ini sering terlihat di sekitar lingkungan kita. Sistem sekulerisme menjadikan nilai keluarga hanya disandarkan pada materi semata. Tidak ada lagi nilai-nilai Islam yang diterapkan disana. Bahkan tidak sedikit keluarga muslim yang terjebak pada kehidupan yang materialistik dan individualistik.
Dalam kedua kasus di atas, dapat kita cermati bahwa dalam sistem sekular hubungan antara ibu dan anak hanya berkisar soal untung dan rugi. Tak ada lagi rasa kasih sayang ataupun rasa hormat kepada orang tua. Bahkan, mereka lupa jasa orang tua atas tumbuh kembang mereka. Padahal, Islam mengajarkan bahwa surga ada di telapak kaki seorang ibu. Ridha Allah tergantung ridha orangtua. Dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: Seorang Arab Badui datang kepada Nabi Saw, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah dosa-dosa besar itu?” Beliau menjawab, “Isyrak (menyekutukan sesuatu) dengan Allah,” ia bertanya lagi, “kemudian apa ?” Beliau menjawab, “kemudian durhaka kepada orang tua,” ia bertanya lagi, “kemudian apa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sumpah yang menjerumuskan.” Aku bertanya, “Apa sumpah yang menjerumuskan itu?” Belia u Shallallahu’alaihi wa sallam menjawab, “Sumpah dusta yang menjadikan dia mengambil harta seorang muslim.” (HR al-Bukhari, no. 6255).
Islam mengajarkan seorang anak untuk berlaku sopan dan bertutur kata yang lembut kepada kedua orang tuanya. Adapun mereka yang berkata kasar, membentak, memukul, memasang muka masam depan orang tua, maka perlakuan-perlakuan tersebut termasuk perbuatan durhaka. Allah berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 23 yang artinya, “Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Islam sebagai rahmatan lil”alamin adalah solusi tepat setiap permasalahan yang menimpa manusia. Terkait hukum-hukum keluarga, Islam pun telah menetapkan seperangkat aturan yang begitu rinci dan sempurna. Dari masalah pernikahan, tugas dan kewajiban suami-istri, hukum waris, nasab, perwalian, talak, rujuk, dan hal lainnya. Semua aturan di atas sejalan dengan pandangan Islam yang menempatkan keluarga sebagai bagian penting dari masyarakat.
Dalam pandangan Islam, Keluarga adalah benteng pertahanan pertama terciptanya ketenangan dan ketenteraman hidup antar individu, dan berfungsi sebagai tempat paling ideal untuk mencetak generasi unggulan penerus peradaban yang tentunya generasi yang bertakwa, cerdas, dan siap melawan tantangan perubahan. Namun gambaran keluarga Islam ini hanya akan terwujud jika syariat Islam dilaksanakan secara sempurna sebagai aturan hidup manusia. Dimana seluruh aspek bermasyarakat dan bernegara diatur dengan syariat Islam. Penerapan Islam oleh negara mewujudkan tidak hanya kesejahteraan rakyat, namun juga ketentraman hidup setiap warganya. Setiap individu mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dalam keluarga, sehingga mampu melahirkan generasi berkualitas.
Wallahu’alam Bishowab.