Sekularisme, Akar Masalah Maraknya Fenomena Nikah Dini

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Sriyanti (Ibu Rumah Tangga)

Permasalahan pernikahan dini di Indonesia terus mengalami peningkatan. Revisi Undang-Undang Pernikahan mengenai penambahan batas usia nikah, yang diharapkan bisa menekan peningkatan pernikahan dini tidak berefek maksimal. Lalu sebenarnya apa yang menjadi akar permasalahan ini hingga tak kunjung terurai?

Sebagaimana dilansir dari JawaPos.com pada 26/07/2020, bahwa Pengadilan Agama Jepara Jawa Tengah, telah mencatat sebanyak 240 pemohon dispensasi nikah. Ketua panitera Pengadilan Agama Jepara Takiyaturobihah mengungkapkan, dari 240 pemohon dispensasi nikah 50 persen karena hamil duluan selebihnya karena faktor usia mereka yang belum genap 19 tahun sebagaimana aturan terbaru.

Menelaah fakta di atas, 50 persen dari permohonan dispensasi nikah disebabkan oleh kecelakaan (hamil terlebih dahulu) adalah angka cukup banyak. Setidaknya ada permasalahan di balik semua ini, hingga fenomena ini menjadi demikian bertambah. Hal ini tidak terjadi di Jepara saja tetapi di seluruh daerah negeri ini termasuk Jawa Barat.

Meningkatnya angka pernikahan dini di Indonesia terlebih di saat pandemi. Salah satu penyebabnya ditengarai akibat masalah ekonomi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sulistiowati, Dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Kehilangan mata pencaharian berdampak pada sulitnya kondisi ekonomi keluarga. Sehingga tak sedikit di antara orangtua yang menikahkan anaknya di usia belia. Mereka menganggap hal tersebut dapat meringankan beban keluarga. (Kompas.com 03/07/2020)

Ditambah dengan abainya orangtua terhadap pendidikan anaknya, yang disebabkan oleh minimnya pengetahuan terkait mendidik anak serta kesibukan orangtua dalam mencari nafkah. Anak tidak terkontrol sehingga terjerumus pada pergaulan bebas. Kebanyakan orangtua hanya mempercayakan pendidikan anaknya pada lembaga pendidikan saja. Padahal sebagaimana kita ketahui karut marutnya dunia pendidikan negeri ini, menjadi penyebab krisis yang sangat memprihatinkan. Tak sedikit kejadian-kejadian memilukan terjadi di dalamnya seperti, kekerasan yang dilakukan guru terhadap muridnya. Begitu juga sebaliknya, pelecehan seksual, pembunuhan serta kejadian-kejadian lainnya. Mewarnai suramnya dunia pendidikan saat ini. Kurikulum di dalamnya pun jauh dari tujuan pendidikan sesungguhnya, yaitu membentuk kepribadian anak agar menjadi anak yang saleh dan salehah.

Diperparah dengan kondisi lingkungan yang sekuler dimana agama dipisahkan dari kehidupan. Sehingga masyarakat semakin dijauhkan dari ajaran dan pemahaman Islam. Halal haram tidak lagi dijadikan standar dalam perbuatan. Pergaulan pun semakin bebas khususnya di kalangan remaja, hingga mereka mudah terjerumus pada perbuatan amoral seperti seks bebas dan kemaksiatan lainnya. Serta tumbuhnya perilaku hedonis pada diri remaja.

Kebijakan pemerintah melalui revisi UU Perkawinan dengan merubah batas usia pernikahan, tidak bisa menjadi solusi menekan maraknya pernikahan dini. Hal ini justru menjadi pemicu munculnya persoalan baru. Angka kehamilan di luar pernikahan justru semakin bertambah, kerena dianggap sebagai jalan untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah.

Semua persoalan di atas, merupakan serangkaian masalah yang saling berkaitan yang menyebabkan kerusakan. Sebagai buah dari diterapkannya sistem sekuler kapitalis yang dianut negeri ini. Maka solusi yang disodorkan sistem ini, tidak akan mampu menyelesaikan setiap permasalahan termasuk masalah pernikahan dini ini. Bahkan cenderung menimbulkan masalah baru yang justru menambah rumit.

Itulah kelemahan dan kecacatan sistem yang merupakan hasil dari buah pikir manusia yang lemah dan terbatas. Namun sayang, tidak semua orang menyadari hal ini.

Oleh karena itu dibutuhkan solusi yang tepat untuk mengurai permasalahan ini. Islam sendiri tidak melarang adanya pernikahan dini, namun saat sistem Islam tegak terjadinya hal tersebut telah dipersiapkan secara matang dari berbagai sisi. Karena saat itu negara berperan sebagaimana mestinya dalam meri’ayah umat, hingga menikah di usia dini tidak menimbulkan masalah. Maka dari itu yang dibutuhkan saat ini bukanlah berbagai Undang-Undang tetapi penerapan syariat Islam secara menyeluruh. Islam memiliki seperangkat aturan yang komprehensif dalam mengatur setiap aspek kehidupan.

Sistem ekonomi Islam yang mampu menjamin kebutuhan dasar rakyat, berupa kebutuhan individu dan kolektif. Hal ini menjadikan rakyat hidup tenteram dan terhindar dari kesulitan. Sehingga tidak ada anggapan anak sebagai beban dan tidak berpikir pintas untuk menikahkan anaknya sebagai solusi kesulitan ekonomi.

Dalam sistem pendidikan Islam, kurikulum yang digunakan berbasis akidah. Hal ini bertujuan untuk membentuk pola pikir dan pola sikap, yang sesuai dengan syariat Islam. Materi pelajarannya pun terintegrasi dengan akidah Islam, hingga menghasilkan anak-anak yang faham terhadap ajaran Islam. Serta terdepan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam aspek hukum, Islam memiliki sistem sanksi tegas yang memiliki efek jera. Sehingga bisa mencegah terjadinya kemaksiatan serta berfungsi sebagai penebus dosa pelakunya di akhirat kelak. Tak hanya itu Islam pun memiliki sistem pergaulan yang menjaga kehormatan umat.

Semua itu akan terlaksana dengan sempurna ketika dijalankan oleh negara. Negara dalam bingkai khilafah yang mengikuti metode kenabian.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *