Oleh : Dewi Fitratul Hasanah (Pemerhati Sosial dan Pendidik Generasi)
Hampir setahun sudah rakyat menjalani hidup dalam ketakutan dan kepayahan akibat pandemi. Dampak Pandemi telah sedemikian rata mengusik semua aspek tak terkecuali aspek pendidikan. Para murid dan Orangtua pun jengah dengan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Semakin hari PJJ dirasakan semakin tidak kondusif saja. Desakan agar sekolah kembali dibuka pun kian bergenderang untuk direalisasikan Januari 2021 mendatang.
Dilansir dari CNNIndonesia.com (22/11/2020), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberikan kebijakan untuk membuka sekolah tatap muka di seluruh wilayah Indonesia pada semester dua tahun ajaran 2020/2021.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda pun menyatakan kepada Liputan6.TV, (20/11/2020) Bahwa Komisi X DPR RI mendukung rencana pembelajaran tatap muka disekolah, dengan syarat harus menjalankan protokol kesehatan.
Dukungan tersebut dengan sadar diberikan mengingat begitu banyaknya keluhan persoalan daring yang tak kunjung terselesaikan. Mulai dari guru dan Orangtua yang masih gaptek, ketidakmampuan membeli smartphone dan kuota, ketidaksedian jaringan di beberapa daerah, beratnya tuntutan kurikulum yang cenderung memberikan tugas/soal dan siswa yang kewalahan dengan seabrek tugas tersebut. Bahkan karena depresi, aksi bunuh diri oleh siswa pun terjadi.
Beberapa waktu lalu, menteri pendidikan Nadiem Makarim sebenarnya telah memberikan kebijakan pembelajaran tatap muka bagi sekolah-sekolah yang berada di daerah zona hijau dan kuning. Sayang, kebijakan tersebut tak berhasil membuat proses pembelajaran kembali lancar. Sebaliknya, memunculkan klaster covid-19 baru meski sudah diminta untuk dijalankan sesuai protokol kesehatan.
Hingga hari ini kasus Covid-19 belumlah usai, tapi semakin meningkat. Rata-rata yang terkonfirmasi per hari bisa mencapai 4.000-an lebih.
Mengingat sejak awal, kebijakan penanganan covid-19 ini sangat minim ketegasan, sering berubah-ubah, bersifat ambigu dan tumpang tindih. Kontroversi kebolehan Pulang kampung vs mudik dan Masjid vs Mall pada waktu itu misalnya, memang telah memicu rakyat menjadi abai dalam menjalankan protokol kesehatan.
Dengan angka covid-19 yang masih tinggi dan juga abainya rakyat dalam menjalankan protokol kesehatan, pembukaan sekolah dengan tatap muka bukanlah solusi yang tepat.
Disisi lain, ada perasaaan lega dan kerinduan ketika sekolah kembali dibuka. Namun disisi lain, ada rasa was-was yang masih menghantui akam ancaman covid-19.
Lebih-lebih bagi orang tua yang anaknya sekolah setingkat PAUD, TK, dan SD. Usia mereka belum memahami bagaimana menjaga jarak, dan mengenakan masker dengan benar. Sebab, masih suka bermain-main dan belum bisa disiplin. Sehingga protokol kesehatan rentan mereka langgar.
Memang, bagaimanapun juga PJJ hanyalah solusi sementara saat pandemi. Idealisasinya proses pembelajaran tentulah disekolah dengan tatap muka. Namun, kondisi Covid-19 yang belum sirna membuat rakyat merasa tak aman dan dilema.
Kunci dari pendidikan/pembelajaran normal adalah dengan kondisi yang terbebas dari pandemi Covid-19. Sebelum gegabah membuka sekolah, pemerintah seharusnya memprioritaskan dengan penanganan pandemi Covid-19 dengan cepat dan tepat.
Sebagaimana dalam sistem Islam. Islam sebagai sistem kehidupan paripurna yang telah terbukti mampu memberikan jawaban atas segala problematika kehidupan. Termasuk ketika menghadapi wabah.
Sejak pertama kali mendengar adanya wabah, sistem Islam langsung melakukan karantina dan isolasi, melakukan tes masal, memisahkan antara yang sehat dan yang sakit.
Islam juga akan mengerahkan para pakar untuk segera melakukan penelitian dan menemukan obatnya. Semua itu sepenuhnya difasilitasi dan dibiayai oleh negara. Baitul mall adalah badan keuangan yang dimiliki negara untuk memenuhi segala kebutuhan.
Dengan demikian wabah terbukti segera terhenti menyebar dan tidak berlarut-larut menyerang sendi kehidupan.
Selain itu kurikulum pendidikan dalam sistem Islam juga mumpuni. Sebab, Pendidikan dalam Islam bertumpu pada tiga tujuan pokok yaitu membangun kepribadian Islam yang meliputi aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) yang Islami, membekali dengan pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkan peserta didik untuk memasuki jenjang yang lebih tinggi dengan mempelajari ilmu-ilmu dasar yang diperlukan.
Sedangkan saat ini, pendidikan bertumpu lebih berat pada sekolah dan murid didik hanya dipersiapkan untuk lulus dan kerja. sehingga ketika pandemi, berlaku pembelajaran jarak jauh, semua menjadi gamang dan susah.
Sejatinya aspek pendidikan yang kondusif dan aspek kesehatan yang membuat rakyat merasa aman adalah hak rakyat yang dijamin oleh negara. Namun, hal ini tidak akan didapat dari negara yang menganut asas kapitalisme sekular.
Maka, hanya dengan Islamlah setiap aspek paripurna diatur dan terintegrasi dengan aspek lainnya. Sekolah akan di buka dengan segera dengan keadaaan wabah yang sudah sirna. Sehingga tak ada rakyat yang berada diposisi dilema ketika sekolah kembali di buka.
Wallahu a’lam bishshawaab.