Sejarah Keruntuhan Khilafah, Sekedar Dikenang Atau DiTegakkan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Hafsah Ummu Lani (Pemerhati Sosial dan Member AMK)

Khilafah Islamiyah, sejak keruntuhannya pada tahun 1924 di bulan rajab, menandai babak akhir pemerintahan Islam. Tragedi ini menyisakan kisah pilu bagi umat Islam. Bak anak ayam yang kehilangan induk, tidak punya perisai dan pelindung. Melalui tangan seorang penghianat yaitu Mustafa Kemal Attaturk, para penjajah berhasil menggulingkan pemerintahan islam yang dipimpin oleh Sultan Hamid ll.

Konspirasi penggulingan dirancang sedemikian rupa. Kolaborasi antara kaum kapitalis dan komunis yakni, Inggris dan Rusia. Keberhasilan ini membuat tubuh Daulah tercabik-cabik dan menjadi santapan penjajah lalu menguasai negeri kaum muslim. Kisah tragis ini masih menyisakan sejarah sampai hari ini.

Sudah 99 tahun kaum muslim tidak punya pegangan, sekian lama itu pula umat mengalami penderitaan. Lihatlah yang terjadi kini, umat islam menjadi korban di negeri minoritas dan menjadi terdakwa di negeri mayoritas. Konflik banyak terjadi dimana kaum muslim bermukim, mulai dari Palestina, Suriah, Irak yang mayoritas sampai ke negeri minoritas yakni, Rohingya di Myanmar, Uyghur di China, terbaru muslim di India mengalami penindasan serupa.

Apakah kaum kafir puas sampai sejauh ini? Rencana jahat mereka masih banyak rentetannya. Melalui tangan-tangan kaum muslim, mereka masuk kedalam pemerintahan dan mengatur Undang-undang. Kemudian dengan leluasa mengontrol sumber daya alam suatu negeri hingga mereka bisa menguasainya.

Program lain yang menjadi target selanjutnya adalah perempuan. Mulai dari kesetaraan gender hingga pemberdayaan perempuan di sektor publik. Secara halus, perempuan di dorong untuk aktif dalam kancah politik, ekonomi maupun sosial. Apa yang terjadi ketika perempuan lebih banyak mengambil peran ini? Dipastikan fungsi laki-laki sebagai pencari nafkah akan dikesampingkan, kemudian peran antara laki-laki dan perempuan akan tertukar. Inilah gejala awal kerusakan dalam rumah tangga.

Masih banyak derita yang dialami oleh umat akibat tiadanya pelindung. Berharap keamanan dan kesejahteraan pada sistem saat ini, ibarat bergantung pada akar yang lapuk. Maka kita butuh sebuah pelindung yang berfungsi sebagai pengayom untuk menjamin kesejahteraan umat, yakni Khilafah.

Dalam diskusi Panel Harapan Baru Dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta, Sabtu (25/1/2020), Mahfud MD menjelaskan agama melarang untuk mendirikan negara seperti yang didirikan nabi.
Menurutnya, negara yang didirikan nabi merupakan teokrasi, di mana Nabi memiliki hak melaksanakan tiga kekuasaan sekaligus yaitu legislatif, yudikatif, dan eksekutif karena dibimbing langsung oleh Allah Swt. Sementara umat Islam tidak mungkin lagi ada yang menyamainya.

Oleh karenanya, Mahfud menawarkan konsep negara islami, bukan negara Islam. Yakni negara yang penduduknya taat hukum, sportif, tepat waktu, antikorupsi, dan sifat-sifat lainnya yang diajarkan ajaran Islam.
( Muslimah News. Com 25/01/2020)

Pada hakekatnya, Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh masyarakat. Perlu digaris bawahi, kepemimpinan umum artinya bukan untuk satu agama, atau satu golongan, suku maupun ras saja. Artinya berlaku bagi seluruh umat. Kenapa harus Khilafah? karena untuk menerapkan hukum Allah Swt dan Rasul Saw di muka bumi, tidak bisa memakai konsep selain Khilafah. Maka untuk pelaksanaan syariah dibutuhkan kekhilafahan.

Dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman yang artinya:
“Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al Maidah[5] ayat 49)

Dalam sejarahnya, banyak yang pesimis dengan penerapan Khilafah ala Bani Umayyah sampai pada Bani Ustmaniyah. Pada masanya, para penulis sejarah hanya mengangkat kisah yang buruk tanpa menguak sejarah kegemilangan Khilafah. Sehingga umat antipati jika menyinggung soal kepemimpinan tersebut. Sejarah kelam yang dialami oleh beberapa kholifah menjadi presenden buruk akibat sejarah yang ditulis oleh para pembenci Islam sebagai rangkaian dari upaya pelemahan akan kebangkitan Islam saat itu.

Dalam Hadist riwayat Ahmad, Rasulullah Saw mengabarkan fase kepemimpinan yakni, masa kenabian, masa khulafaur rasyidin, masa yang menggigit atau kepemimpinan yang turun temurun. Pada ketiga fase ini masih memakai aturan Islam, walau masa diakhir-akhir kepemimpinan sudah banyak menyalahi aturan Islam. Maka sejarah keruntuhannya akan selalu dikenang terutama pada bulan rajab, karena masa itu juga menandai akhir dari pemerintahan yang menerapkan aturan Islam.

Kemudian masa diktator yang dimulai sejak keruntuhan Khilafah hingga berlangsung sampai hari ini. Fase inilah yang banyak dikabarkan dalam Al Qur’an dan Hadist. Masa penuh fitnah, yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan. Umat akan dipimpin oleh orang yang tidak paham arti seorang pemimpin. Kediktatoran merajalela akibat memakai aturan manusia. Hukum dibuat berdasarkan akal dan nafsu, dengan dalih kemaslahatan. Walau dalam penerapannya sang pembuat hukumlah yang sering kali melanggar. Bahkan kebijakan bisa berubah tergantung siapa yang memegang tampuk kekuasaan. Mulai dari aturan ekonomi berbasis riba, pendidikan yang sekuler, pengelolaan sumber daya alam ala kapitalis, sistem pergaulan yang liberal yang digunakan, tidak mampu mengatasi permasalahan yang sebenarnya. Karena kesalahan utama yang sesungguhnya adalah tidak memakai aturan Allah dalam mengurus umat.
Kerusakan muncul akibat sekularisasi, yakni pemisahan urusan ibadah dan urusan hidup.

Namun kita masih bisa berharap pada fase selanjutnya, kata Rasul Saw diakhir bisyaroh bahwa akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Artinya, masa kekhilafahan akan kembali tapi yang merujuk pada sistem pemerintahan ala Rasul Saw, baik secara pemikiran maupun pelaksanaannya. Namun hal ini masih menjadi PR buat kita, karena umat selama ini hanya memahami bahwa Rasul Saw hanya dianggap pemimpin ibadah, belum dicontoh dalam hal pengurusan hidup umat.

Pada masa Khulafaur Rasyidin misalnya, dari masa Abu Bakar ra hingga pada masa Ali bin Abi Tholib ra, semua mencontoh cara Rasul menerapkan hukum Allah Swt. Sistem hukum yang diberlakukan bagi pelanggaran syariat adalah uqubat, hudud, qishos, ta’zir, mukhallafat, juga ada sistem persanksian sesuai dengan yang ada pada Al Qur’an dan Hadist. Sehingga dipastikan hukum tersebut tidak akan berpihak dan adil, bukan berdasar pertimbangan maslahat dan mudharat atau untung rugi. Maka konsep Khilafah adalah keniscayaan saat ini, dimana konsep yang selainnya belum berhasil mensejahterahkan umat, lahir maupun batin.

Wallahu a’lam bisshowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *