Seharusnya, Derita Uyghur Derita Kita

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Dinar Khair (Aktivis Muslimah dari Jakarta Utara)

Di China, sarang komunis berada. Perkampungan muslim Uyghur disiksa. Seperti binatang, ditahan dan diperlakukan semena-mena tanpa ada kesalahan yang nyata.

Alasan satu-satunya yang ada hanyalah karena mereka berasal dari Uyghur, dan beragama islam. Ya, hanya itu saja. Hati mana yang tidak perih. Ketika tiada alasan yang pasti, bahkan hanya karena agama yang dipilih sendiri, mendapati siksa yang tak terperih.

Dipisahkan dari anak-anak, si ibu diperkosa beramai-ramai, anak-anak kecil itu diambil organ-organ pentingnya untuk diperjual-belikan. Gila memang. Sadis luar biasa.

Penyiksaan dilakukan bahkan bertujuan tidak untuk menghilangkan nyawa. Namun membiarkan mereka larut dalam rasa sakit, bahagia mendengar setiap jeritan yang melengking menggema ke seluruh penjuru ruangan.

Sementara ketika digugat, Pemerintah China menggunakan retorika melawan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme untuk membenarkan tindakan pembantaian terhadap muslim Uyghur. Seolah benar, bahwa siapapun yang beragama islam adalah bibit dari segala teror, juga akar dari pemikiran radikal. Padahal jelas, siapa di sini penebar teror yang sesungguhnya.

Masjid-masjid dibakar, kitab suci pun dilenyapkan. Kini tiada lagi adzan berkumandang. Anak-anak kecil Uyghur dikirim ke penampungan. Dipisahkan dari keluarga, dicuci otaknya dan dipantau sedemikian rupa. Betapa mengerikannya.

Lucunya, negeri muslim terbesar di dunia ini malah bungkam. Penguasanya hanya diam. Tidak berani bersuara satu kalimatpun untuk membela. Karena apa? Karena pada faktanya, China telah berkuasa di Indonesia.

Lagu lama radikalisme yang berkumandang seolah membenarkan tindakan tidak manusiawi yang dilakukan. Masalah internal negara, katanya. Padahal darah mereka adalah darah kita. Sesama muslim itu bersaudara.

Seperti yang Allah firmankan dalam al-Qur’ân,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. [Ali Imrân/3:103]

Juga termaktub dalam hadits,

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya. Tidak boleh mendhaliminya dan tidak boleh pula menyerahkan kepada orang yang hendak menyakitinya. Barangsiapa yang memperhatikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan kesulitan seorang muslim, niscaya Allah akan melapangkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi kesalahan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi kesalahannya kelak di hari kiamat”
HR. Bukhari no. 2442, Muslim no. 2580, Ahmad no. 5646, Abu Dawud no. 4893, at-Tirmidzi no. 1426 ; dari Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma.

Begitulah agungnya islam menggambarkan persaudaraan diantara kaum muslimin. Saat yang lain merasa sakit, maka saudaranya akan ikut merasakan sakitnya. Tidak peduli di mana letak negaranya. Tidak peduli berbeda benua atau terpisah sekat negara. Saudara tetaplah saudara.

Maka Maha Benar Allah yang menjadikan kaum muslimin bukan hanya satu tubuh secara filosofis semata. Namun juga secara harfiah, seharusnya kita berada dalam satu tubuh yang sama. Dilindungi oleh syari’at islam yang mulia, yang bukan hanya menentramkan muslim saja, namun juga manusia-manusia yang memiliki kepercayaan yang berbeda.
Seperti dalam firmanNya,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

Maka berisiklah, bersikaplah untuk saudara kita di sana. Bila tidak bisa jadi penguasa yang dapat menurunkan kebijakan yang dapat menghentikan, maka gerakkanlah pena. Lakukan yang kita bisa, untuk saudara kita di sana.

Footnote :
Read more https://almanhaj.or.id/3434-pentingnya-ukhuwwah.html
http://www.salamdakwah.com/hadist/388-sesama-muslim-bersaudara

Islam Agama Rahmatan Lil ‘Alamin

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *