Save Our Generation

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Sherly Agustina, M.Ag

Indonesia dengan beragam budaya, beragam pula masalah. Salah satunya persoalan pergaulan tentang pernikahan saudara sekandung di Sulawesi Selatan. Kini novel best seller karya Faradita yang mengisahkan cinta terlarang antara kakak dan adik kandung diangkat menjadi sebuah film.

Apa pesan yang ingin disampaikan dalam film ini? Dilansir oleh viva.com, kontroversi film SIN, Salahkah Pacaran Sama Kakak Sendiri?

Headline news di salah satu media sosial ini menggemparkan jagad dunia maya dan dunia nyata. Film SIN seolah mengamini perilaku menyimpang pada kasus pasangan kakak dan adik kandung di Sulawesi Selatan yang sempat menghebohkan beberapa bulan yang lalu.

Munculnya fenomena incest, hubungan sexual sedarah adalah sebuah akibat minimnya pengetahuan masyarakat akan dampak yang terjadi. Dari sudut pandang dan kultur ketimuran hal tersebut sangat tabu, apalagi dari kaca mata agama.

Namun gencar dan bertubinya serangan budaya barat di negeri ini, incest dan perilaku sexual menyimpang lainnya seolah menjadi tren sehingga asyarakat melakukannya tanpa rasa malu dan tabu. Atas nama HAM dan kebebasan inilah penyakit sosial merebak di tengah masyarakat dan merusak tatanan kehidupan sosial.

Islam sangat menjaga nasab setiap manusia dengan melarang adanya incest, pernikahan sedarah sebagai bentuk penjagaan Islam terhadap fitrah manusia melestarikan generasi.

Allah Swt telah berfirman:

“Diharamkan atas kalian (mengawini) ibu-ibu kalian; anak-anak kalian yang perempuan; saudara-saudara kalian yang perempuan; saudara-saudara bapak kalian yang perempuan; saudara-saudara ibu kalian yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(TQS. An-Nisa: 23)

Tanpa kita sadari bahwa penyakit sosial semacam ini muncul akibat sebuah sistem yang mendukung dan berlaku di masyarakat, yaitu demokrasi yang di dalamnya mengusung 4 jargon kebebasan dalam berperilaku, beragama, kepemilikan dan berpendapat.

Kebebasan berperilaku yang diusung dalan sistem demokrasi tersebut tanpa sadar telah mendorong manusia bebas melakukan apapun, berbuat sesuka hati, tanpa aturan, tanpa peduli dampak yang akan ditimbulkan baik terhadap diri secara personal dan individu maupun lingkungan sekitar bahkan negara dalam konteks yang lebih luas.

Kebebasan ini menjadi dalih bagi para pendukung demokrasi untuk melanggengkan kepentingannya. Inilah cara-cara kafir menghancurkan masyarakat Islam melalui tsaqofah (Budaya,red) asing atas nama kebebasan.

Apalagi sistem demokrasi menginduk kepada sistem kapitalisme yang hanya mencari manfaat dan keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat kerusakan yang ditimbulkan. Termasuk film SIN, merusak generasi muda melalui hiburan dan yang pasti ada keuntungan materi yang ingin diraupnya.

Inilah wajah buruk demokrasi yang sengaja dipaksakan ke dalam negeri-negeri Muslim di dunia yang sangat destruktif terhadap tatanan hidup manusia secara global.

Maka sangat wajarlah manusia yang berpikir bijak di dunia ini, apa lagi umat islam, menolak secara tegas sistem yang melahirkan budaya dan cara hidup masyarakat – yang secara tidak sadar mengancam kelangsungan generasi manusia ke depan.

Oleh karena itu, manusia harus menyadari fenomena sosial yang pernah terjadi di masa kegelapan sebelum datangnya cahaya islam ini dan berusaha sekuat tenaga untuk mengingatkan segenap manusia sekaligus memperjuangkan nilai-nilai samawi yang telah disampaikan melalui para RasulNya sebagai  rahmatan lil alamin bagi seluruh umat manusia di permukaan bumi ini. Dengan demikian, selamatlah generasi manusia dan alam semesta.

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS: Al anbiya: 107).

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al A’raf: 96). Allahu A’lam bishawwab.[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *