Saran Para Ahli atau Kapitalis?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Sri Wahyu Indawati, M.Pd (Inspirator Smart Parents)

Metode PCR belakangan mengemuka di tengah rapid test pemeriksaan virus corona. PCR merupakan kependekan dari Polymerase Chain Reaction. Para ahli dan dokter menyarankan pemerintah mendeteksi virus penyebab Covid-19 menggunakan rapid moleculer test berbasis PCR, ketimbang metode serologi. (CNN Indonesia, 31/03/2020)

Para pakar menilai, PCR lebih akurat dibanding metode serologi yang kini digunakan dalam rapid test massal virus corona. Andrew Preston dari Bath University mengatakan PCR sangat efektif mendeteksi virus. Namun keampuhannya tergantung dari seberapa baik petugas kesehatan mengambil sampel dari pasien. Perhimpunan Dokter Spesialis Pau Indonesia (PDPI), Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan, Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (AIMI) sebelumnya secara terpisah mengutarakan usulan agar pemerintah menggunakan metode PCR.

Rapid moleculer test berbasis PCR dinilai lebih akurat lantaran bisa mendeteksi virus bahkan pada orang dengan gejala ringan atau tanpa gejala. Kepastian dan keakuratan hasil tes ini akan menentukan penanganan terhadap pasien. Kian cepat kasus positif terdeteksi maka semakin besar pula kemungkinan pasien untuk sembuh. Dengan begitu tingkat kematian atau tingkat fatalitas pun dapat ditekan.

***

Mengamati hal tersebut, terkait alat tes yang digunakan untuk mengetahui seseorang terinfeksi virus corona atau tidak. Tentu kita sebagai manusia yang berakal akan meminta pendapat para ahli bidang untuk menangani kasus corona. Rasululah SAW bersabda :

إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ( البخاري)

“Apabila perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat.” (HR Al-Bukhari dari Abi Hurairah)

Nah, fatal akibatnya kalau kasus corona diserahkan pada pengusaha (kapitalis). Pertimbangannya untung rugi. Bisa jadi demi untung besar, malah dapat barang KW.

Mari saya contohkan antara barang kualitas tinggi dan kualitas rendah. Saya punya sepatu kesayangan, setiap hari dipakai untuk segala aktifitas di luar rumah, harganya lumayan mahal (tidak bermaksud riya’), bisa dicuci pakai mesin cuci, nggak bikin kaki pegel karena telapaknya empuk/lembut. Setelah 5 tahun baru mengalami kerusakan itupun bagian atasnya, sementara tapaknya masih tebal. Tentu, harga menentukan kualitas, dalam 5 tahun saya tidak disibukkan dengan terus menerus harus membeli sepatu.

Saya juga pernah membeli sepatu yang harganya Rp50 ribu. Dengan aktifitas saya yang tinggi di luar, dalam waktu 1 bulan sepatu itu pun sudah mengalami banyak kerusakan. Alas dalam sepatu sudah terlihat kotak-kotaknya, bahkan sudah terbuka perekat antara bagian atas sepatu dengan tapaknya. Tampaknya sepatu ini sudah kelaparan.

Contoh lain, seperti Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis yang berhadapan langsung berhadapan dengan pasien yang terinfeksi virus corona. Antara jas hujan dan hazmat suit tentu berbeda pula kualitasnya. Miris, ketika tenaga medis melindungi diri dengan jas hujan. Mereka bukan menghadapi hujan, akan tetapi yang dihadapi adalah virus yang mematikan. Sebagai manusia yang beriman, perkara ajal memang sudah qada’ Allah SWT. Bukankah Allah SWT memberikan kita peluang untuk berikhtiar, bukan pasrah tanpa usaha apapun.

Begitu juga dengan alat tes yang disarankan para ahli bidang. Sebaiknya rezim mendengarkan saran para ahli bidang untuk mengatasi wabah corona. Hal itu juga sebagai ketundukkan pada hukum syara’ yang telah disampaikan Rasul SAW sebagaimana hadits di atas.

Hal tersebut juga diperkuat oleh Syekh Taqiyyudin an-Nabhani dalam salah satu kitabnya yang berjudul Daulah Islam, bahwa “Beliau SAW banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya. Beliau selalu bermusyawarah dengan para pakar pemikir dan berpandangan luas, orang-orang yang berakal serta memiliki keutamaan, memiliki kekuatan dan keimanan serta telah teruji dalam penyebar-luasan dakwah Islam.” (Terjemahan Ad-Daulah al-Islamiyah, hal. 178)

Ittiba’ kepada Rasul SAW hukumnya wajib, hal itu tertuang dalam firman Allah SWT,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

“Dan apa yang diberikan Rasul (Shallallahu ‘alaihi wasallam) kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (QS. Al-Hasyr : 7)

Jadi, dalam kasus corona ini, jika rezim mendengarkan kata para kapitalis, maka mereka akan terus mencari keuntungan dibalik penderitaan rakyat. Rezim wajib mengikuti prosedur menangani wabah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, seperti memberlakukan lockdown, memenuhi kebutuhan asasi masyarakat, menyediakan kebutuhan medis, dan terus melakukan pemantauan intensif. InsyaAllah, jika rezim taat pada Allah SWT dan Rasulullah SAW, maka rakyat pun akan mencintai dan mengikuti. Jangankan untuk sedekah kebutuhan asasi, disuruh diam di rumah pun rakyat akan mau dan patuh.

Sebagai penguasa, tidak kah ada rasa bersalah, ketika hilang satu nyawa dari raga rakyatnya? Ada banyak keluarga yang kehilangan anak, istri, suami, ayah, ibu, kakek, nenek, cucu. Apalagi dari kalangan tenaga medis, keluarga yang menanti di rumah tak surut dari rasa khawatir. Allah SWT berfirman,

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi” (QS. Al-Maidah: 32).

Selain itu, mengikuti Rasulullah SAW tak hanya sebatas dalam perkara menyelesaikan wabah corona saja, tetapi seluruh urusan kehidupan, wajib ittiba’ Rasul SAW. Termasuk mengikuti sistem pemerintahan Islam yang dibawa oleh Rasul SAW. Seperti yang diterapkan saat masa Khilafah Rasyidah. Karena terwujudnya penerapan Islam kaffah (total) dalam seluruh aspek kehidupan, hanya bisa diraih dengan penegakkan Khilafah.

Pentingnya keberadaan Khilafah untuk merealisasikan islam kaffah (total) sebagai aturan kehidupan adalah sebagai wujud keimanan pada Allah SWT dan ketundukkan pada hukum syara’. Indonesia akan menjadi negara berdaulat, bukan seperti sekarang ini, hanya sebagai pembebek asing dan aseng. Sampai-sampai untuk problem corona saja harus tunduk pada arahan kapitalis. Dalam sistem kapitalisme-demokrasi, firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW saja tidak dipakai, apalagi saran para ahli. Wallahu’alam[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *