Salam Pancasila ala Rezim Tim Sukses Moderasi Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Ayesha

Bagi seorang muslim, mengucapkan salam termasuk bagian dari ibadah yang tata caranya dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Salam khas Islam itu adalah “Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Redaksinya pun diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad, disebutkan, bahwa beberapa sahabat pernah memberi salam kepada Rasulullah saw dengan ucapan: ‘‘Alaika as-salaam ya Rasulallah” sampai tiga kali. Mendengar itu, Rasulullah saw meluruskan salam mereka: ‘Jangan kalian berkata seperti itu. Sesungguhnya ‘alaika as-salaam itu adalah salam kepada orang mati.”

Jadi, meskipun makna salam itu sama-sama baik, tetapi setiap bentuk redaksi salam, ada tempatnya masing-masing. Inilah salah satu keunikan ajaran Islam yang memiliki “uswah hasanan” (suri tauladan) yang lengkap, sampai hal yang sekecil-kecilnya.

Karena merupakan ibadah dan sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw, maka umat Islam pasti keberatan jika ”salam Pancasila” dipromosikan sebagai pengganti salam Islam. Karena itulah, gagasan kepala BPIP itu mendapat penolakan yang luas, bahkan menjadi bahan candaan di media sosial. Wajar, jika kemudian BPIP segera membantah kabar tentang akan adanya rencana penggantian”salam Islam” dengan ”salam Pancasila”.

Sumber asal “salam pancasila” adalah pidato Megawati bersama anggota Dewan Pengarah BPIP dan Presiden. Memperagakan model dan sikap tangan “salam pancasila” nya bung Karno. Mencoba untuk mempopulerkan atau bahkan melembagakan. Yudian lah rupanya sang corong atau jubir itu.
Bukan sekali saja pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menimbulkan kontroversi dan menjadi perbincangan masyarakat. Sejumlah pernyataannya menimbulkan kontroversi mulai dari masalah cadar, agama musuh Pancasila hingga yang teranyar salam Pancasila.

Dengan demikian semakin nampak jelaslah apa yang dipertontonkan rezim hari ini adalah mempertentangkan ketaatan muslim dengan loyalitas bernegara. Semua yang berbau islam diindikasikan sebagai hal yang tidak nasionalis. Isu radikal dimunculkan untuk membuat umat muslim merasa takut menunjukkan identitasnya.

Umat seharusnya menyadari adanya berbagai isu yang memojokkan islam adalah bagian dari upaya sistematis menjauhkan muslim dari keterikatan terhadap agama dan mengganti identitas islam dengan identitas liberal. Wallahu A’lam Bishawab []

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *