Salam Kebangsaan vs Salam Keselamatan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Rinandra

Setelah heboh kasus “Agama Musuh Pancasila”, sekarang heboh “Salam Pancasila” menjadi isu hangat ditengah masyarakat.

Seperti dilansir liputan6.com pada 23 Februari lalu, Menurut Direktur Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP, Aris Heru Utomo, salam Pancasila sebagai salam kebangsaan diperkenalkan untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan serta menguatkan persatuan dan kesatuan yang terganggu karena menguatnya sikap intoleran.

Salam Pancasila pertama kali dikenalkan oleh Presiden ke 5 RI Megawati Soekarno Putri selaku Ketua Dewan Pengarah BPIP dihadapan peserta Program Penguatan Pendidikan Pancasila di Istana Bogor. Salam Pnacasila itu sendiri dilakukan dengan mengangkat lima jari di atas pundak dengan lengan tegak lurus, yang dimaknai bahwa mengangkat kelima jari diatas pundak adalah sebagai simbol penghormatan seluruh elemen masyarakat terhadap lima sila Pancasila. Salam Pancasila itu sendiri diadopsi dari Salam Merdeka yang diperkenalkan Soekarno melalui Maklumat Pemerintah 31 Agustus 1945 dan berlaku 1 September 1945, dan Maklumat Pemerintah tanggal 31 Agustus hingga kini belum pernah dicabut. Soekarno sendiri mengaku terinspirasi dari Nabi Muhammad SAW “Sebagaimana Nabi besar Muhammad SAW, memperkenalkan salam untuk mempersatukan umatnya, kami pun menciptakan satu salam kebangsaan bagi bangsa Indonesia”, katanya saat diwawancara Cindy Adams.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila(BPIP) Yudian Wahyudi menyampaikan perlunya salam yang telah disepakati secara nasional. Sekarang ini kata Yudian jumlah salam mengikuti agama di Indonesia. Menurutnya, salam ditempat umum sudah harus menggunakan salam yang sudah disepakati secara nasional, dia pun mengambil contoh sebuah hadist. “Ada hadist, kalau Anda sedang berjalan dan ada orang duduk, maka ucapkan salam. Itu maksudnya adaptasi sosial. Itu di zaman agraris. Sekarang mau balap pakai mobil,salamnya pakai apa?pakai lampu atau klakson, kita menemukan kesepakatan tanda ini adalah salam, dari pada ribut ribut itu para ulama.” kata Yudian.

Begitu ngawur dan menggelikan ucapan bapak satu ini. Pantaskah membandingkan atau bahkan mengganti ucapan salam Assalamu’alaikum dengan Salam Pancasila? Tentu tidak. Sudah jelas bahwa As-Salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah SWT dan diperintahkan untuk disebarluaskan agar orang yang menerimanya mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dari Zat As- Salam (Yang Maha Sejahtera). Imam Nawawi menyebutkan bahwa orang Islam sunah hukumnya memulai salam dan wajib untuk menjawabnya. “Ketahuilah bahwa memulai salam hukumnya adalah sunnah dan menjawab salam hukumnya adalah wajib”.

Sudah tak bisa berkata-kata lagi, inilah yang sekarang terjadi di negeri kita ini, dimana umat muslim menjadi mayoritas tetapi justru rezim selalu memojokkan umat. Tak sulit untuk menyimpulkan bahwa rezim ini tengah mengidap Islamophobia kronis. Masih melekat dibenak kita semenjak adanya kasus terpelesetnya Ahok menista Al-Maidah: 51, yang berujung aksi demo terbesar dalam sejarah pada 212. Pemerintah seolah menyimpan ketakutan luar biasa terhadap pergerakan umat Islam. Ketakutan penguasa tak sampai disitu, malah justru semakin bertambah besar begitu di lantik.

Menag dan Menko Polhukam Kabinet baru langsung menabuh genderang perang terhadap radikalisme Islam. Berbagai kebijakan langsung dikeluarkan atas nama antiradikalisme. Namun umat Islam melihat bahwa program-program tersebut menyasar umat dan syariat Islam. Fadli Zon, mantan wakil ketua DPR dari Fraksi Gerindra menyimpulkan rezim ini mengalami Islamophobia.

Islamophobia yang di idap oleh penguasa saat ini, tampak jelas dari berbagai pernyataan, program, maupun kebijakan yang diambil. Begitu dilantik sebagai menteri agama Fachrul Razi langsung mewacanakan pelarangan hijab dan celana cingkrang bagi ASN, ancaman pemberhentian bila terbukti terpapar radikalisme, dan lain-lain. Islamophobia juga sangat terasa dalam berbagai pernyataan Wapres bahwa perlunya pengawasan dari polisi dan pemerintah daerah untuk memperingatkan masjid yang dalam acara dakwahnya mengandung narasi kebencian. Tak hanya masjid bahkan PAUD pun beliau menilai bahwa sudah terpapar radikalisme. Islamophobia rezim yang tampak membabi buta, hanya karena berfoto dengan bendera tauhid. Enak Allie hampir tak jadi masuk Akmil setelah Mahfud MD menuduhnya sudah terlibat jaringan organisasi radikal. Sementara siswa Rohis di MAN Sukabumi harus menjalani interogasi setelah viral foto mereka mengibarkan bendera tauhid.

Iya, itulah yang terjadi dengan penguasa negeri ini. Bila anak-anak saja di kriminalisasi, apalagi dengan para pendakwah yang menyerukan Islam. Mereka di kriminalisasi, dipersekusi, dicekal, dan dicap radikal bahkan intoleran. Namun itulah yang menjadi tantangan bagi kita.

Dalam sistem politik kapitalisme demokrasi memungkinkan untuk berkuasanya orang-orang pemilik modal. Orang yang pandai dalam melakukan pencitraan, para pendusta, dan kalangan kafirin untuk menjadi penguasa. Ini karena penguasa dipilih rakyat berdasarkan suara terbanyak, dan penguasa berhak membuat aturan sesuai dengan keinginan dan kepentingan mereka.

Bagaimana dengan Islam?
Berbeda dengan Islam yang menerapkan syarat tertentu bagi pemimpin yang tidak boleh dilanggar. Syarat tersebut adalah harus laki-laki, muslim, baligh, merdeka, berakal, dan adil. Serta pemimpin itu sendiri nantinya akan menerapkan aturan Allah dan bertanggung jawab terhadap Allah dan umatnya.

Begitu indahnya saat kita membayangkan jika Islam yang berkuasa menerapkan sistem ekonomi dan politik yang berdasarkan hukum syariat. Dan bagaimana dengan pemilik modal yang berkuasa, apakah mereka akan ada tempat? Jawabnya adalah, tidak. Bahkan kaum muslimin akan melepaskan diri dari penguasaan para kapitalisme dan menolak modal serta campur tangan dari mereka.

Dan inilah yang ditakuti oleh negara-negara kapitalis dunia. Mereka akan berusaha dengan segala cara untuk menghalangi kebangkitan Islam dan tegaknya hukum Islam.

Salah satu yang mereka tempuh sekarang adalah menyebarkan virus Islamophobia di tengah umat sehingga umat melihat agamanya sendiri dengan pandangan menakutkan dan menjauhkan umat dari Islam. Umat akan menjauhi agamanya dan tidak ingin menerapkannya dalam kehidupan.

Dengan demikian kapitalisme akan berjaya, dan dengan bebas mengeksploitasi kekayaan negeri muslim melalui penguasa yang merupakan antek atau boneka mereka.

Untuk itu, hanyalah Islam solusi tuntas. Dan harus yakin bahwa khilafah adalah ajaran Islam yang Allah perintahkan untuk menegakkan hukum-hukum Allah dan bisa diterapkan dalam semua aspek kehidupan.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam keseluruhan.” (QS Al-Baqarah: 208)
Hasbunallah wa ni’mal wakiil, cukuplah Allah sebagai penolong kita, dan Dialah sebaik-baiknya penolong.[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *