Sahkan RUU Ciptaker, Penguasa Khianati Rakyat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nurhayati
(Aktivis Muslimah Kaltim)

DPR RI resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR RI yang digelar pada Senin (5/10) di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta. Sedianya RUU Ciptaker akan disahkan pada Kamis, 8 Oktober. Namun secara tiba-tiba DPR dan pemerintah mempercepat agenda pengesahan RUU kontroversial ini.

Dari Sembilan fraksi di DPR, mayoritas menyetujui pengesahan RUU Ciptaker. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP dan PAN. Hanya fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Ciptaker (waspada.co.id, 6/10/2020).

Fraksi partai Demokrat memilih walk out saat rapat paripurna pengesahan RUU Ciptaker untuk menjadi undang-undang. Anggota fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menilai, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sudah sewenang-wenang dalam memimpin forum tersebut. Menurutnya, pengambilan keputusan tingkat II pada RUU Ciptaker harus dilakukan dengan musyawarah mufakat, sedangkan masih ada dua fraksi yang menolak (suara.com, 6/10/2020).

Pengesahan RUU Ciptaker yang dijadwalkan lebih cepat dari tanggal yang ditetapkan sontak mendapat respon negatif dari publik. Buruh, mahasiswa, hingga pelajar, menggelar aksi demo menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja. Aksi ini digelar diberbagai provinsi diseluruh daerah Indonesia. Rakyat kecewa, lagi-lagi penguasa berkhianat.

Disituasi serba sulit seperti hari ini, tidak seharusnya pemerintah menambah penderitaan rakyat dengan mengesahkan Omnibus Law RUU Ciptaker. Padahal pandemi covid-19 masih menjadi PR besar, tapi pemerintah malah menyibukkan diri dengan regulasi tak penting semisal pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker.

Penguasa berdalih, menyuarakan seribu narasi, meyakinkan bahwa pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker adalah yang terbaik untuk perekonomian negeri, terbaik untuk bangsa Indonesia. Tak ingin mendengar keluh kesah rakyat, pemerintah gencar meluruskan tudingan miring tentang Omnibus Law, menangkis opini-opini negatif, mensosialisasikan betapa “manis” Omnibus Law.

Padahal sesungguhnya pemerintah sedang mempertahankan keegoisannya, menampakkan “kasih sayang” kepada asing dan aseng, menunjukkan betapa suara rakyat yang diwakili oleh anggota DPR hanya sekedar alasan yang disalahgunakan demi mengesahkan kepentingan Omnibus Law. Berkali-kali rakyat terus dikhianati.

Pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker pada rapat paripurna DPR RI yang diambil melalui voting suara terbanyak menunjukkan bahwa aturan dalam sistem demokrasi diambil berdasarkan ketetapan manusia, tidak melihat benar atau salah, apalagi berdasarkan aturan sang pencipta.

Padahal dalam rapat paripurna tersebut, masih ada dua fraksi yang tak sepakat dengan pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker, akan tetapi mekanisme pengambilan keputusan ala demokrasi meniscayakan suara kebenaran menjadi suara mayoritas. Melalui sistem inilah berbagai kebijakan dzalim disahkan.

Sungguh hanya dalam sistem demokrasi berbagai kebijakan tak manusiawi disahkan demi kepentingan nafsu duniawi. Hanya dalam sistem demokrasi rakyat semakin sengsara, pemilik modal semakin bahagia. Sistem demokrasi jugalah yang mendudukkan strata manusia berdasarkan harta dan tahta. Dan masihkah kita percaya dipimpin oleh sistem demokrasi? Sistem yang nyata rusak dan merusak manusia dan kehidupan dunia.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *