Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat)
“Lautan kasih sayang
Keramat di dunia
Kutuknya kenyataan
Jangan coba durhaka”
Penggalan lirik lagi Qosidah era 90-an ini sangat relevan dengan posisi perempuan sebagai seorang ibu. Lisan ibu begitu ampuh dan doa-doanya diijabah Allah SWT.
Namun, kondisi saat ini begitu memilukan. Tatkala seorang ibu dikriminalisasi oleh anak kandungnya sendiri. Dunia maya dihebohkan kasus seorang anak di kabupaten Demak, Jawa Tengah, berinisial A (19 tahun) yang berani melaporkan ibu kandungnya S (36 tahun) ke polisi karena cekcok masalah baju (detiknews.com, 06/01/2021).
Laman itu memberitakan bahwa S telah berpisah dengan suaminya telah memiliki tiga anak. Setelah perceraian itu, A ikut dengan ayahnya tinggal di Jakarta. Sedangkan adiknya yang masih remaja dan balita tinggal bersama S di Demak.
Menurut keterangan kuasa hukum S, konflik berawal saat mantan suami S mengambil anak balita mereka tanpa sepengetahuannya. Hingga akhirnya mantan suami dan anak pertama S datang ke Demak pada 21 Agustus 2020. Kedua orang itu, lebih dulu ke rumah Lurah dan RT setempat sebelum mendatangi rumah S. Lalu ayah dan anak itu mendatangi rumah S bersama perangkat desa.
Kemudian A mencari bajunya, tapi tetap ditemukan. Hingga akhirnya sang ibu berkata bahwa baju-baju A telah dibuang. Maka terjadilah percekcokan hingga berujung pada luka yang tidak disengaja di pelipis mata A. Kini sang ibu mendekam dalam tahanan polsek Demak kota dengan dugaan penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (06/01/2021).
Sungguh malang nasib S sebagai ibu dipolisikan anak kandungnya. Seorang anak yang tentu diharapkan menjadi anak sholih justru menentangnya. Naluri ibu mana yang tak terkoyak saat melihat anak uang dikandung dan dilahirkannya dengan berani membantahnya. Sungguh memilukan.
Sebenarnya masih banyak berita serupa terjadi dalam kehidupan nyata. Betapa banyak anak yang sudah tak punya adab kepada orang tuanya terutama pada ibu. Sosok ibu yang begitu keramat kini dianggap sebagai pelengkap interaksi sosial saja.
Hubungan ibu dan anak retak karena faktor dekadensi moral generasi. Ide kebebasan yang dianut sebagian besar generasi menjerumuskan mereka pada kubangan amoral. Kebebasan berbalut hak asasi manusia menjadikan mereka berani menentang orang tuanya.
Kondisi ini diperparah dengan keadaan orang tua yang tidak menunaikan hadlonah (kepengasuhan) secara tuntas pada anak di masa usia prabaligh. Ada sebagian orang tua, terutama ibu yang tidak menyadari pentingnya hadlonah atas anak. Ibu yang seharusnya menjaga anak dari bahaya fisik dan akal justru asik bekerja di luar. Bahkan, ada ibu yang sengaja dan bangga berkiprah di luar rumah menjadi wanita karir. Sementara anak hanya dijejali materi, namun haus kasih sayang.
Rusaknya hubungan keluarga ini tak lepas dari kungkungan sistem sekularisme yang diterapkan. Sistem sekularisme menjadikan hubungan di antara keluarga diukur dengan materi. Sehingga hubungan yang terjalin antara ibu dan anak berdasarkan untung rugi.
Kebebasan dan asas manfaat mendorong seorang anak bebas melakukan apa saja terhadap orang tuanya, termasuk mengkriminalisasi bahkan membunuhnya. Jelas sistem sekularisme-kapitalisme gagal menciptakan dan membentuk generasi yang taat kepada ibu.
Bertolak belakang dengan sistem kapitalisme, sistem Islam justru mewajibkan anak berbakti kepada kedua orang tuanya, karena ini adalah salah satu perintah dari Allah SWT.
Kewajiban berbakti kepada kedua orang tua tidak lekang oleh zaman dan masa. Ketaatan anak kepada orang tua berlaku hingga hari kiamat. Tatkala kedua orang tua meninggal pun, anak tetap punya kewajiban berbakti karena anak sholih adalah ladang pahala bagi kedua orang tuanya.
Islam mewajibkan orang tua, terutama ibu menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ibu yang mengajarkan anak tauhid dan akidah yang lurus, mengajarkan akhlaq dan adab, serta menyiapkan anak-anak menjadi generasi taat dan bertaqwa.
Islam juga mewajibkan negara mengambil peran untun membina rakyat termasuk anak-anak agar bertaqwa pada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua. Negara akan memberikan pendidikan terbaik berasaskan aqidah Islam, sehingga anak memikiki syakhsiyah Islam yang kokoh. Pola pikir dan pola sikapnya sejalan dengan Islam. Sehingga mereka akan takut berkata “ah” pada orang tua, apalagi menentangnya.
Sungguh Islam menjadikan ibu adalah keramat bagi anak-anaknya. Hadits Nabi SAW:
Abu Hurairah RA, berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Penekanan berbakti kepada ibu disebut 3 kali oleh baginda Nabi, baru kemudian pada ayah. Sungguh tatkala ibu tak lagi keramat, generasi tak kan selamat. Hidupnya penuh pusaran kebebasan yang kebablasan. Hanya Islam yang mampu membuat generasi dan ibu selamat dunia akhirat.
Wallahua’lam bishawab.