Ruh Kriminalitas Seksual Di Dalam Konten Pornografi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Abu Mush’ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)

Publik di Indonesia kembali diguncang oleh peristiwa viral. Dimana penunjukkan salahsatu dirut media penyiaran dipermasalahkan rekam jejak digitalnya.

Lantaran dirut baru ini di kebanyakan twit nya tampaknya penyuka film porno atau bokep. Dia menganggap bokep adalah solusi pemersatu bangsa. Dia pun hafal berbagai jenis aktris dan jenis adegan pornoaksi.

Sangat disayangkan orang yang bangga men-tweet kecintaannya terhadap bokep akhirnya terpilih jadi dirut. Padahal pornografi ingin dihancurkan di negeri ini.

Hilangnya rasa malu diketahui sebagai penyuka bokep tidak dijadikan sebagai pertimbangan diskualifikasi. Padahal sebagai seorang public figure harusnya tahu betapa berbahayanya konten pornografi terhadap kehidupan masyarakat.

Karena penyebaran konten pornografi Indonesia pernah didaulat menjadi Surga Pornografi kedua setelah Rusia (suvei dalam indofamily.net, 1/8/2008). Bokep atau konten pornografi menyebabkan ketagihan (adiktif ringan hingga berat) kepada para penontonnya. Dan sering menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk melakukan tindak kejahatan sosial.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Asep Saputra mengungkapkan, bahwa hingga Mei 2019 tercatat 236 kasus terkait pornografi, termasuk pelecehan seksual terhadap anak (9-14 tahun). Dan 90 % di antaranya dilakukan oleh orang terdekat.

“Ini seperti fenomena gunung es, hanya sebagian kecilnya saja yang terlihat. Pada persoalan ini, saat terjadi pada anak di bawah umur, banyak yang berfikir panjang untuk lapor, menganggap itu sebagai aib, dan memikirkan perkembangan sosial atau kejiwaan korban” ujarnya.

Sementara, berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus terkait kejahatan seksual anak pada 2018, tercatat sebanyak 458 aduan. Dari jumlah itu, 116 aduan merupakan anak sebagai korban kejahatan seksual online, 134 aduan anak sebagai korban pornografi dari media sosial, serta 96 aduan anak sebagai pelaku kejahatan seksual online dan 112 aduan anak merupakan pelaku kepemilikan media pornografi (LampungPro.com, 30 Mei 2020).

Jadi pornografi bukan sekedar tontonan bahkan ada kasus pemerasan dengan mengandalkan konten haram tersebut. Seperti kasus yang terjadi di Bali, seperti dilansir dari Banjarmasinpost.co.id (29/2), seorang siswi di Kuta Utara, Badung, menjadi korban pelampiasan oknum kepala sekolah. Tidak mau foto aibnya tersebar, siswi SMA tersebut rela dilecehkan sang kepala sekolah.

Ironisnya, perbuatan itu pertama kali dilakukan di ruang kerja sang kepala sekolah sejak si siswi SMA ini duduk di bangku SD. Perbuatan bejat ini berlangsung selama 4 tahun. Sang kepala sekolah merekam tubuh bugil sang korban ketika disetubuhi.

Dan masih banyak lagi efek negatif dari adanya konten pornografi. Jadi sebaiknya dirut tersebut diganti dengan orang lain yang lebih kredibel, kompeten dan bersih rekam jejak digitalnya.

Jika pemberantasan korupsi memerlukan rekam jejak bersih dari korupsi untuk para penegak hukum di KPK, maka hal yang sama bisa diterapkan untuk dirut media tersebut. Agar tidak menimbulkan kontroversial. Agar semangat pemberantasan konten pornografi mendapatkan dukungan luas dari masyarakat.

Jangan ada lagi publik figure, pejabat negara atau daerah yang bangga mengatakan suka nonton bokep. Karena itu akan menginspirasi masyarakat di bawahnya bahwa meonton konten tersebut adalah hal yang lumrah.

Bukan perbuatan dosa. Mendekati zina. Dan sumber inspirasi untuk terwujudnya efek kriminalitas lanjutan setelah menonton konten itu.

Seharusnya semua pihak saling bekerja sama mengupayakan suatu sistem yang mampu mencegah perbuatan zina tersebut (zina mata, hati dan perbuatan). Saling menasehati. Dan mengupayakan adanya sistem hukum yang tegas dan menimbulkan efek jera terhadap para pelaku pornografi dan pornoaksi.

Sehingga harkat dan martabat wanita bisa diselamatkan. Dan tidak ada peluang kejahatan seksuap bisa terjadi di masyarakat.

Sistem kuat itu bernama Sistem Islam yang akan memperkuat akidah masyarakat dan pejabat. Seperti Akidahnya Nabi Yusuf AS yang menolak ajakan Zulaikha. Sistem ini akan mencegah setiap akses perzinaan dan penyebarannya sehingga terwujud masyarakat yang bertakwa yang jauh dari konten porinografi dan kejahatan seksual. []

Bumi Allah SWT, 30 Mei 2020

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *