Rezim Oligarki Sengsarakan Rakyat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ukhiya Rana (Member Pena Muslimah Cilacap)
.
Janji kampanye Jokowi-Ma’ruf yang akan memberikan Kartu Pra-Kerja akan segera direalisasikan pada Maret 2020. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi para calon penerimanya. Sebab Kartu Pra Kerja tersebut berisi saldo dengan nilai yang menggiurkan. Kartu Pra Kerja yang dicetak digital itu nantinya berisi saldo sekitar Rp 3,650 juta sampai Rp 7,650 juta.

https://surabbaya.tribunnews.com/2019/11/30/kartu-pra-kerja-berisi-saldo-rp-76-juta-dibagikan-maret-2020-ini-syarat-untuk-mendapatkannya?page=3

Dikutip dari Surya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Muhadjir Effendy ketika ditemui di Universitas Muhammadiyah Malang, Sabtu 30 November 2019, memberi penjelasan, Kartu Pra Kerja dibagikan kepada para pengantin baru yang masuk dalam kategori miskin. Ia menjelaskan pemberian Kartu Pra Kerja kepada para pengantin baru ini masuk ke dalam program sertifikasi nikah.

“Jadi Kartu Pra Kerja ini bukan kartu yang dibagikan kepada para penganggur. Uang (yang ada di dalam kartu) itu digunakan untuk membiayai program pelatihan yang diambil oleh para pencari kerja atau yang terkena PHK dan ingin mendapatkan pekerjaan baru,” katanya.

https://style.tribunnews.com/2019/11/30/pengantin-baru-bisa-dapat-kartu-pra-kerja-bersaldo-rp-76-juta-yang-dibagi-maret-2020-ini-caranya?page=all

Syarat untuk mendapatkan Kartu Pra Kerja pun harus melalui beberapa tahap, dan tidak mudah dipenuhi oleh jutaan pengangguran yang ada di negeri ini.

Dilansir dari laman Tribunnews.com, berikut ini cara mendapatkan Kartu Pra Kerja secara online:
• Mendaftar melalui situs Kemnaker. Bagi para pencari kerja yang ingin mendapatkan Kartu Pra Kerja, bisa mendaftar melalui situs Kemnaker.
• Ikuti proses seleksi secara online. Pemerintah akan melakukan proses seleksi secara online. Hasil seleksi akan diumumkan melalui situs Kemnaker.
• Memilih lembaga pelatihan. Jika peserta lulus seleksi, selanjutnya perlu memilih lembaga pelatihan vokasi. Pemilihan tersebut dilakukan melalui website atau aplikasi.
• Mengikuti pelatihan. Selanjutnya, peserta akan mengikuti pelatihan sesuai lembaga yang dipilih. Terdapat dua pilihan pelaksanaan pelatihan. Pertama bisa dilakukan secara tatap muka langsung. Kedua, bisa dilakukan secara online (daring). Biaya pelatihan sekira Rp 3 juta hingga Rp 7 juta. Biaya tersebut akan ditanggung pemerintah.
• Mengikuti uji kompetensi. Setelah mendapat sertifikasi kompetensi, peserta dapat mengikuti uji kompetensi. Biaya akan disubsidi dari Kartu Pra Kerja hingga Rp 90 ribu.
• Mendapat insentif. Peserta akan mendapat insentif persiapan melamar pekerjaan. Insentif tersebut sebesar Rp 500 ribu.
• Memberi penilaian dan evaluasi. Peserta harus memberikan penilaian dan evaluasi terhadap proses pelatihan yang telah diikuti.
• Mengisi survei. Terakhir peserta harus mengisi survei pekerjaan, dilakukan secara periodik. Hal tersebut untuk mendapat data mengenai status peserta sudah mendapat kerja atau belum.

https://m.tribunnews.com/nasional/2019/11/30/syarat-dan-cara-mendapatkan-kartu-pra-kerja-berisi-saldo-rp-76-juta-dibagikan-maret-2020?page=4

Pembagian Kartu Pra Kera bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Terlebih untuk mendapatkan Kartu Pra Kerja tersebut harus melalui berbagai tahapan dan syarat yang tidak semua orang dapat memenuhinya. Karena sesungguhnya yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah terbukanya lapangan kerja yang luas dan mudah bagi tenaga kerja pribumi. Namun, janji kampanye untuk membuka 1 juta lapangan kerja yang diharapkan mampu menyerap pengangguran di negeri sendiri, justru dikuasai oleh tenaga kerja asing (khususnya: China). Yang sebenarnya kemampuan tenaga kerja asing masih jauh di bawah tenaga kerja pribumi.

Bagai disayat sembilu, harapan yang pupus karena 1 juta lapangan kerja dikuasai asing, menyusul pula Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap tenaga kerja pribumi secara besar-besaran. Semakin parah dan perih luka, upah yang diberikan kepada para tenaga kerja asing jauh lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja pribumi. Itulah pilu yang dirasakan oleh anak bangsa, justru dianaktirikan oleh penguasa negeri ini.

Yang diharapkan dari pemerintah adalah keseriusan pemerintah untuk menangani masalah fundamental ekonomi negeri ini. Bukan sekedar pelatihan dan tunjangan pra-kerja yang hanya mungkin diakses oleh segelintir calon tenaga kerja saja. Karena apabila tidak dibarengi dengan penyediaan lapangan kerja yang memadai akan berakhir pada kegagalan. Justru dengan adanya program seperti ini akan membuka celah dan peluang korupsi. Karena anggaran yang sangat besar. Sehingga memungkinkan para koruptor untuk melakukan aksinya. Dan bukan tidak mungkin program ini akan tidak tepat sasaran, seperti yang sudah sering terjadi.

Inilah wajah asli rezim Jokowi Jilid II, yang semakin meneguhkan diri sebagai rezim oligarki. Yaitu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elite kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer (Wikipedia). Setiap kebijakan yang dihasilkan hanya berorientasi pada pencitraan demi mengamankan tampuk kekuasaannya.
Berbagai program mengentaskan kemiskinan bukankah bertujuan untuk menjamin kesejahteraan rakyat sebagaimana yang kerap digembar-gemborkan oleh mereka. Namun untuk menghindari penyakit sosial—seperti kriminalitas, keterbelakangan, ataupun kekumuhan—yang akan mengancam stabilitas pembangunan kapitalistik. Apabila tidak dituntaskan, ongkos sosial yang diderita oleh sebuah negara akan lebih besar.

Akibat watak individualis yang over dosis inilah, mustahil bagi oligarki untuk memikirkan kepentingan rakyat. Justru, rakyat adalah pihak yang paling gampang menjadi penanggung limpahan beban atas ketidak-becus-an rezim oligarki mengurusi urusan negara. Termasuk masalah penyediaan lapangan kerja bagi pribumi. Yang hanya dijadikan ajang pencitraan semata.

Demikianlah realitas kehidupan yang dijalankan tanpa petunjuk Alquran dan Sunnah, melainkan menjalankan pemerintahan mengikuti sistem kufur kapitalis yang dirumuskan dari hawa nafsu manusia. Kesempitan hidup dihadapi hampir seluruh rakyat. Dan tidak mustahil para oligarki dan para kroninya akan merasakan sempit di akhirat.

Berbeda dengan Islam yang memerintahkan negara menjamin ketersediaan lapangan kerja dan kemampuan bekerja bagi setiap laki-laki yang wajib bekerja. Tidak seperti rezim oligarki saat ini yang lepas tangan dan menyerahkannya kepada kapitalis asing. Berikut ini adalah cara Islam mengentaskan kemiskinan:
• Secara individual, Allah SWT memerintahkan setiap Mukmin yang mampu bekerja untuk mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Rasulullah saw. bersabda: “Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain.” (HR. Ath-Thabrani)
• Secara jama’i (kolektif), Allah memerintahkan kaum Muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu.” (HR. Ath-Thabrani dan al-Bazzar)
• Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah saw. bersabda: “Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Walhasil, solusi satu-satunya adalah meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi rusak. Dan kembali berpegang teguh, melaksanakan Islam Kaffah dalam naungan Khilafah. Niscaya akan melenyapkan semua himpitan sekaligus memusnahkan semua potensi rezim oligarki penghisap darah rakyat.

“..maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (TQS. Thaha: 123)

Wallahu a’lam bish-showab. []

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *