Remaja dan Pernikahan Dini

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dedah Kuslinah, ST (Muslimah Ideologis Khatulistiwa)

 

Pernikahan dini dan kehamilan tak terencana, masih marak dikalangan masyakarat Kalbar. Bahkan, pernikahan dini kelompok usia 15-19 tahun, tertinggi seindonesia. Ditahun lalu, angka kehamilan tidak direncanakan akibat pergaulan bebas mencapai angka 24,7 persen. Adapun, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Sambas mendominasi angka pernikahan dibawah umur dibarengi kehamilan yang tidak diinginkan (tribunpontianak.co.id ).

Hal ini menjadi konsen BKKBN, yang menilai bahwasannya pernikahan dini memupuk perceraian, meningkatnya angka kekerasan dalam rumah tangga dan pupuslah harapan mengejar kehidupan karirnya dan cita-citanya. Maka BKKBN menggulirkan program Generasi Berencana sejak  5 tahun yang lalu. Mengajak generasi remaja supaya merencanakan empat hal dalam hidupnya. Yakni, pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan jumlah anak ketika telah berkeluarga.

Fakta Tak Seindah Ekspektasi

Program Generasi Berencana, merupakan wadah untuk mengembangkan karakter bangsa karena mengajarkan remaja untuk menjauhi pernikahan dini, seks pra nikah, dan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif). Dengan harapan menghasilkan remaja tangguh dan dapat berkontribusi dalam pembangunan serta berguna bagi nusa dan bangsa.

Untuk itu, digalakkanlah kampanye pernikahan ideal. Dimana usia yang paling ideal untuk melakukan pernikahan pada usia 21 tahun untuk wanita dan laki-laki 25 tahun. Tujuan utamanya memberikan kesempatan untuk meniti karier dan menuntut pendidikan serta merencanakan kehidupan yang lebih baik.

Tidak hanya cukup dengan menggalakkan program pernikahan ideal saja. Juga diluncurkan program Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) dan Pojok Kependudukan yang akan diterapkan di sekolah-sekolah tingkat SMA dan sederajat, dan telah diterapkan di pondok pesantren Ushuluddin Singkawang. Program SSK ini diharapkan dapat menekan pernikahan dini.

Program Pojok Kependudukan adalah salah satu sumber belajar dan informasi bagi peserta didik berisi materi-materi dan data yang terkait dengan kependudukan yang ditujukan dalam upaya pembentukan generasi berencana, kata Tenny Soriton Kepala Perwakilan BKKBN kalbar (antaranewskalbar).

Fakta tak seindah ekspektasi. Meskipun program GenRe yang beragam terus disuarakan, sementara seruan seks bebas pun merajalela lewat film, sinetron, buku-buku cerita dan lewat media porno yang tanpa ada batasan.

Memang benar ada larangan, namun tidak lebih dari hanya bersifat himbauan, tidak sampai menyentuh program riil. Sementara menikah diusia dini yang dibolehkan agama, sangat gencar pelarangannya. Ironisnya, seks tidak tabu untuk dilakukan, tetapi tabu untuk dibicarakan. Tak terpungkiri, seks bebas merajalela. Kehamilan tak diinginkan meroket. Aborsi menjamur dan perceraian, tetap masih sangat tinggi, tidak bisa ditekan.

Remaja dan pernikahan Dini

Pernikahan dini merupakan salah satu bentuk dari kekerasan seksual, demikian para feminisme menalarkannya.

Rasa suka terhadap lawan jenis, dikalangan remaja adalah sesuatu yang wajar. Bukan sebuah urgensi bahwa mereka harus segera dinikahkan karena takut terjadi perzinahan. Di usia remaja, emosi yang labil tidak akan mampu memecahkan masalah bagaimana memperoleh susu dan popok anak yang sulit terbeli. Jadi, untuk menghindari perzinahan, pernikahan juga tidak bisa dibenarkan. Dan pernikahan bukanlah solusi untuk perbaikan ekonomi. Ironis sekali, jika masih berpikiran tradisional mengenai pernikahan.

Biarkan mereka menikmati masa kecil dan masa remajanya. Biarkan mereka mendapatkan pendidikan yang layak sehingga suatu hari nanti dapat memberikan perubahan nasib bagi dirinya dan juga keluarganya. Biarkan mereka melakukan hal-hal yang mereka sukai, sehingga suatu hari nanti mereka bisa bangga dengan dirinya sendiri, dengan pencapaian-pencapaian yang sudah diraihnya.

Pernikahan dini dapat dicegah dengan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Karena permasalahan ini adalah permasalahan bangsa yang harus dipikirkan solusinya secara bersama-sama.

Argumen Yang Terbantahkan

Bila kita memandang bahwa suatu pernikahan diantaranya pernikahan dini  akan meningkatnya angka kekerasan dalam rumah tangga, maka sesungguhnya kita kembali pada era Victoria. Di era Victoria, ketika seorang perempuan menikah, dimata hukum dia pada dasarnya tidak ada lagi. Dia menjadi property milik suaminya saat menikah. Dan hak-haknya secara hukum diberikan pada pasangannya yang dapat memperlakukannya sekehendak hatinya. Karena itu setelah menikah banyak perempuan yang hampir seperti budak. Suami dapat melakukan kekerasan pada istrinya tanpa takut dituntut. Karena, tidak ada konsekwensi hukumnya. Inilah gambaran perempuan di dalam negara-negara sekuler barat, tidak berdaya, tunduk, dan rendah.

Dalam Islam, suami harus memperlakukan isterinya dengan baik, dan bersikap lembut padanya. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 19 yang artinya “Dan hiduplah bersama mereka dalam kebaikan.”

Rasulullah Saw pun menyeru para suami untuk mengabaikan kekurangan isterinya, dan menghargai kebajikannya sehingga hidup menjadi lebih baik. “Seorang mukmin tidak boleh membenci perempuan mukminah (istrinya), jika ia tidak menyukai darinya salah satu perilakunya, maka dia menyukai darinya perilakunya yang lain” (HR. Muslim).

Jika kita menganggap tugas-tugas domestik perempuan dan membesarkan anak adalah bentuk kesia-siaan. Peran isteri dan ibu, mencekik dan menghambat perempuan untuk memenuhi aspirasi dan ambisi dalam kehidupan. Dan, mengklaim bahwa perempuan tidak  dapat mengambil peran penuh dalam masyakat, ibarat terpenjara di rumah. Untuk sekedar diketahui, di Negara-negara barat perempuan secara historis terbatas pada tugas-tugas rumah tanpa peran ibu di luar rumah.

Dibawah  system sekuler barat, pekerjaan rumah tangga tidak dihargai, Namun pekerjaan serupa yang berbayar atau peran apapun dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarga, dipandang sebagai tugas yang terhormat. Pekerjaan dipandang sebagai sesuatu  yang memberikan nilai kepada perempuan dibandingkan keberhasilan membesarkan anak. Oleh karena itu, posisi status pencari nafkah berada diatas dari status sebagai isteri dan ibu.

Islam, justru memberikan kekhususan kepada perempuan sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Ditangan mereka lahir generasi shalih/shalihah yang akan membangun peradaban.

Abdullah bin Abbas radiyallahu  anhu, seorang sahabat nabi Saw  dan ulama Islam yang hebat pernah berkata “ Aku tahu, tidak ada perbuatan lain yang lebih mendekatkan seseorang kepada Allah daripada perlakuan baik dan hormat terhadap ibunya. Dan ketika Rasulullah Saw ditanya tentang siapa yang paling dimuliakan, beliau menjawab “ibumu” sebanyak tiga kali berturut-turut kemudian di ucapan yang keempatnya, “ayahmu”. Artinya, dalam Islam status sebagai isteri dan ibu lebih mulia dibandingkan status sebagai apapun.

Pernikahan dini melahirkan banyak perceraian. Sesungguhnya hal ini terjadi akibat dari  pengadopsian nilai-nilai kebebasan liberal dan konsep-konsep non-Islam yang datang dari pikiran bebas, yang membangun hubungan antara perempuan dan laki-laki berdasarkan tingkah laku dan keinginan. Selain itu, menghilangkan konsep yang ditetapkan oleh Sang Pencipta. Semua inilah yang memuliakan watak individu, mendorong keegoisan, dan melahirkan perilaku bermusuhan karena konflik kepentingan. Alhasil, mengakibatkan perpecahan keluarga, penolakan. Menciptakan celah dalam hubungan di antara para anggotanya, sehingga kurangnya kepercayaan di antara pasangan, kecemburuan yang tidak terkendali, dan suasana tegang. Tak ayal, penggunaan bahasa kekerasan sebagai sebuah reaksi.

Maka penting untuk membangun ketakwaan. Dengan Taqwa, orang akan ingat bahwa ia adalah ciptaan Sang Pencipta dan merupakan hamba-Nya. Sehingga dia akan dihukum karena tidak menaati perintah-Nya, dan dia akan diberi pahala ketika mengikuti jalan lurus yang benar.

Ketakwaan akan menjadi penentu lahirnya individu-individu muslim yang hanya patuh pada Allah SWT, ikhlas dengan Islam yang diyakininya, dan hanya mau diatur oleh Allah SWT. Ia akan mampu membentengi diri dari segala sesuatu yang akan membahayakan kehidupannya.

Remaja Bervisi

Rasulullah Saw bersabda “ Tidak akan beranjak kaki anak adam pada hari kiamat dari sisi Tuhannya sampai ditanya tentang 5 perkara , tentang umurnya dihabiskan dimana, tentang masa mudanya di habiskan untuk apa, tentang hartanya darimana dia dapatkan dan kemana dibelanjakan dan tentang ilmunya damalkan untuk apa”(HR At Tirmidzi).

Untuk itu hendaknya para remaja memiliki visi  tentang bagaimana pengelolaan waktu, masa muda dan ilmunya. Imam As Syafii berkata” sesungguhnya kehidupan pemuda itu demi Allah hanya dengan ilmu dan taqwa (memiliki ilmu dan bertaqwa) karena apabila yang dua hal itu tidak ada tidak dianggap hadir (dalam kehidupan)”

Tak terpungkiri jika “ disetiap kebangkitan pemudalah pilarnya , disetiap pemikiran pemudalah pengibar panji-panjinya” (Hasan Al Banna).  Namun ibarat pepatah,  singa akan melahirkan singa. Karena anak singa lahir dari singa, bukan dari yang lain. Maka, kalau ingin mempunyai anak-anak hebat, belajarlah menjadi orang tua yang hebat dan luar biasa bagi anak-anak .

Imam Syafii, menjadi seorang Imam Mujtahid yang hebat, tidak bisa dilepaskan dari peran orang tuanya. Meski lahir sebagai anak yatim dan miskin, tetapi ibunda Imam Syafii adalah wanita yang luar biasa. Tekad bajanya membawa Imam Syafii kecil dari Gaza ke Makkah berguru kepada Ibn ‘Uyainah. Setelah selesai dari sana berangkat ke Madinah berguru kepada Imam Malik. Dengan berbagai kisah hidupnya yang menyesakkan dada, hinga menjadi Imam Mujtahid yang luar biasa. Semuanya ada jasa ibundanya yang luar biasa.

Dengan demikian, jangan kambinghitamkan pernikahan dini, hentikan pengadopsian nilai-nilai kebebasan liberal dan konsep-konsep non-Islam yang datang dari pikiran bebas. Alam pendidikan sekuler hari ini berhasil memberi stimulus hampir pada semua manusia intelektual Islam maupun diluar Islam, agar membangun cita-cita keilmuan, padahal bersifat komersial dan material. Seyogianya untuk membangun taqwa dalam jiwa individu, masyarakat,dan negara sehingga akan menyadari kewajiban yang dibebankan kepadanya dan menyadari Tuhannya dalam kehidupan pribadi dan umum. Sehingga tidak ada celah untuk bermaksiat.

Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *