Remaja Borong K*ndom Jelang Tahun Baru, Negara Gagal Lindungi Generasi?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Remaja Borong K*ndom Jelang Tahun Baru, Negara Gagal Lindungi Generasi?

Oleh Ema Fitriana Madi, S. Pd.

(Aktivis Muslimah Kendari)

 

Tahun 2022 tak lama lagi akan berlalu, berganti menuju tahun 2023. Seakan sebuah ritual yang pantang ditinggalkan, penyambutan malam tahun baru di Indonesia dan negara mayoritas muslim lainnya dilakukan dengan gegap gempita. Namun, euforia tahun baru kerap menyimpan banyak kisah kelam. Mirisnya, hal itu retata menimpa kaum remaja.

Dilansir dari laman berita telisik.id, (16/12/2022), penjualan k*ndom di Kota Kendari laku keras jelang natal dan tahun baru (nataru). Menyenangkannya, alat kontrasepsi tersebut diborong oleh kaum remaja. Hal ini dilakukan dengan alasan k*ndom atau alat kontrasepsi sangat dianjurkan oleh pakar kesehatan untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS. Olehnya itu, k*ndom banyak tersedia di berbagai apotek dan supermarket. Sehingga, barang tersebut dapat dengan mudah diekses oleh siapa saja, termasuk remaja, bahkan anak-anak.

Aturan tentang penjualan k*ndom memang sudah secara nyata diatur dengan pelarangan penjualan k*ndom bagi yang di bawah umur. Namun, tak bisa ditampik bahwa masih ada sejumlah supermarket yang menjualnya dengan tanpa filter untuk menanyakan langsung ke pembeli. Fakta tersebut tentu tidak sejalan dengan jargon “Kendari Bertakwa” bagi kota yang bahkan telah meraih penghargaan Kota Layak Anak (KLA) di tahun 2022 ini. Fenomena pergaulan bebas terus saja terjadi dan mengalami peningkatan saat momen tertentu, baik menjelang nataru maupun saat momen lainnya, seperti valentine’s day.

Alih-alih menjaga masyarakat dari penularan virus HIV/AIDS dan menekan angka aborsi, yang terjadi justru sebaliknya. Secara jelas, sebenarnya negara sudah melegalkan seks bebas di tengah masyarakat.

Data tahun 2020, saat masih menjabat Walikota Kendari, Zulkarnain Kadir menyebutkan, akibat pergaulan bebas, kondisi remaja di Kota Kendari dari 43.453 jumlah remaja, 357 di antaranya melakukan pernikahan di usia dini.

Bahkan, data penyalahgunaan narkoba per Oktober 2020, dari 44 orang pecandu, 41 atau 93 persen di antaranya adalah kaum remaja. Sementara, penderita HIV/AIDS per Oktober 2020, dari 67 kasus, 18 diantaranya atau 27 persennya adalah usia remaja, yakni usia 14 hingga 24 tahun. (lenterasultra.com, 14/11/2020)

Fakta di atas tentu membuat kita tergelitik mempertanyakan, mengapa seks bebas begitu masif terjadi? Mengapa pula kaum remaja yang sejatinya penerus bangsa di masa depan justru menjadi pemuja seks bebas? Lalu, dengan pola penanganan yang ada, apakah negara benar-benar berniat melindungi generasi dari seks bebas ataukah justru negara tidak menganggap seks bebas sebagai sebuah ancaman?

Remaja dalam Ancaman Liberalisme Sekuler dan Kegagalan Negara

Era globalisasi menjadikan semua informasi semakin terbuka dan mudah didapatkan. Era globalisasi menjadikan suatu negara dapat berhubungan dengan negara lain dengan lebih mudah dan cepat. Hal ini membawa adanya perubahan pemikiran serta perilaku bagi banyak orang. Namun, tidak semua perubahan tersebut mengarah pada hal positif. Justru, banyak perubahan yang mengarah ke hal negatif. Salah satu contohnya adalah banyak ideologi baru yang masuk ke Indonesia.

Ideologi sebagai suatu rangkuman gagasan-gagasan dasar yang terpadu dan bulat tanpa kontradiktif atau saling bertentangan dalam aspek-aspeknya, pada hakikatnya berupa suatu tata nilai, dimana nilai dapat kita rumuskan sebagai hal ihwal baik buruknya sesuatu. Dalam hal ini, apa yang dicita-citakannya.

Di era globalisasi dan zaman milenial ini, ideologi kapitalisme-liberalisme ramai menyerang kalangan remaja. Pergaulan bebas antar remaja kian marak sebagai akibat dari fenomena liberalisme.Contoh lainnya adalah penggunaan narkoba serta adanya kasus L967 di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak dari mereka yang tidak segan untuk menunjukkan pergaulan bebas atau menggunakan obat terlarang, karena pengaruh liberalisme yang menuntut kebebasan setiap individu.

Kondisi tersebut membuktikan bahwa globalisasi membawa pengaruh besar terhadap ideologi suatu negara. Pun, menunjukkan bahwa liberalisme adalah sebuah ancaman bagi negara Indonesia. Bahkan, liberalisme sangat bertentangan dengan Pancasila. Sebab, pengaruhnya tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Maka dari itu, sebagai remaja yang akan menjadi generasi penerus bangsa, harus bijak dalam menghadapi arus globalisasi dengan cara menyaring segala informasi yang diterima. Hal ini dikarenakan negara ini telah mengalami darurat liberalisme, mulai dari darurat narkoba, seks bebas, pornografi-pornoaksi, L967, dan perkara-perkara darurat lainnya.

Negara terbukti belum mampu melindungi generasi dari ancaman serius dari ideologi kapitalisme liberal. Negara tidak punya nyali untuk membuat regulasi perlindungan lantaran telah dikuasai oleh kapitalis-liberalis melalui serangan budaya dan politik ekonominya atas nama Hak Asasi Manusia (HAM). Lantas, bagaimana Islam melindungi Izzah generasi muslim agar terjaga dari ancaman liberalisme yang mengerikan itu? Bagaimana pula Islam mampu mewujudkan generasi tangguh yang dirindukan surga?

Remaja dalam Naungan Daulah Khilafah Islam

Islam memiliki lapisan pelindung menjaga generasi dari paparan sekularisme, liberalisme, dan hedonisme. Pertama, negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikap sesuai tuntunan Islam.

Kedua, menerapkan sistem sosial sesuai syariat Islam. Seperti, bahwa Allah telah menetapkan hubungan seksual (shilah jinsiyah) diharamkan untuk dilakukan sebelum pernikahan (lihat QS Al-Isra: 32, An-Nuur: 2), perintah menundukkan pandangan (lihat QS An-Nuur: 30—31), kewajiban menutup aurat bagi perempuan (lihat QS An-Nuur: 31 dan Al-Ahzab: 59), kewajiban menjaga kesucian diri (lihat QS An-Nuur: 33), larangan khalwat, larangan tabaruj bagi perempuan, aturan safar bagi perempuan, dan perintah menjauhi perkara syubhat.

Ketiga, membiasakan suasana amar makruf nahi mungkar dalam kehidupan bermasyarakat. Keempat, negara mencegah hal-hal yang merangsang naluri jinsiyah (seksual) seperti konten pornografi-pornoaksi, baik dari tayangan TV maupun media sosial, poster, komik, dan sebagainya. Kelima, menerapkan sistem sanksi Islam secara terpadu sebagai wujud tindakan preventif dan kuratif. Terpenting, sinergi tiga pilar (keluarga, masyarakat, dan negara) yang akan melindungi remaja dari kerusakan jika Islam diterapkan secara kaffah.

Dalam sejarah kegemilangan Khilafah Islam, di masa Kekhilafahan Turki Utsmaniyah, Mehmed II, termasuk remaja yang hidup dalam naungan Khilafah Turki Utsmaniyah. Mehmed II atau dikenal juga dengan Muhammad Al-Fatih juga tumbuh menjadi remaja pejuang, membawa misi Khilafah. Seorang anak yang kelak ditakdirkan untuk menjadi sebaik-baik panglima penakluk Konstantinopel dan menjadi ahlu bisyarah yang membuktikan ucapan Rasulullah saw. Ayah beliau Sultan Murad II, ketika menunggu proses kelahiran, menenangkan dirinya dengan membaca Al-Qur’an dan lahirlah anaknya saat bacaannya sampai pada surah Al-Fath. Sebuah surah yang berisi janji-janji Allah akan kemenangan umat Islam.

Sultan Murad II telah mendidik Mehmed II dan mempersiapkannya menjadi pejuang dan mewujudkan impian Utsmaniyyah menaklukkan Konstantinopel. Beliau memperhatikan pendidikan untuk anak-anaknya termasuk masyarakatnya. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya berbagai madrasah keislaman di Edirne, Bursa, Amasya, Manisa dan kota-kota Utsmani lainnya. Karena keimanan dan ketakwaan adalah modal dasar untuk peradaban yang kuat.

Proses pendidikan tersebut berpengaruh juga kepada Mehmed II, beliau dikelilingi oleh ulama-ulama terbaik pada zamannya dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, baik ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, tsaqofah Islam dan juga ilmu fiqh, maupun ilmu lainnya seperti bahasa, astronomi, matematiska, kimia, fisika, dan juga teknik perang dan militer. Dan karakter mehmed yang keras menjadi modal untuk menjadi salah satu panglima perang yang terbaik namun tetap karakter tesebut dibimbing dan diarahkan oleh dua orang ulama besar yaitu Syaikh Ahmad Al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsuddin.

Bahkan, Imam Suyuthi menulis mengenai Syaikh Ahmad Al-Kurani, “Sesungguhnya ia adalah seorang yang berilmu lagi faqih. Para ulama pada zamannya telah menjadi saksi atas kelebihan serta kekonsistenan beliau. Dan ia melampaui rekan-rekannya dalam ilmu-ilmu ma’qul dan manqul. Mahir dalam nahwu, ma’ani dan bayan, serta fiqh dan masyhur dengan berbagai keutaman.” Sedangkan Aaq Syamsuddin adalah ulama yang nasabnya bersambung dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan seorang polymath (menguasai lebih dari satu bidang ilmu), seorang hafidz, ahli biologi, kedokteran, astronomi dan pengobatan herbal.

Sedangkan dibawah bimbingan Syeikh Aaq Syamsuddin, Mehmed II diingatkan tentang kemuliaan ahlu bisyarah yang akan membebaskan Konstantinopel. Beliau mengulang-ulang perkataan kepada Mehmed II,

“Konstantinopel akan takluk di tangan seorang laki-laki maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik tentara adalah tentara”.

Syaikh Aaq Syamsuddin betul-betul ingin meyakinkan bahwa Mehmed II-lah ahlu bisyarah-nya.

Hasil didikan ayahnya, para ulama dan tempaan lingkungan, maka Mehmed II tumbuh menjadi remaja pejuang. Beliau memperjuangkan visi-misi Khilafah Turki Utsmaniyah, yaitu menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia melalui dakwah dan jihad.

Hal ini tergambarkan melalui syair Mehmed II di waktu ia remaja,

“Pikiranku, terpusat pada pembebasan, atas kemenangan dan kejayaan, dengan kelembutan Allah”, serta “Harapanku, pertolongan dan kemenangan dari Allah, dan ketinggian negara ini atas musuh-musuh Allah.”

Dari semua hal, yang paling utama adalah kedekatan Mehmed II kepada Allah Swt. Sehingga, sifat dan sikapnya senantiasa taqarrub kepada Allah Swt. Beliau satu-satunya panglima yang tidak pernah masbuq dalam shalatnya, bahkan selalu menunaikan dalam keadaan berjama’ah. Mehmed II juga selalu menjaga shalat malamnya sebagai mahkota dirinya dan menjadikan shalat rawatib sebagai pedangnya.

Maka dari itu, bagi para remaja muslim, sebagai penerus risalah kenabian, dalam arti menyampaikan risalah Islam ini kepada siapapun, harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Hingga risalah tersebut akan semakin nyata dengan tegaknya kembali Khilafah ala minhaj an-nubuwwah, sebagaimana yang sudah disampaikan oleh Rasulullah saw,

“…Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian….” (HR. Ahmad).

Oleh karenanya, hendaknya setiap pemuda muslim melibatkan diri dalam upaya perjuangan menegakkan Khilafah dengan bersungguh-sungguh, sebagaimana Mehmed II menaklukkan Konstantinopel. Sebab, alangkah meruginya, jika masa muda dihabiskan untuk aktivitas yang sia-sia, bahkan mendatangkan murka Allah Azza Wajalla.

Wallahua’lam Bishawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *