Oleh : Lisa Izzate (Ibu Rumah Tangga)
“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Begitulah kira kira redaksi UUD pasal 34 ayat 1, pasal ini menandakan bahwa setiap warga negara khususnya fakir miskin dan anak anak terlantar berhak mendapatkan pelayanan dari negara secara mutlak. Kebutuhan hidup seperti makanan, minuman, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan sudah seharusnya mereka dapatkan dengan berbagai kemudahan tanpa embel-embel tertentu.
Namun amanat UUD tersebut tidaklah sesuai dengan yang terjadi saat ini. Nyatanya, saat ini banyak fakta yang menunjukkan kondisi masyarakat sangatlah jauh dari kata layak. Fakir miskin juga anak-anak banyak yang hidup di jalanan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin pada September 2020 sebanyak 27,55 juta jiwa atau meningkat 2,76 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Pada periode September 2020, tingkat kemiskinan menjadi 10,19 persen atau meningkat 0,97 poin persentase (pp) dari 9,22 persen periode September 2019.
Dampak kemiskinan ini semakin meningkat lagi sejak pandemi melanda dan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Semakin banyak pula yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga dana sosial yang diprogramkan pemerintah untuk pemulihan ekonomi rakyat sangat mereka harapkan.
Namun, ternyata dana bantuan yang dijanjikan ini memiliki banyak persyaratan bahkan banyak juga yang salah sasaran, belum lagi berbagai kebijakan yang dilontarkan justru makin memberatkan rakyat. Ditambah lagi saat ini dana bantuan dikaitkan dengan kewajiban vaksin. Hal ini dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 14 tahun 2021.
Dalam Pasal 13A Perpres Nomor 14/2021 itu disebutkan bahwa setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 dapat dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif itu berupa:
1. Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial
2. Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintah, dan/atau
3. Denda.
Sanksi administratif tersebut akan dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya. Rencana pemberlakuan sanksi ini pun sudah mulai disosialisasi sampai tingkat RT setempat dan sudah terdengar hingga telinga masyarakat.
Adanya pemberlakuan sanksi ini membuat sebagian masyarakat ketakutan. Jelas, alasannya karena takut tidak lagi mendapat bantuan dana sosial atau tidak mendapat pelayanan administrasi pemerintah. Dengan syarat ini, mau tidak mau masyarakat harus melakukan vaksin ini.
Vaksin adalah zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Maka dalam Islam hukum asal vaksin adalah mubah (boleh) bahkan bisa menjadi wajib ataupun haram, tergantung urgensi dari kondisinya.
Pada masa sekarang, vaksin memang dibutuhkan khususnya di daerah yang banyak terpapar Covid-19. Hanya saja menjadikan kewajiban bervaksin sebagai syarat untuk tetap bisa menerima bantuan dana sosial dari pemerintah adalah suatu kedzoliman. Sebab, bantuan dana sosial adalah kewajiban yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat, tentu ini tidak boleh ada syarat tertentu yang justru menyusahkan rakyat.
Dalam sistem Islam, sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan menjadi hak rakyat yg harus dipenuhi oleh Negara, tanpa membedakan muslim atau nonmuslim, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, dewasa atau anak anak, semua diriayah sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Sistem seperti inilah yang rakyat butuhkan, kecintaan pemimpin terhadap rakyatnya berlandaskan rasa cintanya kepada Allah hingga memaksanya untuk meriayah masyarakatnya tanpa syarat sesuai hukum syara’.
Wallahu a’lam bish showab.