Rakyat Dipalak Pajak : Negara Atau Preman?
Oleh : Antika Rahmawati (Aktivis Dakwah)
Perihal pajak kendaraan, saat ini tengah menjadi pemberitaan yang ramai diberbagai media. Pasalnya, tim pembina Samsat mendatangi rumah pemilik kendaraan yang masih memiliki tanggungan pajak. Para pemilik kendaraan yang belum membayar pajak kendaraan, akan diingatkan untuk membayar kewajibannya.
Korlantas Polri menilai, bahwa kepatuhan masyarakat perihal membayar pajak serta perpanjangan STNK masih sangat minim. Dari total 165 juta unit kendaraan, hanya beberapa yang membayar pajak tepat waktu bahkan tidak sampai separuhnya. (Detikoto, 07-11-2024)
Sementara itu, di tengah aturan pembayaran pajak kendaraan dengan cara mendatangi rumah-rumah pemilik kendaraan yang belum membayar pajaknya, kabar tentang aturan penetapan bebas pajak bagi barang mewah tersiar. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menetapkan aturan bebas pajak untuk mobil listrik impor, mungkin menjadi mimpi buruk bagi rakyat kecil.
Aturan tersebut akan diberlakukan sejak 15 Februari 2024 lalu, aturan pembebasan pajak bagi barang mewah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang PPnBM. Beliau menyatakan bahwa PPnBM yang terutang atas impor KBL berbasis baterai CBU roda empat, oleh pelaku usaha ditanggung pemerintah untuk tahun anggaran 2024. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah menjamin besaran bebas pajak untuk mobil listrik tersebut, mencapai 100%. (CNBC Indonesia, 21-02-2024)
Di tengah penderitaan rakyat yang terus dikejar pajak, sikap pemerintah terhadap pengusaha justru berbeda. Sebaliknya, keringanan pajak yang di tanggung oleh para pemilik modal kian memberi angin segar. Rakyat kecil dicekik dengan aturan wajib pajak, namun para pemilik modal semakin leluasa melenggang dengan bebas tanpa dibebankan oleh pajak.
Ironi rakyat kecil dalam bingkai kapitalisme, seolah tiada henti membayangi, namun pemerintah tetap tunduk pada oligarki. Negara tak ubahnya seperti lintah darat, yang menghisap harta rakyat namun bagaikan malaikat kepada si pemilik modal. Rakyat kecil hanya butuh keadilan, bukan menjadikan rakyat kecil sebagai sapi perah yang terus menerus dipalak hartanya.
Penguasa, seharusnya menjadi pengayom bagi rakyat bukan memalak rakyat dengan pajak. Selama ini, rakyat hanya dipaksa melakukan kewajiban yang sebetulnya itu tidak wajib dikeluarkan. Sedangkan terhadap pengusaha, konglomerat, justru diberlakukan bebas pajak di mana itu seharusnya kewajiban bagi orang kaya.
Rakyat kecil kian menderita, dan beban yang ditanggung juga semakin bertambah. Hal itu disebabkan oleh sistem kehidupan, bukan lagi mengatur urusan umat tetapi hanya sebatas regulator semata. Rakyat masih dibayangi kemiskinan, namun kini mereka juga dipaksa untuk membayar pajak kendaraan dan pajak yang lain.
Pemerintah kapitalisme, menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan pokok negara yang semakin memberatkan rakyat. Tidak hanya pajak kendaraan, hampir seluruh kebutuhan hidup semua terkena pajak. Namun, pemberlakuan pajak itu sepertinya tidak berlaku bagi para pemilik modal, hal itu terbukti adanya undang-undang bebas pajak terhadap barang mewah.
Kapitalisme Lahirkan Aturan Batil
Kapitalisme melahirkan aturan yang kontradiktif dengan slogan demokrasi, namun kenyataannya semua hanya omong kosong. Sebab, undang-undang dan seluruh aturan yang dijalankan oleh pemerintah kapitalisme hanya berpihak pada oligarki. Namun, kebijakan yang diberikan kepada rakyat kecil kian memberatkan salah satunya adalah wajib pajak ini.
Dan aturan dalam sistem kapitalisme ini telah menampakkan dampak negatif, sebab semua terlahir dari cetusan akal manusia. Sehingga isi dari undang-undang yang diterapkan, merupakan hasil kesepakatan manusia bukan diambil dari hukum Allah azzawajalla. Sehingga yang terjadi yakni hukum yang tajam ke atas dan tumpul ke bawah, akibatnya permasalahan rakyat sulit di atasi.
Minimnya pelunasan pajak kendaraan, disebabkan adanya kondisi ekonomi yang buruk. Namun, kebijakan wajib pajak seolah memaksa rakyat agar membayar pajak tepat waktu. Begitulah kebijakan kapitalisme, selalu memberikan ruang yang luas untuk para oligarki namun bersikap buas terhadap rakyat kecil.
Negara yang notabene merupakan pelayan rakyat, justru memperlakukan rakyat dengan semaunya. Bak preman yang menindas serta memeras rakyat, semua terlahir dari aturan hidup yang batil. Sampai pada akhirnya, kondisi negeri ini tidak pernah selesai dengan berbagai masalah terutama pada ekonominya.
Sistem Pengaturan Pajak Dalam Islam
Berkenaan dengan pengaturan pajak, dalam pandangan Islam justru sebaliknya. Islam menjadikan pajak sebagai sesuatu yang tidak diwajibkan, bahkan haram bila negara memungut pajak pada rakyatnya. Sebab, negara dalam naungan aturan Islam hanya bersandar pada penggalian hukum yang sesuai dengan hukum syarak saja.
Negara hanya akan menarik pajak dalam waktu tertentu jika diperlukan, dan itupun hanya meminta pembayaran pajak itu pada orang kaya. Dan dalam Al-Qur’an sudah jelas, baik dalil secara umum maupun secara khusus terkait pajak itu sendiri. Islam memiliki pendapatan yang bersumber dari mana saja, sehingga negara tidak akan sedikitpun meminta rakyatnya membayar pajak.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya : “Dari Abu Khair Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata ; “Maslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas penarikan pajak kepada Ruwafi bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, maka ia berkata : ‘Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diazab) di neraka”[HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930]
Dalil di atas shahih, yang berarti pajak ini tidak diperbolehkan sejak kepemimpinan Rasulullah saw. Hingga akhirnya, kebijakan haramnya pajak diterapkan juga oleh para khalifah setelah beliau. Negara dalam naungan Khilafah Islamiyyah, mampu mensejahterakan rakyatnya dengan berbagai peraturan negara yang tidak diterapkan di sistem pemerintahan apapun selain daripada Islam.
Negara mampu menjadi pelaksana hukum, sehingga permasalahan rakyat tidak berlarut-larut dibiarkan tetapi di atasi dengan tuntas. Terutama pada bidang ekonominya, yang mampu memfasilitasi rakyat dengan lapangan pekerjaan sesuai kemampuan individu dengan upah yang besar dan cukup untuk keperluan sehari-hari. Tidak ada pemotongan gaji pekerja untuk pembayaran pajak penghasilan, tidak ada pemalakan pajak secara paksa, dan negara menjamin penuh atas kesejahteraan rakyat.
Hukum yang berlandaskan syariat Islam, sudah pasti berpihak pada kebenaran. Sebab, Islam melahirkan aturan yang sempurna dan ketika aturan itu diterapkan maka akan menciptakan kebaikan dan keberkahan bagi seluruhnya. Mekanisme pajak dalam Islam juga hanya dipungut jika dalam keadaan darurat, serta dalam proses pemungutan pajaknya juga hanya diberlakukan untuk orang yang mampu saja.
Tentu solusi dari permasalahan yang ada, hanya dengan mengganti sistem tata negaranya dengan syariat Islam. Insyaa Allah kesejahteraan akan terwujud, sebab aturan yang ditetapkan negara berbasis Islam itu hanya menerapkan aturan dari Allah saja bukan dengan yang lain.
Allahu a’lam bisshowab.