Rakyat dalam Jeratan RUU Omnibus Law

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Rahayu,S.H (Pemerhati umat, Komunitas Perempuan Hijrah Sorowako)

Beberapa waktu ini omnibus law menjadi perdebatan. Bagi beberapa kalangan kata omnibus law masih asing. Sebagaimana bahasa hukum lainnya, omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Artinya, omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat.

Ada tiga hal yang dimasukkan dalam draft omnibus law ini yakni UU Perpajakan, Cipta Lapangan Kerja,(Cipteker) dan Pemberdayaan UMKM.(Kompas.com)

Saya akan menilik sedikit di sektor ketenagakerjaan. Pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan. Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK. Besaran uang penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan.
Di dalam omnibus law RUU Ciptker, pemerintah juga berencana menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana ada penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan internasional. (Kompas.com)

Hal lain yang menjadi sorotan dalam draft omnibus law RUU Cipta Kerja adalah soal jam lembur buruh yang jauh lebih lama yaitu 18 (delapan belas) jam dalam satu minggu. Di dalam draft ini juga disebutkan bahwa upah buruh yang tidak menjalankan kewajibannya seperti karena sakit, cuti melahirkan, haid tidak dibayarkan (Kompas.com)

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) merespon hal ini dengan keluar dan mengundurkan diri dari tim teknis yang membahas masalah omnibus law RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan sebab KSPI tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan kesepakatan apapun. Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, pemerintah yang diwakili kemenaker hanya sekedar ingin memenuhi unsur prosedur saja.(Muslimah Media Center)

Dengan demikian jika melihat uraian diatas dan beberapa contoh isi draft RUU ini maka RUU ini sama sekali tidak memberi manfaat bagi rakyat. Bahkan yang terjadi adalah semakin kokohnya cengkeraman sistem kapitalisme neoliberal secara legal atas negeri ini. Nampak jelas keberpihakan negara justru diserahkan pada korporasi dibandingkan memenuhi hak-hak rakyatnya. Inilah kerusakan yang menjadi alasan kuat RUU ini layak untuk ditolak.

Bagaimana Islam menyelesaikan masalah ini ?

Islam memandang pengurusan seluruh aspek kehidupan rakyat, termasuk ekonomi ada di tangan negara. Dalam perspektif Islam, negara bertanggung jawab untuk menciptakan suatu kondisi perekonomian yang memungkinkan setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar maupun pelengkapnya.

Dibawah ri’ayah (pengurusan) ketenagakerjaan Islam, Khilafah akan mengeliminir konflik antara pekerja dan pengusaha serta Khilafah memberi solusi paripurna atas problem ketenagakerjaan. Adalah tanggung jawab Khalifah menyediakan atau membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi setiap warga negaranya khususnya laki-laki yang didalam Islam mewajibkannya mencari nafkah. Urusan ketenagakerjaan dalam Khilafah akan dikontrol langsung oleh Khalifah dibawah Departemen Kemaslahatan Umum bidang Ketenagakerjaan.

Ada dua kebijakan yang dilakukan Negara Khilafah untuk meningkatkan partisipasi kerja masyarakat tanpa bergantung pada investasi yaitu :
Pertama, mendorong masyarakat memulai aktivitas ekonomi tanpa dibiayai oleh Baitul Mal atau kas keuangan Negara. Peran Negara Khilafah adalah membangun iklim usaha yang kondusif dengan menerapkan system ekonomi Islam secara komprehensif. Beberapa mekanisme inti akan dilakukan negara Khilafah adalah menata ulang hukum-hukum kepemilikan, pengelolaan dan pengembangan kepemilikan serta distribusi harta ditengah masyarakat. Menjamin pelaksanaan mekanisme pasar yang sesuai syariah, menghilangkan berbagai distorsi yang menghambat seperti penimbunan, riba, monopoli dan penipuan, menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi untuk semua orang sehingga akan meminimalkan terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar yang mengambil keuntungan secara tidak benar. Mengembangkan system birokrasi dan administrasi yang sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan dan professional. Menghilangkan berbagai pungutan, retribusi, cukai dan pajak yang bersifat tetap, menghilangkan sector non-riil sehingga produksi barang dan jasa disektor rill akan meningkat.

Kedua, mengeluarkan dana Baitul Mal atau kas Negara dalam bentuk subsidi tunai tanpa kompensasi bagi orang yang tidak mampu. Subsidi Negara untuk kaum fuqara dan masakin atau orang-orang yang tidak mampu bukan sekedar dibagi rata dan diberikan dalam jumlah yang kecil tetapi mereka juga dijamin oleh pemerintah selama satu tahun agar tidak sampai kekurangan. Subsidi diberikan dalam jumlah cukup besar untuk memulai bisnis dan tidak hanya untuk dikonsumsi saja. Dengan demikian fungsinya betul-betul untuk mengangkat seseorang dari garis kemiskinan. Rasulullah SAW pernah memberi subsudi 400 dirham (sekitar Rp 28 juta).
Adapun terkait upah maka ini berkaitan dengan kontrak kerja. Upah bisa diklasifikasikan menjadi dua yakni upah yang ditentukan berdasarkan kesepakatan pemberi kerja dan pekerja dan upah yang sepadan yang ditentukan oleh orang atau lembaga yang ahli menetapkan upah seperti lembaga profesi tertentu.
Jika ada sengketa antara pemberi kerja dan pekerja terkait upah maka pengadilan atau negaralah yang berhak menentukan ahli pengupahan untuk mereka.

Mekanisme ini akan mewujudkan keadilan bagi kedua belah pihak sehingga tidak ada satupun pihak yang didzalimi.

Wallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *