Ragam Kenaikan di 2022, Akankah Berakhir di 2023?
Oleh Kanti Rahayu
(Aliansi Penulis Rindu Islam)
Berdasarkan pantauan Pengawasan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP), cabai merah keriting dan cabai merah meningkat paling tinggi dibanding 13 Mei 2022, masing-masing naik 29,62 persen dan 33,77 persen. Cabai merah keriting sempat dijual Rp 39.300 pada 13 Mei 2022, kini menjadi Rp 51.200. Sementara itu, cabai rawit merah yang dimulai dari harga Rp 45.900 pada 13 Mei kini dijual dengan harga Rp 61.400 per kg. Meski saat ini harga rata-rata di DKI Jakarta Rp 50.000, per kilo dengan harga tertinggi di pasar Pluit sekitar Rp 70.000,- per kilo (infopangan.com, 22/1/2023).
Bahan pokok lain seperti beras medium yang mengalami lonjakan harga pada 31 Agustus 2022 dan 29 September 2022 naik dari Rp10.062 menjadi Rp10.312/kg. Panel Harga Badan Pangan Nasional per Senin (23/1/2023) harga beras medium Rp 11.570/kg, naik 0,17% dari harga sebelumnya. Namun, angka ini jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang diatur pemerintah sebesar Rp 9.450/kg (finance.detik.com, 23/1/2023).
Di sisi lain, Departemen Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) resmi memberlakukan kenaikan harga listrik untuk golongan kaya seperti R2 dan R3 atau golongan 3.500 volt ampere ke atas. Kenaikan tarif menjadi Rp1.699/kWh atau naik 17,64% dari sebelumnya Rp1.444,70/kWh. Kenaikan tarif listrik resmi berlaku 1 Juli 2022. Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga minyak pemanas (BBM) sebanyak enam kali. Terakhir, kenaikan harga BBM terjadi pada September 2022.
Sungguh ironis, negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah dan tanah yang subur, namun di tahun 2022 pun rakyat masih harus menanggung kenaikan kebutuhan pokok seperti beras, daging, cabai, BBM dan tagihan listrik. Peningkatan harga barang ini akan terus berlanjut hingga tahun 2023. Seolah, kenaikan bahan pokok dan aneka ragam kebutuhan di negeri ini adalah masalah yang biasa terjadi. Lalu dimanakah kesalahannya? Dimana peran pemerintah dalam pengendalian harga kebutuhan yang kian melambung?
Masalahnya, di negeri yang menerapkan sistem kapitalis ini, mekanisme pasar bergantung pada penawaran dan permintaan barang. Ketika barang yang tersedia dalam jumlah yang banyak sementara permintaan sedikit maka harga barang menjadi murah. Sebaliknya jika jumlah barang sedikit sementara permintaan banyak maka harga akan naik.
Selain itu, mahalnya harga kebutuhan pokok juga disebabkan oleh manajemen distribusi dan kontrol pemerintah yang buruk. Di negeri ini para pemilik modal memungkinkan untuk mengakumulasi barang-barang dan menetapkan harga secara bebas. Negara justru tidak diberikan andil untuk itu.
Sebenarnya Ini adalah konsekuensi dari sistem kapitalis yang menjadikan negara tunduk pada pemilik modal. Seharusnya negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya dan menjamin ketersediaan pangan di pasar, serta mengambil tindakan tegas terhadap monopoli harga dan penimbunan.
Hal ini jauh berbeda dalam sistem ekonomi Islam. Harga memang ditentukan oleh penjual dan pembeli, dan negara juga tidak berhak menentukan harga barang. Namun negara berperan sebagai pengurus dan pengawas serta berkewajiban memenuhi semua kebutuhan pangan dari setiap individu warganya, dari segi sandang, pangan dan papan serta perlindungan setiap warga negara. Negara juga menjamin adanya ketersediaan barang dan distribusi barang secara merata. Inilah yang bisa menstabilkan harga barang, karena tidak terjadi kelangkaan barang apalagi distribusi barang yang macet atau berpusat di wilayah tertentu.
Ketika kenaikan harga disebabkan oleh kegagalan panen, bencana atau serangan hama, para pemimpin negara Islam tidak hanya meminta kesabaran warganya, tetapi negara juga berusaha mencari cara untuk menstabilkan harga barang di pasar, mengirim bantuan ke wilayah tersebut. Hal itu pernah dilakukan di bawah kepemimpinan Umar Bin Khattab. pada saat itu terjadi kelaparan yang berkepanjangan di Hijaz, sehingga masyarakat kekurangan bahan makanan. Umar mengirimkan surat kepada gubernur Mesir untuk meminta bantuan pangan.
Di sisi lain, dalam sistem ekonomi Islam, negara juga sangat memperhatikan setiap transaksi warganya agar tidak melanggar ketentuan syariat Islam, dengan beberapa aturan yang harus diperhatikan. Seperti tidak menjual barang-barang yang diharamkan kepada dan berbahaya, juga tidak menipu atau mengurangi timbangan.
Ini memang berbeda dengan sistem yang diterapkan oleh negara kita saat ini. Di negeri ini, negara memposisikan diri hanya sebagai perantara, sehingga peran negara dalam pemenuhan kebutuhan rakyat sangat minim. Rakyat harus bekerja keras sendiri untuk mencari nafkah.
Sementara berkaitan dengan APBN dalam sistem Islam, digunakan untuk menjamin kehidupan rakyatnya. Sumbernya juga berasal dari Baitulmal, bukan pajak. APBN Ini juga bukan untuk umat Islam saja tetapi juga untuk non-Muslim yang menjadi warga Negara Islam.
Demikianlah gambaran peran negara dalam sistem ekonomi Islam. Ini bukti perlindungan negara bagi rakyatnya. Dengan inilah harga-harga di pasar bisa terkendali. Negara juga menjamin pemenuhan kebutuhan hidup rakyatnya dan melindungi perekonomian dari para pengusaha curang.
wallahu’alam Bishawwab.