Oleh: Nurhayati (Aktivis Muslimah)
Program “War on Terrorist” mengawali nasib buruk kaum muslimin di dunia. Kata “Terrorist” disematkan untuk para pejuang Islam yang berdiri menentang kepentingan AS dan sekutunya. Istilah ini berkembang menjadi agenda massif yang digulirkan ke berbagai negara, salah satunya Indonesia.
Seiring perkembangan, jualan “War on Terrorist” tak mendapat sambutan baik di negeri-negeri kaum muslimin. Teroris bukanlah istilah yang tepat karena Islam mengajarkan perbuatan ma’ruf dan menentang segala bentuk kedzoliman. Kaum muslimin memahami kondisi tersebut, oleh karena itu istilah teroris diperhalus dengan sebutan kata “radikal”.
Dikutip dalam Media Indonesia “Paradigma Baru Cegah Radikalisme” menuliskan, radikalisme merupakan paham atau gagasan untuk melakukan perubahan sosial-politik menggunakan cara-cara ekstrim termasuk kekerasan dan terorisme. Berbekal pengetahuan ini, pemerintah Indonesia di periode baru kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf bertekad akan menumpas radikalisme di semua bidang hingga keakar-akarnya.
Isu radikalisme berkembang. Pemerintah menjadikan deradikalisasi sebagai upaya mencegah paham radikalisme menyebar di tengah masyarakat. Berbagai upaya deradikalisasi dicanangkan termasuk pada kampus-kampus negeri.
Keseriusan pemerintah dalam menangkal radikalisme di perguruan tinggi terlihat pada berbagai agenda kampus serta kegiatan kemahasiswaan. Seperti pada pemilihan rektor ITB yang akhirnya terpilih rektor baru yang pro terhadap program “radikalisme” pemerintah.
Upaya lainnya yaitu adanya pelarangan cadar di kampus-kampus Islam dan akan menindaklanjuti dosen atau struktur kampus (sebagai bagian dari PNS) yang ketahuan terpapar paham-paham radikalisme.
Berbagai program-program yang dijalankan di perguruan tinggi tersebut tidak lain dalam rangka untuk memuluskan kepentingan rezim yang sejalan dengan isu global “War on Terrorist”. Kampus yang sejatinya bagian dari masyarakat yang netral, bergerak sesuai dengan hati nurani, kini disetir mengikuti kepentingan penguasa. Kampus dimanfaatkan untuk menjalankan program agenda asing.
Suara intelektual di bungkam, sejalan dengan didiktenya perguruan tinggi hari ini. Para intelektual berbasis perguruan tinggi yang semestinya kritis dan tulus berpihak pada kebenaran, melalui program radikalisme di minta untuk tak berkomentar apapun kecuali bergerak sesuai dengan arahan penguasa.
Radikalisme sendiri bukan program yang murni dijalankan karena kondisi Indonesia yang darurat radikalis, melainkan program yang dijalankan mengikuti isu global dan digerakkan sesuai dengan kepentingan asing. Dalam menjalankan program tersebut pun penguasa cenderung berlebihan, selalu mengarahkan isu radikalisme bermuara pada ajaran Islam kaffah. Seakan bermaksud menunjuk Islam kaffahlah si biang radikal.
Padahal dibalik gencarnya program asing radikalisme, penguasa sedang berusaha mengalihkan perhatian masyarakat terhadap kegagalan rezim mewujudkan tujuan negara yang adil, makmur dan sejahtera. Lihatlah bagaimana program BPJS yang semakin menyusahkan hidup rakyat, kenaikan hingga 100% sukses mempercepat kematian ekonomi keluarga.
Lalu tengok pula hutang Indonesia yang hutang bunganya jauh melampaui hutang pokok. Belum lagi soal kasus pelecehan, narkoba, pencurian, dan kasus-kasus mengenaskan lainnya yang terjadi berulang kali di bumi nusantara ini. Rezim memiliki PR besar menyelesaikan carut marut Indonesia, akan tetapi rezim justru malah sibuk dengan hal-hal receh semisal radikalisme yang belum kelihatan buntutnya.
Islam kaffah yang sedang rezim ingin bungkamlah solusinya. Islam menawarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber solusi atas berbagai problematika kehidupan termasuk problem yang terjadi di Indonesia, terangkum lengkap dalam syariat Islam. Syariat yang seharusnya diterapkan oleh semua negara di dunia.
Melalui penerapan syariat Islam. kondisi carut marut Indonesia akan terurai sejalan dengan solusi-solusi yang Islam berikan. Islam justru akan membawa umat menuju pada kehidupan yang gemilang. Sistem Islam ini akan terealisir hanya ketika umat menerapkan kembali khilafah. Institusi yang meniscayakan seluruh syariat Islam diterapkan.
Hadirnya program radikalisme justru ingin menutupi kebenaran bahwa agenda asing yang coba digulirkan hingga di Indonesia ada untuk membungkam kebangkitan Islam. Membuai umat dengan sumpah NKRI dan menggiring opini negatif tentang khilafah. Radikalisme adalah program yang ingin memuluskan agenda tersebut. Wallahu a’lam. []