Oleh : Ummu Fatih II
Bulan Ramadhan 2021 akan segera tiba, umat Islam di dunia menyambutnya dengan sukacita. Bagi masyarakat di Indonesia Ramadhan sebagai bulan “marema”, tidak saja bagi sektor perdagangan, tetapi juga hiburan, termasuk siaran televisi.
Untuk itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan, selama bulan Ramadan 2021 siaran televisi diperketat. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang televisi menyiarkan adegan berpelukan hingga yang mengandung unsur lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Aturan itu tercantum dalam Surat Edaran KPI 2/2021 berdasarkan keputusan pleno 16 Maret 2021. Tujuannya, meningkatkan kekhusyukan menjalankan ibadah puasa.
“Sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai agama, menjaga dan meningkatkan moralitas,” tulis Ketua KPI Pusat Agung Suprio itu dalam surat tersebut.
“Selama bulan Ramadan lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik atau horor atau supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya,” bunyi aturan huruf l.
Selain itu, lembaga penyiaran dilarang mengeksploitasi konflik dan atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan.
“Tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat atau keburukan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup, insaf atau tobat,” lanjut aturan tersebut. (https://tirto.id/kpi-larang-tv-siarkan-adegan-berpelukan-lgbt-selama-ramadan-2021-gbkM)
Aturan yang diterapkan KPI diatas memang terkesan baik, ingin menjaga umat Islam agar fokus beribadah selama bulan Ramadhan. Namun sebenarnya, aturan yang berlaku hanya di bulan Ramadhan ini cukup membuktikan bahwa sekulerisasi atau pemisahan agama sedang berjalan di negeri ini.
Agama hanya difahami sebagai ibadah ritual seperti shalat , puasa, zakat dan Ibadah haji. Negara akan mendukung penuh pelaksanaan ibadah yang bersifat ritual untuk semua agama tak terkecuali Islam. Namun diluar ibadah ritual negara akan memberlakukan hukum buatan manusia, bukan hukum dari pencipta manusia.
Padahal kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan sama dengan kewajiban menjaga pandangan dari hal- hal yang mengundang syahwat baik dibulan ramadhan ataupun bulan lainnya. Pasalnya pornografi dan pornoaksi dalam sebuah film, iklan dan lain sebagainya yang dipertontonkan para pemilik media liberal jelas akan menjadi stimulus seks bagi orang yang sudah dewasa biologisnya. Termasuk para remaja, rangsangan ini akan terus terakumulasi dan sulit untuk dihilangkan jika berhubungan pemikiran yang ada dibenaknya. Sehingga muncul gelora syahwat yang menuntut pemenuhan. Bagi yang tidak mampu menahan gejolak syahwat ini mereka akan melampiaskannya secara liar, seperti para remaja yang melakukan pemerkosaan dan perzinahan yang marak saat ini.
Parahnya konten – konten merusak seperti ini dianggap membawa keuntungan bagi para pengusaha. Keberadaannya masuk dalam bidang industri seni. Atas nama tuntutan pasar mereka terus memproduksi film, sinetron dan lain- lain yang mengumbar aurat dan gerakan-gerakan erotis. Bagi para penganut kapitalisme mereka akan melakukan apapun selama menghasilkan uang. Demikianlah bahwa media dalam kapitalisme menderaskan arus liberalisasi dan sekularisasi.
Berbeda dengan media dalam Islam. Dalam Islam media digunakan sebagai sarana menebar kebaikan, alat kontrol dan sarana syiar dakwah Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Dengan kata lain media memiliki peran politis dan strategis sebagai benteng penjaga umat dan negara. Sehingga suasana taat terus tercipta dan wibawa negara akan terjaga.
Dalam pandangan Islam media massa merupakan media komunikasi massal yang berfungsi menciptakan opini publik yang kemudian akan menjadi opini umum. Pembentukan opini umum adalah hal yang tidak bisa di sepelekan dalam sistem Islam. Di dalam negeri media massa berfungsi untuk membangun masyarakat Islam yang kokoh, diluar negri berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam keadaan perang ataupun damai untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia.
Islam mengamanatkan media massa untuk menggambarkan ke tengah masyarakat kesesatan, kesalahan dan larangan mengambil ideologi dan pemikiran diluar Islam juga mengungkap cara-cara busuk untuk menjerumuskan manusia kepada kehinaan dan kehilangan fitrah kemanusiaan.
Dalam konteks pornografi, negara dalam Islam wajib melarang tayangan- tayangan yang mengandung konten – konten pornografi atau yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Memblokir semua situs yang berbau pornografi, melakukan sensor pada semua tayangan yang akan ditampilkan di media televisi maupun media sosial. Melarang majalah, koran, siaran televisi dan situs – situs milik asing untuk beredar bebas. Semua itu tidak hanya dilakukan pada bulan – bulan tertentu semisal Ramadhan akan tetapi sepanjang waktu.
Demikianlah hanya media dalam Islam yang akan melindungi umat dari tayangan – tayangan yang buruk berbau pornografi atau pornoaksi yang menjauhkan dari suasana takwa karena Islam memiliki aturan yang jelas, tegas dan aplikatif.
Wallahua’lam bishawab.