PTM Wajib : Diambang keyakinan dan kekhawatiran

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Being Ulinnuha

 

Setelah menjalani pandemi selama hampir tiga tahun, dan terhitung pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan selama pandemi, maka kini pemerintah melalui Kemendikbudristekdikti menyatakan seluruh siswa wajib melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada semester genap tahun ajaran 2021/2022.

Pelaksanaan PTM ini terbatas sebab hanya diperbolehkan bagi daerah dengan tingkat PPKM level 1, 2, dan 3. Bagi daerah-daerah yang disebut, terdapat keharusan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka setiap siswa.

Seperti yang dikutip dari detik.com (23/12/21), Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menyebut bahwa ketetapan untuk dilakukannya PTM dalam rangka memulihkan strategi pembelajaran di sekolah setelah selama dua tahun para siswa mengikuti pembelajaran jarak jauh.

” Berbagai riset menunjukkan bahwa pandemi menimbulkan kehilangan pembelajaran (learning loss) yang signifikan. Anak-anak berhak bersekolah sebagaimana mestinya. Pemulihan pembelajaran sudah sangat mendesak untuk dilakukan selagi masih bisa kita kejar,” ujar Nadiem.

——
Adanya pembelajaran tatap muka menjadi sebuah harapan baru, sekaligus secercah cahaya mentari yang diimpikan membalikkan kondisi kualitas pendidikan tanah air. Namun disisi yang lain, terdapat sejumlah kekhawatiran yang menghinggapi, yaitu diantaranya mengingat masih terdapat pandemi covid-19 yang belum usai, bahkan munculnya varian virus yang baru, serta kesiapan dari lembaga pendidikan untuk pembelajaran tatap muka yang dipertanyakan.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebetulnya telah memberikan rekomendasi terkait suksesnya PTM di masa covid-19 ini. Diantaranya guru dan petugas sekolah harus sudah tervaksinasi 100%, anak yang mengikuti PTM harus sudah diimunisasi Covid-19 lengkap dengan dua kali suntikan dan tanpa komorbid, setiap orang di lingkungan sekolah wajib memakai masker, tersedianya fasilitas cuci tangan, menjaga jarak, dan tidak makan bersama.

Para orangtua dan guru pun diharuskan memberikan edukasi mengenai Covid-19 dan penerapan protokol kesehatan sebagai bentuk pencegahan. Seperti dengan menjelaskan kepada anak-anak apa saja yang harus mereka lakukan dan apa saja yang harus mereka hindari untuk mencegah penularan Covid-19, menggunakan handsanitizer dan mengganti masker, membawa bekal makanan ke sekolah agar tidak berkerumun di kantin, dsb.

—–
Terlaksananya peran berbagai pihak (lembaga pendidikan, guru, orangtua dan siswa) dalam mensukseskan PTM akan memperlancar harapan baru bagi wajah pendidikan.

Hanya saja fungsi para guru, orangtua juga peran siswa, akan berjalan kurang efektif tanpa adanya peran negara sebagai penanggungjawab jawab, serta pihak yang berperan aktif melakukan kontrol dan pengawasan dalam berjalannya aktivitas PTM. Negara tak seharusnya berlepas tangan dan menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya pada lembaga pendidikan, guru dan orangtua.

Apa saja bentuk tanggungjawab negara yang diberikan ? Diantaranya, negara memfasilitasi para peserta didik melaksanakan PTM dengan memberikan sarana prasarananya seperti masker, hand sanitizer, tempat cuci tangan, pemberian vaksin setiap siswa. Disamping itu, negara juga perlu memberikan riayah (pelayanan) penuh kepada warga sekolah (dalam persoalan ini), melindungi, dan mengutamakan keselamatan rakyatnya. Sebab pemimpin adalah perisai dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.

Dengan demikian, apabila hal-hal tersebut terealisasi, rasanya tentu tidak akan ada kekhawatiran dan kegamangan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka siswa. Hanya saja hari ini, sejumlah kriteria tersebut masih menjadi pertanyaan para orangtua.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *