PTM 100% Dilema Antara Pendidikan dan Kesehatan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Annisa Afif Abidah (Aktivis Dakwah Islam Kaffah)

 

Pemerintah akan membuka Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen mulai Januari 2022. Sesuai aturan terbaru, kegiatan belajar mengajar PTM di sekolah boleh melibatkan 100 persen siswa mulai semester kedua tahun ajaran 2021/2022. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.

Dalam SKB Empat Menteri yang mengatur tentang PTM tersebut, sekolah bisa menyelenggarakan PTM kepada seluruh murid dengan tetap mengedepankan kesehatan dan keselamatan warga sekolah sebagai prioritas utama. Dalam aturan, dilakukan pembatasan selama 6 jam pelajaran per hari, dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, serta mewajibkan tenaga pendidik dan peseta didik sudah mendapatkan dosis penuh vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19).

Sebagaimana kita ketahui, setiap satuan pendidikan yang berada di daerah PPKM level 1, 2, dan 3 wajib menyelenggarakan PTM 100%. Dengan demikian, orang tua tidak lagi dapat memilih metode pembelajaran yang diinginkan, apakah harus belajar daring atau luring.

Antara Pendidikan dan Kesehatan

Adanya keputusan wajib PTM 100% tentu menjadi angin segar bagi dunia pendidikan dan patut diapresiasi, mengingat banyak dampak negatif yang terus bermunculan selama proses pembelajaram daring, kemunduran belajar salah satunya. Belum lagi adanya kesenjangan pembelajaran antara anak-anak dari keluarga mampu dan yang kurang mampu. Perbedaan finansial, fasilitas, serta sarana dan prasarana menjadikan kesenjangan tersebut meningkat hingga mencapai 10%.

Ditambah, peningkatan jumlah anak-anak yang putus sekolah, pernikahan usia dini, hingga bullying kerap menimpa mereka selama pandemi. Dampak-dampak inilah yang perlu terminimalisasi dengan penerapan PTM 100%.

Namun, ada beberapa pihak yang mengkritisi keputusan ini diambil oleh pemerintah. Mengingat adanya sebaran varian baru virus covid-19, yaitu Omicron. Salah satu pihak yang memberikan kritikan mengenai kebijakan ini adalah Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Tulus mengkritisi pemberlakuan PTM terbatas di tengah merebaknya kasus covid-19 varian Omicron di ibu kota, lantaran peningkatan kasus covid-19 yang masih tergolong tinggi. Menurutnya hal ini “ngeri-ngeri sedap” mengingat kasus aktif covid-19 di Jakarta saat ini mendekati angka 200 kasus per hari (Republika.co.id, 04/01/2022).

Disamping itu Komisioner KPAI Retno Listyarti menyebut masih banyak pertimbangan yang membuat PTM terbatas Januari nanti belum siap. KPAI melakukan pengawasan PTM selama tahun 2021 pada 17 sekolah yang berada di 18 kabupaten/kota di 8 provinsi. Hasil pengawasan menunjukkan bahwa anak didik masih sulit untuk mengubah perilakunya di masa adaptasi pandemi covid-19. Seperti masih sulit membiasakan cuci tangan, penggunaan masker yang kurang tepat karena diturunkan ke dagu. Hal itu beliau ungkapkan saat diwawancarai oelh salah satu TV swasta, Metro TV dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia di Metro TV, Kamis, 30 Desember 2021.

Menanggapi kritikan diatas, Deputi II Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan memberikan tanggapannya. Menurutnya hal ini sudah dipertimbangkan berdasarkan kesiapan warga sekolah yang ditunjukkan dengan memadainya sarana prasarana protokol kesehatan dan pemahaman terkait covid-19 yang sangat baik di sekolah.

Disamping capaian vaksinasi covid-19 di sekolah saat ini juga sudah mencapai 100 persen. Selain itu, langkah pemerintah memberlakukan PTM terbatas juga dengan alasan untuk mencegah terjadinya loss learning (kehilangan belajar) di kalangan siswa akibat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang sudah berjalan hampir 2 tahun di Indonesia yang mengakibatkan pendidikan Indonesia tertinggal dari negara-negara lain (Republika.co.id, 04/012022). PTM 100% pun mengalami dilema, apakah harus menunda pelaksanaan PTM ataukah tetap melanjutkan ketetapan SKB Empat Menteri?

Tentunya seluruh pihak baik tenaga pendidik, orang tua dan siswa berharap  PTM dapat berjalan tanpa merasa risau dengan ancaman gelombang ketiga Covid-19 yang saat ini menimpa beberapa negara. Namun, jika kembali menerapkan pembelajaran daring, hal itu juga cukup mengkhawatirkan. Sudah hampir dua tahun pandemi berlangsung, bukan tidak mungkin akan makin banyak peserta didik yang mengalami learning loss.

Oleh sebab itu, PTM 100% terpaksa tetap berjalan untuk mencegah dampak negatif yang lebih besar, khususnya terkait learning loss. Alhasil, dalam keterpaksaan ini, dibutuhkan kerjasama semua pihak memikul tanggung jawab ini. Mulai dari tenaga pendididk, orang tua dan yang paling utama adalah campur tangan langsung dari pemerintah untuk memastikan seluruh sarana dan prasarana protokol kesehatan memadai didapatkan oleh seluruh sekolah dalam setiap satuan pendidikan. Sehingga dapat memberikan perlindungan kesehatan dan juga hak pendidikan.

Peran Penting Orang Tua, Pendidik dan Negara

Saat ini PTM memang dinilai sebagai salah satu kebijakan  yang harus diambil untuk menyudahi learning loss pada peserta didik. Kita pahami mereka adalah generasi penerus bangsa yang tentunya harus mendapatkan jaminan mutu pendidikan yang baik. Oleh karenanya, peran orang tua, guru dan negara menjadi hal penting bagi keberlangsungan generasi hari ini.

Orang tua dan guru dapat terus memberikan edukasi kepada siswa untuk membentuk dan meningkatkan kesadaran individu dalam mentaati protokol kesehatan selama pandemi.  Beberapa hal yang bisa menjadi bahan perhatian, adalah sebagai berikut :

  1. Memahamkan anak-anak tentang Covid-19, utamanya yang berkaitan dengan protokol kesehatan. Kita harus menjelaskan kepada anak-anak apa saja yang harus mereka lakukan dan apa saja yang harus mereka hindari untuk mencegah penularan Covid-19.
  2. Membawa hand sanitizer dan masker cadangan. Guru maupun orang tua harus menjelaskan waktu-waktu harus memakai hand sanitizerdan mengganti masker. Ajarkan pula tata cara membuang masker yang benar.
  3. Membawakan anak bekal makan untuk mengantisipasi kerumunan saat jam istirahat di kantin.
  4. Antar-jemput anak. Sebaiknya orang tua mengantar dan menjemput anaknya tepat waktu.
  5. Guru dan orang tua memberikan pemahaman terkait vaksinasi agar sistem kekebalan mereka kuat menghadapi virus seperti Covid-19.

Seluruh upaya edukasi yang dijalankan oleh orang tua dan pendidik diatas tidak akan efektif tanpa keikutsertaan negara didalamnya. Negara adalah ujung tombak setiap kebijakan yang ditetapkan. Sebagai penanggung jawab utama berlangsungnya pendidikan, Negara harus bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan dan pengawasan selama PTM berlangsung.  Negara juga semestinya menyiapkan semua kebutuhan fasilitas semua orang untuk menaati protokol kesehatan. Sebab, kemampuan setiap individu memfasilitasi anak-anak mereka dengan protokol kesehatan tidaklah sama. Semua harus mendapat perlakuan yang sama, serta mendapat hak dan fasilitas yang sama pula. Sudah menjadi suatu keharusan bagi pemerintah untuk melindungi rakyatnya sebagai amanat yang sudah Allah tetapkan di pundaknya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Wallahu a’lam bish-shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *