Oleh: Ummu Aziz
Ketika mendengar pengumuman PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang diberlakukan pemerintah, terbersit dalam benak ini bahagiakah atau sebaliknya yang akan dirasakan oleh rakyat. Dan benar saja banyak rakyat yang mengeluh karena PSBB ini, karena masyarakat disarankan untuk tetap di rumah agar penyebaran covid19 ini bisa diminimalisir sehingga masyarakat akan terselamatkan dari pandemi ini.
Akan tetapi muncul permasalahan baru yakni bagaimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari jika harus diam di rumah saja. Masalahnya pemerintah dengan mudahnya untuk memerintahkan masyarakat stay at home tanpa diberikan pangan yang cukup untuk kehidupan sehari-hari. Alih-alih warga masyarakat dapat jaminan kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari di masa pandemi, malah di datangi RT setempat meminta sumbangan buat warga terdampak.
Walhasil banyak masyarakat yang bertahan hanya beberapa hari untuk tinggal di rumah, selebihnya mereka keluar rumah untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan pangan keluarganya. Banyak warga yang ketika ditanya kenapa keluar rumah? Mereka menjawab dengan sangat sederhana, kami tinggal di rumah mati dan keluar rumah pun mati. Toh sama-sama akan mati juga. Karena ketika diminta untuk diam di rumah tanpa diberi bekal pangan yang cukup, perut akan merasakan lapar sehingga bukan hanya nekat bekerja bahkan tindakan kriminal dan penjarahan merajalela demi mengisi perut yang lapar.
Dan Ketika PSBB diberlakukan terlihat seperti ada kelonggaran, sebagai bukti masih banyak perusahaan yang terus memperkerjakan para karyawannya, otomatis yang dipikirkan yaitu roda perekonomin. Mereka enggan rugi. Tetapi ketika masyarakat tidak mematuhi kebijakan PSBB ini akan dikenakan sanksi. sehingga muncul pertanyaan “PSBB ini diberlakukan untuk siapa?”
Miris memang masyarakat yang selalu dipaksa untuk mentaati segala peraturan yang diberlakukan. Jadi jelas tampak ketidakadilan pemerintah dalam hal ini.
Demi memuluskan kepentingan pengusaha, penguasa rela mengorbankan rakyatnya, mengabaikan keselamatan dan nyawa rakyatnya. Jelas. Pemerintah telah melanggar keadilan dalam UU karantina Kesehatan (Menurut Syahrul). Kita dapat melihat banyak kelonggaran yang dilakukan pemerintah dengan terus menerus menerima TKA Cina masuk ke wilayah Indonesia, sedangkan kepada rakyatnya sendiri galaknya minta ampun.
Nah, bagaimana didalam Islam menangani wabah ini? Ketika wabah menyerang suatu wilayah, negara atau daerah tersebut harus cepat tanggap dalam menangani wabah tersebut. Ketika rakyat diminta untuk stay at home, seyogyanya dipenuhi pula pangan dan kebutuhan lain untuk hidupnya selama tinggal di rumah.