Proyek Kawasan Metropolitan Benarkah Demi Rakyat?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Proyek Kawasan Metropolitan Benarkah Demi Rakyat?

Oleh Sujilah

Pegiat Dakwah

 

Menurut rencana, setidaknya ada 5 kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung yang akan dibangun sebagai kawasan Metropolitan. Berdasarkan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), Pemkab akan bekerja sama dengan konsultan tata kelola dari Prancis. Adapun wilayah yang dimaksud diantaranya: kecamatan Soreang, Katapang, Kutowaringin, Margahayu dan Margaasih. (PRFMNEWS.Com, 6/1/2023)

Sekretaris daerah Kabupaten Bandung Cakra Amiyana menyatakan, bahwa terpilihnya 5 kecamatan tersebut telah disetujui oleh kementerian ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional). Melalui proyek ini, diharapkan akan dapat mengurangi pengangguran dan meningkatkan perekonomian. Juga agar tercipta lebih layak huni serta mewujudkan kesejahteraan di tengah masyarakat.

Menurut Undang- undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007, kota Metropolitan adalah daerah yang berdiri sendiri (inti) dengan kawasan di sekitarnya yang saling memiliki keterikatan dan dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk sekurang-kurangnya satu juta jiwa.

Melihat perkembangan Bandung dan sekitarnya yang semakin pesat, di mana dulu hanya berupa dusun kecil nan sunyi dan dikelilingi gunung-gunung, sekarang telah banyak berubah dengan dibangunnya berbagai jalan tol, taman-taman, dan fasilitas umum lainnya. Bahkan yang terkini adalah dibangunnya Masjid al Jabbar yang sangat fenomenal hingga mampu menyedot perhatian banyak orang yang datang walau untuk sekedar berfoto. Padahal akses jalan ke arah sana sangat kurang bahkan semakin menambah masalah dengan kemacetannya.

Menjadikan 5 kecamatan di Kabupaten Bandung sebagai kawasan Metropolitan patut dibanggakan, andaikan ditopang oleh biaya sendiri. Akan tetapi jika ternyata setiap pembangunan dibiayai atau mengundang investor asing (pengusaha oligarki) patut dikaji kembali. Benarkah berimbas kepada kesejahteraan rakyat? Sebab sampai hari ini banyaknya investasi asing, kehidupan rakyat malah semakin susah.

Terjadi gelombang PHK, serta sulitnya mencari lapangan kerja. Hunian layak tak terjangkau bagi rakyat miskin, yang akhirnya terpaksa harus tersisih. Alhasil pembangunan berbasis investasi atau utang hanyalah memberi peluang para investor untuk menguasai lahan hingga ke berbagai pelosok desa. Hal ini sangatlah berbahaya bagi Indonesia khususnya Kabupaten Bandung.

Tentu yang diuntungkan dalam hal ini pastilah investor asing, sementara hanya segelintir masyarakat saja yang dapat merasakannya. Kondisi seperti ini wajar terjadi dalam sistem kapitalis yang dianut oleh negara, di mana pelaksanaan ekonominya bertumpu pada keberadaan para investor swasta baik lokal terlebih asing.

Padahal seharusnya negara wajib mengalokasikan anggaran untuk pembangunan kota atau kebutuhan seluruh rakyatnya, tidak boleh melalaikan kewajibannya dan mengalihkan tanggungjawabnya kepada pihak lain baik pihak swasta ataupun kepada rakyatnya sendiri.

Dengan demikian, dijadikannya Bandung sebagai Metropolitan maka dikhawatirkan membuat lingkungan terdegradasi akibat pola pembangunan yang cenderung mengejar keuntungan ekonomi, yang akhirnya dapat mengundang bencana ekologis semakin sering datang.

Kondisi di atas berbeda dengan sudut pandang Islam, sebagai agama paripurna yang mengatur semua aspek kehidupan. Islam mengatur persoalan dana pembangunan kota serta seluruh kebutuhan infrastruktur yang dibutuhkan untuk kemaslahatan publik. Yaitu dengan mengelola kekayaan umum (milkiyyah’ammah) dan kekayaan negara (milkiyyah daulah) yang bersandar pada Islam. Dalam hal ini negara lah yang akan membiayai infrastruktur dan pengembangan kota, tanpa harus berhutang atau mendatangkan investor asing.

Ada beberapa poin penting dalam pembangunan infrastruktur publik dalam Islam. Pertama, dalam hal pembangunan infrastruktur ini yang bertanggungjawab adalah negara, bukan ajang untuk mencari keuntungan atau ajang untuk melancarkan hubungan diplomatik dengan negara lain.

Kedua, Islam mengatur tentang pengelolaan kepemilikan, termasuk juga distribusi barang dan jasa ditengah-tengah masyarakat. Dalam sistem Islam, negara harus mempunyai sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan dan pembangunan kota, serta memastikan semua kebutuhan dasar rakyat terpenuhi, seperti: sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Ketiga, rancangan tata kelola ruang dan wilayah dalam negara akan didesain sedemikian rupa sehingga mengurangi kebutuhan transportasi.

Keempat, pendanaan pembangunan infrastruktur negara berasal dari dana Baitul Maal, tanpa memungut sepeser pun dana masyarakat.

Hal ini sangat memungkinkan sebab kekayaan milik umum dan negara, secara riil dikuasai dan dikelola oleh negara. Adapun ketika Baitul Maal tidak memiliki dana, karena terkuras untuk bencana maupun yang lain, sementara proyek pengelolaan kota itu penting dan dibutuhkan, maka negara dalam kondisi seperti ini dapat mendorong publik untuk berinfak. Seandainya tidak cukup maka akan dikenakan pajak yang hanya wajib bagi orang Islam yang mampu untuk membiayai proyek ini.

Dari sini jelas bahwa sistem ekonomi kapitalis dan Islam sangat berbeda jauh. Seandainya syariat Islam Kafah yang diterapkan di tengah masyarakat, tentu akan jauh lebih aman dan sejahtera. Apapun permasalahan yang terjadi dalam hal pengembangan kota, negara (penguasa) lah yang akan bertanggungjawab dalam melakukan pelayanan (ri’ayah) terhadapnya. Seperti sabda Rasulullah saw. :

“Imam atau kepala negara adalah laksana penggembala, hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya”. (HR. Imam Bukhari&Muslim)

Kondisi yang seperti inilah yang membuat kita semakin rindu untuk ditegakkan syariat Islam, yang pengaturannya dilakukan secara kafah. Peradaban Islam yang memuliakan seluruh manusia bahkan tumbuhan dan hewan. Maka dari itu dibutuhkan upaya yang sungguh-sungguh untuk menyadarkan umat supaya kembali ke kehidupan Islam sesungguhnya. Sehingga umat terdorong untuk mewujudkannya dalam setiap aspek kehidupan.

Wallahu’alam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *