Proyek Berjalan, Wabah Bergejolak, Adilkan Bagi Rakyat?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Irma Ismail (Aktivis Muslimah Balikpapan)

Senin 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan Ibu Kota Negara yang baru, tepatnya di Kutai Kertanegara dan PPU, Kalimanan Timur. Total biaya pembangunan Rp 486 Triliun, dimana akan ditanggung oleh APBN sebesar Rp 93,5 Triliun (19,2%), Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sebesar Rp 265,2 Triliun ( 54,6%) dan Swasta murni sebesar Rp 127,3 Triliun (26,2%). APBN hanya untuk membangun sejumlah infrastruktur dasar dan kantor-kantor utama pemerintahan, sedangkan untuk pembangunan infrastruktur penunjang dikerjakan oleh swasta. Mengutip laporan Financial Times (FT), dalam sumber pendanaan swasta, Indonesia dinilai lebih memilih Bank Investasi Infrastruktur Asia ( Asian Infrasturtur Investmen Bank/AIIB) yang berbasis di Beijing, China. Hal ini bukanlah tanpa alasan, salah satu yang mendasarinya adalah AIIB dapat menawarkan opsi yang lebih fleksible untuk pendanaan dibanding World Bank (cnbcindonesia. Com,18/12/2019).

Proyek besar rencana pembangunan IKN terus berlanjut, bahkan ditengah gempuran pandemic wabah corona. Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan memastikan bahwa proses pemindahan IKN akan terus berlanjut, dan telah ada 30 investor baik dari dalam dan luar negri, dari berbagai bidang usaha, mulai dari listrik hingga otomotif yang tertarik untuk ikut membangun IKN.(WartaEkonomi, 25/3/2020). Bahkan rencana peletakan batu pertama akan dilakukan di bulan Oktober atau November 2020.

Kegigihan pemerintah yang masih terus memproses pelaksaan pembangunan IKN menuai banyak kecaman, tidak hanya diramaikan di dunia maya, bahkan dalam berbagai kesempatan secara terbuka dibuat dialog antara para politisi, pengamat sosial politik dan pemerintah. Dan para pengamat inipun seolah satu suara, meminta agar pemerintah menghentikan proses pembangunan ditengah wabah Corona.

Meskipun sebelumnya bahwa alasan pemerintah untuk pindah IKN pun sudah terbantahkan satu- persatu dengan argumentasi yang kuat berdasarkan data yang ada.

Fakta bahwa wabah ini adalah wabah pandemic, wabah yang menjangkiti banyak negara. Cepatnya penularan dan belum adanya vaksin anti virus covid-19, membuat pemerintah di minta untuk cepat tanggap. Usulan untuk lockdown dari Ikatan Dokter Indonesia serta lainnya ditanggapi dengan tidak mengabulkan permohonan mereka, dengan lockdown maka segala kebutuhan pokok masyarakat akan dipenuhi oleh negara, dan ini yang negara berlepas tangan, maka muncullah istilah PSBB ( Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang pada intinya pemerintah daerah yang akan menangani dan bertanggung jawab pada masing-masing wilayahnya. Dan semua ini semakin diperparah dengan ketersediaan alat kesehatan untuk tenaga kesehatan berupa Alat Pelindung Diri (APD), masker, ventilaor dan lainnya yang sangat jauh dari kata cukup. Kekurangaan dimana-mana, kalaupun ada maka tidak standar, apalagi dengan meninggalnya para dokter spesialis dan juga perawat, hal ini menambah kecaman kepada pemerintah semakin meningkat dan tajam.

Lantas kenapa begitu sangat ingin proyek ini jalan ?
Rencana pemindahan IKN bukanlah barang baru, bahkan tahun 1957 Presiden Soekarno sudah mewacanakan itu dengan Kota Palangkaraya sebagai pilihannya. Termasuk di masa Presiden SBY. Dan pada masa Pesiden Jokowi , wacana ini coba direalisasikan. Bukan rahasia lagi jika pemerintahan Jokowi ini dalam pembangunan infrastrukturnya sangat bergantung kepada asing/investor. Dari kereta cepat, jalan tol, bandara,pendidikan, tambang dan gas bumi, terowongan hingga listrik pun di danai oleh investor. Bahkan pengelolaan sumber daya alam pun tak luput dikuasai oleh swasta/asing. Dan pastinya dalam system ekonomi kapitalis, akan mencari laba dari setiap yang mereka investasikan, apapun yang proyeknya.

Ujung dari ketergantungan kepada asing dan swasta adalah dampak negative bagi pembangungan ekonomi dalam negeri, seperti hutang yang kian menumpuk, tidak terserapnya tenaga kerja Indonesia akibat adanya paket perjanjian yang tertuang dalam UU Ketenaga Kerjaan bahwa dibolehkan tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia, dan juga perjanjian berisi tenaga proyek sebagian dari luar negri. Dikuasainya sumber daya alam, menjadi milik swasta/asing.

Dan tidak bisa dihindari adanya kepentingan politik dalam setiap kebijakan. Sebab “keberhasilan” pemerintahan/rezim sekarang akan menjadi modal bagi pemilu yang akan datang. Maka perlu dari sekarang untuk menancapkan cengkramannya dengan kuat agar “kekuasaan” ini terus berlanjut nantinya meskipun berganti pemimpin. Karena pada dasarnya dalam system kapitalis ini, sesungguhya yang berkuasa adalah para pemilik modal. Ketergantungan penguasa kepada pemilik modal , adalah hutang budi yang harus dibayar, maka kebijakan yang lahir itu semata-mata demi kepentingan para pemilik modal, bukan untuk rakyat.

Proyek IKN bukanlah proyek main-main, ada dana ratusan triliun yang mengalir di sana. Ada investor asing yang terlibat. Ibarat sebuah rumah maka Ibu kota negara adalah aurat yang harus dijaga dan bukan untuk di obral, maka sangat naïf ketika pembangunannya dan pendanaanya berasal dari asing dan juga pengawasan dari Asing pula. Ini sudah menunjukkan bahwa bangsa ini sebenarnya tidak mampu untuk mandiri, karena masih berpijak pada kaki orang lain. Bahkan APBN 2019 yang berasal dari hutang mengalami kenaikan dari yang ditargetkan, hingga akhir 2019 hutang APBN adalah Rp 373,9 Triliun naik dari perkiraan 4,06% dari target APBN 2019 yang sebesar Rp 359,3 Triliun (Economy.okezone.com 4/11/2019)

Bagaimanapun juga, investasi asing adalah hutang riba yang harus dibayar sekalipun rezim berganti orang. Hutan g yang ada hingga Januari 2020 tembus Rp 4.817,5 Triliun. Anggaran tahun 2020, pembayaran bunga hutang Rp 295 Triliun, bayar pokok hutang Rp 351 Triliun, total Rp 646 Triliun ( Harian terbit, com 20/1/2020), dan ini bukanlah nilai yang kecil. Maka pembangunan sebuah kota baru dengan pembangunan infrastruktur yang didanai APBN dan investor, ibarat orang bayar sewa/kontrak rumah yang ditempati.

Dan begitulah IKN nanti yang faktanya menyewa tempat/bangunan kepada investor, dalam bentuk angsuran pembayaran hutang pokok dan bunga, kemudian mesti membayarnya perperiode, jelas ini keuntungan yang tidak sedikit, karena dalam system ekonomi kapitalis, rumah/perkantoran adalah investasi yang tiap tahun akan berubah nilainya dan akan naik. Maka inilah yang membuat para investor tidak rela jika proyek ini tidak berjalan, ibarat tidak ingin kehilangan emas yang sudah dalam genggaman.

Karenanya, memang hanya system Islam dengan konsep ekonominya yang mandiri yang bebas dari dikte negara asing, tidak perlu ada investor asing karena Sistem Islam memliki sumber-sumber pendanaan dalam negeri yang di atur dalam kebijakan fiscal baitulmal. Dan pengeloaan sumber daya alam yang akan dimiliki negara dan di kelola oleh negara demi kepentingan rakyat. Maka ketika SDA dikuasai negara, dikelola oleh negara, pasar yang terlepas dari ribawi, adanya aturan untuk diterapkan, pengawasan berjalan dan sanksi bagi yang melanggar juga akan diterapkan. Maka ketika ada bencana atau wabah, negara akan bisa menanganinya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *