Oleh : MURIANI
Penghujung tahun merupakan momen yang banyak dijadikan refleksi oleh sejumlah masyarakat untuk menyongsong tahun yang akan datang. Dalam hal ini, Polres Ketapang 1 menggelar Operasi Masyarakat yang disebut ( Ops Pekat) Kapuas 2021. Dalam pelaksanaan tersebut, terkuaklah fakta adanya 72 kasus prostitusi yang meliputi 144 pelaku. Kasus yang terjadi di sepanjang tahun 2021 naik dibanding tahun sebelummnya.
Sungguh kondisi yang sangat mencengangkan dan ironis. Bahkan dalam kasus ini menyeret kalangan remaja, sehingga Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah ( KPPAD) Kalimantan Barat yaitu Eka Nurhayati juga angkat bicara terkait masalah prostitisi ini. Beliau berencana akan memboikot aplikasi yang digunakan anak- anak dalam prostitusi online, karena dari situlah akar pangkal yang merusak moral anak- anak hingga terjerat dalam aktivitas prostitusi. Bahkan sudah banyak anak yang melakukan hal tersebut dan mengulanginya kembali. Daerah yang paling benyak terjadinya prostitusi online anak yaitu di Pontianak sebanyak 53 kasus, menyusul 11 kasus di Kubu Raya, 1 kasus di Singkawang, dan 1 kasus di Mempawah. Saat ini pihak KPPAD terus memperjuangkan pembinaan kasus prostitusi anak yang terjadi dan mengupayakan adanya rehabilitasi.
Liberalisasi sebagai Pendukung Prostitusi
Tidak ada api kalau tidak ada asap, hal ini juga berlaku pada kenakalan moral seseorang. Perkembangan modernisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi tanpa difilter secara tepat akan mengakibatkan kebablasan dalam menggunakannya, selain itu pola hidup yang bebas serta hingar bingar kemewahan disalahagunakan sehingga terperosok dalam prostitusi yang menggiurkan untuk kesenangan semata.
Faktor eksternal dari individu yang tidak kalah penting yaitu tidak adanya undang- undang yang tegas yang melarang pelacuran, adanya dorongan manusia untuk menyalurkan hubungan seks, komersialisasi seks oleh beberapa pihak yang sengaja mengambil keuntungan, semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat perempuan dan harkat manusia, bertemunya beraneka macam budaya asing. Sedangkan faktor internal yang menjadi penyebab maraknya prostitusi antara lain aspirasi kesenangan dunia, tekanan ekonomi, kondisi keluarga yang tidak harmonis, serta rasa ingin tahu tentang seks.
Adanya hak kebebasan (liberalisasi) yang digaungkan dalam demokrasi mengakibatkan pergaulan gaya hidup yang tidak terkontrol dan mengutamakan kesenangan semata, tidak heran jika pemahaman masyarakat juga menjadi liberal, ” ini hak saya !yang penting untung ! yang penting senang !”. Demokrasi juga menggaungkan sekularisme ( memisahkan agama dengan kehidupan), sehingga masyarakat tidak akan memperhatikan perbuatannya apakah itu dosa ata tidak.
Solusi Islam dalam Mengatasi Prostitusi
Merajalelanya prostitusi diakibatkan semakin jauhnya masyarakat terhadap pemahaman Islam dan segenap aturannya. Ditambah lagi, aturan yang diberlakukan di negara ini bukanlah aturan Islam. Masihkah kita berharap dengan demokrasi pengagung kebebasan? Masihkah sistem yang justru merusak moral generasi bangsa dipertahankan? Sudah sangat jelas bahwa kita tidak dapat berharap kemaksiatan itu hilang jika kita masih memakai demokrasi yang mengusung kebebasan ini.
Sebagai seorang Muslim tentunya kita mengetahui bahwa Islam merupakan agama yang paripurna, tidak hanya sebagai agama yang mengatur ibadah, namun juga sebagai ideologi yang memiliki pengaturan luar biasa dan tegas terkait penerapan sanksi. Di dalam Islam, orang yang berzina sebelum menikah, maka sanksinya adalah dicambuk sebanyak 100 kali. Kemudian diasingkan selama 1 tahun, seperti dalam Qur’an Surah An- Nur : 2, Allah berfirman “Perempuan yang berzina dan laki- laki yang berzina maka Derahlah tiap- tiap orang dari keduanya seratus kali dera, janganlah belas kasihan dari keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah ( pelaksanaan) hukuman mereka diasingkan dari kumpulan orang- orang yang beriman”.
Sedangkan bagi orang yang berzina sesudah menikah maka sanksinya adalah dihukum rajam, seperti disebutkan dalam banyak hadits, Rasulullah SAW bersabda ” ambillah diriku, ambillah diriku sesungguhnya Allah telah memberi jalan mereka yang lain yaitu orang yang belum menikah ( berzina) dengan orang yang sesudah menikah hukumnya Dera 100 kali dan rajam”. Hukuman tersebut mungkin terlihat sangat kejam, bahkan sangat berat bagi pelaku kemaksiatan, namun sebagai korban pasti akan merasa adil, terlindungi dan terayomi. Sedangkan bagi pelaku akan menimbulkan efek jera.
Jika kita memaknai, sanksi di dalam Islam memiliki keistimewaan sanksi selain pada Islam. Sanksi tegas yang diterapka di dalam Islam tidak hanya menimbulkan efek jera ( jawabir) namun juga sebagai menebus dosa ( jawazir). Semua dapat terwujud jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam setiap sendi kehidupan umat manusia. Hanya Islamlah yang mampu menuntaskan segala bentuk kemaksiatan yang merajalela di bumi Allah.
Wallahu A’lam Bisshawab.