Prostitusi Menggila, Islam Solusinya!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Iffah Komalasari, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial Masyarakat)

Kasus dugaan prostitusi yang melibatkan artis kembali mencuat ke publik. Kali ini peristiwanya di Kota Medan, Sumatera Utara. Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko mengatakan pihaknya menangkap seorang artis yang sudah sempat menginap di suatu hotel di Medan, kemudian diduga hendak melakukan aksi prostitusi.

Lalu siapa artis FTV tersebut? Ia memberikan clue atau bocorannya, yakni perempuan berinisial HH umur 23 tahun. Belum diketahui siapa artis berinisial HH itu, sebab saat tiba di Mapolrestabes Medan, ia terlihat menutupi wajahnya dari sorotan kamera. HH juga langsung berlari masuk ke dalam Gedung Sat Reskrim Polrestabes Medan setelah keluar dari mobil.

Meski begitu, publik mengaitkan artis Hana Hanifah dengan artis FTV HH yang ditangkap oleh Polrestabes Medan. Manajer Hana mengatakan masih mencari tahu kebenaran berita ini. (detik.com).

Mencuatnya kasus prostitusi online artis HH ini hanyalah menambah deretan kasus prostitusi artis sebelumnya dan juga kasus-kasus yang tak terungkap. Seperti fenomena gunung es, maka pelaku prostitusi yang tidak tertangkap atau terekspose sebenarnya jauh lebih banyak lagi. (republika.co.id)
Maraknya prostitusi online yang melibatkan kalangan selebritis ini sungguh sangat memprihatinkan. Banyak pihak berasumsi menyebut gaya hidup sebagai salah satu penyebab utama yang mendorong sebagian artis masuk ke dalam bisnis prostitusi. Bahkan Sosiolog Imam Prasodjo menilai, praktik prostitusi yang dilakoni oleh selebritis tercipta sebagai dampak era kapitalisme global.

“Segalanya bisa jadi komoditi, bisa diperjualbelikan, termasuk imaji,” ujar Imam kepada BBC News Indonesia.
Sosok selebriti yang tidak hanya berpenampilan menarik, tetapi juga punya ketenaran, berpendidikan, dan memiliki karier, memiliki nilai jual yang lebih di mata konsumen bisnis prostitusi.
Dicela Namun Makin merajalela
Sesungguhnya kebanyakan masyarakat Indonesia meyakini, prostitusi atau pelacuran adalah perbuatan yang tercela. Hal ini akan berdampak pada kerusakan moral masyarakat secara masif. Tetapi pada kenyataannya, prostitusi semakin merajalela di Indonesia.

Statistik menunjukkan bahwa bisnis ini kian marak. Havocscope, lembaga peneliti pasar gelap di dunia, termasuk prostitusi, Indonesia adalah salah satu negara dengan perputaran uang dari prostitusi terbesar di dunia. Tepatnya berada di urutan ke-12 dengan nilai bisnis mencapai 2,25 miliar dolar AS. (Liputan6.com).

Sungguh, angka yang luar biasa besar! Mengalahkan bisnis narkoba di Indonesia. Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini terjadi karena pelacuran tidak dilarang dalam peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia, kecuali hanya berupa sangsi kepada pihak mucikarinya.

Dan konsekuensinya prostitusi atau perzinahan tidak dianggap kriminal di Indonesia, sehingga tidak bisa dikenai delik pidana. Artinya, jika muncul kasus pelacuran di media yang pelakunya adalah orang-orang terkenal, para pelacurnya sebagai penyedia jasa dan juga pihak pengguna sebagai pemakai atau konsumen pelacuran, tidak dapat dikenai sangsi hukuman.

Inilah sistem demokrasi yang berstandar ganda. Di satu sisi ingin menampung mayoritas suara (kehendak) masyarakat. Dan di sisi lain tetap mengagungkan kebebasan, persamaan dan Hak Asasi Manusia.

Alih-alih menyelesaikan persoalan kemaksiatan, malah menumbuhsuburkan kerusakan masyarakat dengan mengembangkan bisnis syahwat yang tidak membutuhkan investasi besar.

Pelaku bisnis prostitusi bebas melenggang di alam demokrasi. Karena demokrasi mengagungkan kebebasan berperilaku sehingga manusia bebas melakukan perbuatan apapun yang dia sukai tanpa memikirkan dampak baik-buruknya, apalagi halal-haram.

Termasuk dalam hal perzinahan/prostitusi. Asalkan suka sama suka maka mereka merasa aktivitas menjual diri mereka nilai sah-sah saja, apalagi jika mendapat bayaran fantastis. Loe jual, gue beli. Maka tidak heran jika kemaksiatan semakin merajalela karena mereka sudah tidak memikirkan tentang dosa.

Ideologi kapitalisme menjadikan sekularisme -yang memisahkan kehidupan dunia dengan akhirat- diamini oleh para pelaku kemaksiatan itu. Urusan surga atau neraka itu urusan nanti. Yang penting, happy happy dan happy. Begitulah memang pemikiran sekuler-liberal. Bebas, sebebas-bebasnya. Na’udzubillah min dzaalik.

Mengatasi Prostitusi Sampai ke Akarnya
Prostitusi akan terus tumbuh subur karena dijadikan sebagai ajang bisnis. Hukum penawaran dan permintaan berlaku. Begitulah wajah kapitalisme demokrasi. Perempuan dihargai dari sisi materi dan dijadikan sebagai komoditas yang diperdagangkan. Kehormatan dan kesucian perempuan sudah tidak diindahkan lagi dan rela dikorbankan begitu saja demi sejumlah rupiah. Para perempuan menjadi begitu “murah”, bisa dibeli dengan uang, melayani nafsu biadab para lelaki hidung belang. Berapapun jumlah pemasukan negara yang bisa kita peroleh dari praktik maksiat ini tentu mudharat yang didapatkan negeri kita jauh lebih besar. Karena ini adalah bencana kemanusiaan.

Apapun alasannya, perbuatan melacur atau prostitusi jelas diharamkan dalam Islam. Ini termasuk zina. Dan zina adalah dosa besar, kriminal, al jarimah, dan kejahatan yang dicela oleh syara’. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an di surat Al Isra’ ayat 32 :

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.

Jadi walaupun perzinahan tidak mengganggu orang lain, zina tetap termasuk perbuatan kriminal dan tetap harus diberi hukuman. Kepada pelakunya dan juga kepada yang memfasillitasinya. Pelegalannya hanya akan merusak moral masyarakat, menambah-nambahi kemaksiatan dan memunculkan masalah baru. Lalu bagaimana cara ampuh untuk mengatasi prostitusi sampai ke akarnya?
Setidaknya ada lima jalur yang seharusnya ditempuh untuk mengatasi maraknya prostitusi.

Pertama, penyediaan lapangan kerja. Dalam hal ini negara menyediakan lapangan pekerjaan –terutama bagi kaum laki-laki sehingga masyarakat mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Para perempuan pun tidak dibebani untuk mencari nafkah utama bagi keluarganya.

Kedua, pendidikan/edukasi yang seiring sejalan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang bermutu, bebas biaya, mampu menanamkan pondasi keimanan yang kuat dan membekali keterampilan yang mumpuni sehingga masyarakat terutama kaum perempuan tidak akan tergiur untuk kembali ke dunia kelam ini.

Ketiga, jalur sosial. Pemerintah berupaya menanamkan kesadaran masyarakat untuk care alias peduli kepada apa yang terjadi di sekitarnya sehingga terbentuk kontrol sosial terhadap segala bentuk kemaksiatan.

Keempat, jalur hukum atau supremasi hukum. Harus ada sanksi tegas terhadap para pelaku, para pelanggannya, mucikari atau pihak-pihak yang terkait. Sanksi di dunia bagi pezina sudah jelas yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati jika ia sudah pernah menikah, atau dicambuk seratus kali kemudian diasingkan selama satu tahun jika ia belum pernah menikah (Al Qur’an surat An Nuur ayat 2). Hukuman dalam Islam bersifat penghapus dosa dan juga sebagai pencegah tindak kriminal tersebut dilakukan lagi oleh yang bersangkutan ataupun oleh orang lain.
Kelima, jalur politik. Negara harus mengatur regulasi agar tertutupnya pintu menuju perzinahan. Seperti misalnya, aturan menutup aurat, perlunya menjaga pandangan, dan juga memudahkan pernikahan. Negara juga harus menutup semua bentuk lokalisasi, menghapus situs prostitusi online, serta melarang produsen tayangan berbau seksualitas seperti pornografi dan pornoaksi.

Demikianlah, solusi dari masalah prostitusi ini membutuhkan pemahaman utuh bahwa akar permasalahannya adalah karena sistem permisif demokrasi yang diterapkan oleh negara. Sistem sekuler negara inilah yang menyebabkan benih-benih kemaksiatan masih dapat leluasa bergerak. Maka seluruh masyarakat harus menyadari bahwa prostitusi tidak akan pernah bisa dibasmi habis jika kita masih bertahan dengan sistem kehidupan yang sekarang, tidak beralih kepada sistem Islam yang sejak awal telah mencegah dan melarang tindakan kemaksiatan.

Islam bahkan punya aturan yang tangguh dan mampu membuat jera para pelanggar hukum syariatnya. Dengan keadaan sistem negara yang kondusif seperti itu, harga diri perempuan akan terjaga dan kembali pada fitrahnya yang juga mulia secara kemanusiaan. Dan ujungnya kembali kepada kita, akankah kita bersegera menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Minhajjin Nubuwwah?
Wallahu a’lam…

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *