Presiden Baru AS: Topeng Baru Negara Kolonial

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ukhiya Rana
(Pena Muslimah Cilacap)

Pesta demokrasi pemilihan Presiden AS dimenangkan oleh Joe Biden mengalahkan kandidat petahana Donald Trump. “Warga bangsa ini telah berbicara. Mereka telah memberi kami kemenangan yang jelas, kemenangan yang meyakinkan,” kata Biden kepada pendukungnya, dalam pidato pertama setelah kemenangannya, di Wilmington, Delware. (AntaraNews, 08/11/2020)

Dalam kampanyenya melalui kanal Youtube, Joe Biden berjanji kepada umat Muslim akan perlakukan agama Islam sebagaimanamestinya. Biden yang mengutip sebuah hadits, “Nabi Muhammad Saw. yang memerintahkan siapapun diantara kamu melihat kesalahan biarkan dia mengubahnya dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lidahnya jika dia tidak mampu, maka dengan hatinya,” kata Joe Biden. Dia juga menegaskan, bahwa suara umat Muslim Amerika juga akan menjadi bagian dari pemerintahan jika ia sudah resmi menjadi Presiden AS. (JakbarNews, 07/11/2020)

Tidak hanya itu, melalui kandidat Wakil Presiden AS, Kamala Haris, Joe Biden akan mencabut sejumlah kebijakan kontroversial Presiden Donald Trump terkait Palestina dan Timur Tengah. Haris menjelaskan, “Joe dan saya juga percaya pada nilai setiap Palestina dan Israel serta kami akan bekerja untuk memastikan bahwa Palestina dan Israel menikmati tindakan yang sama untuk kebebasan, keamanan, kemakmuran dan demokrasi.” (SindoNews.com, 06/11/2020)

Kemenangan Joe Biden dalam Pemilihan Presiden AS seolah menjadi angin segar bagi Islam dan Mualim. Terlihat dari janji kampanyenya yang nampak berpihak pada Islam. Namun, harus kita pahami, bahwa janji kampanye dan sikap keberpihakannya kepada Islam hanyalah ‘Cover’ untuk mendapat simpatik umat Islam saja. Sebab, dalam sistem demokrasi sangat mustahil Islam dapat tumbuh dan hidup. Karena sejatinya demokrasi adalah buah dari sistem kapitalisme yang sangat bertentangan dengan Islam. Sehingga siapapun yang menjadi pemimpinnya, sistem bobrok ini tidak layak menjadi gantungan harapan. Termasuk bagi perbaikan kondisi Muslim di seluruh belahan dunia.

Joe Biden yang notabene seorang kafir, bisa dipastikan dia tidak akan sepenuhnya berpihak pada Islam. Dengan membawa embel-embel hadits Nabi Saw. dalam kampanyenya, sangat nampak bahwa dia hanya menjadikan hadits Nabi Saw. sebagai ‘umpan’ untuk memperoleh suara dari umat Islam. Bagaimana mungkin seorang Kafir mampu menerapkan  hukum Islam sepenuhnya. Terlebih di dalam sistem kufur yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam itu sendiri.

Tidak hanya itu, umat Islam pun seharusnya sadar betul, bahwa Islam melarang umatnya untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin mereka. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebagaimana mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (TQS. Al Ma’idah: 51)

Dalam kampanyenya sikap keberpihakan Joe Biden terhadap Islam pun tidak bisa dijadikan sandaran dalam perubahan kebijakan. Sebab demokrasi memandang bahwa kampanye hanyalah alat untuk mengumpulkan suara. Yang tentu digunakan untuk mendulang kemenangan saja. Sedangkan kampanye bukanlah janji yang dapat dimintai pertanggung jawaban, melainkan hanya sebagai bentuk ‘promosi’ untuk memperoleh dukungan. Apabila kemenangan telah didapat, maka suara rakyat pun tidak lagi berharga. Ibarat pepatah Habis Manis Sepah Dibuang.

Dengan demikian, setelah adanya Presiden baru, kebijakan AS terhadap Islam pun sangat memungkinkan hanya berubah gaya atau style dan pendekatan, selebihnya sama saja. Islam akan tetap menjadi musuh abadi bagi Darul Kufur tersebut. Dengan gaya dan pendekatan baru hanya menjadi topeng bagi AS, namun watak asli sebagai negara kolonial tidak akan bisa berubah. Dan tetap menjadi wajah permanen kebijakan mereka.

Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh terlena dengan buaian semu para pengasong demokrasi. Karena mereka akan terus berganti topeng untuk menutupi watak asli mereka. Dan menggantungkan harapan agar terjadi perubahan dan perbaikan kondisi Islam pada sistem demokrasi-kapitalisme hanyalah fatamorgana. Terlebih pada negara yang secara terang-terangan memusuhi Islam.

Maka sudah saatnya umat Islam bangkit dan bersegera dalam mewujudkan perubahan yang hakiki. Perubahan yang hanya dapat terwujud dengan sistem Islam. Bukan perubahan semu yang ditawarkan oleh antek kafir dalam sistem kufur demokrasi-kapitalisme. Bukan perubahan hakiki yang akan didapat justru kehancuran yang akan menanti. Hanya dengan sistem Islam dalam bingkai Khilafah umat Islam akan meraih kemuliaan.

Wallahu a’lam bish-showab.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *