Praktik Monopoli SDA Malut Ala Kapitalis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Aisyah

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alamnya, bahkan bisa dikatakan kekayaan alamnya tidak terbatas. Tidak hanya kekayaan hayati namun juga dikenal dengan kekayaan hasil tambangnya, seperti: petroleum, timah, nickel, gas alam, emas, perak, tembaga, timah, batu bara dan lain-lain. Di mata dunia Indonesia terlihat begitu besar potensinya dan begitu cantik untuk dilihat oleh investor.

Maluku utara merupakan salah satunya yang dikenal akan kekayaan alam. Kekayaan alamnya meliputi laut, ladang, hutan dan tambang. Hal ini yang membuat Maluku Utara tak kalah menarik perhatian para investor asing dan aseng. Bahkan tak lama lagi Maluku Utara akan memiliki industri bahan baku baterai mobil listrik. Yang Saat ini pabrik tersebut sedang dibangun oleh tambang Harita nickel di Kawasi, Obi Halsel. Menurut yang direncanakan industri masa depan ini akan berproduksi pada akhir tahun 2020 dan sekarang sedang memasuki tahap konstruksi akhir. Hal ini diungkap oleh kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Nirwan MT Ali. Kabarmalut 19/06/2020

Industri bahan baku baterai mobil listrik tergolong baru di Indonesia dengan teknologi yang mutakhir. Industri ini akan mengolah nickel kadar rendah (nickel sulfat dan nickel kobalt sulfat) yang akan dijadikan bahan baku baterai mobil listrik. Industri baru ini akan membutuhkan 1.920 orang tenaga kerja profesional, belum termasuk kontraktor dan industri pendukung lainnya. Diperkirakan nilai investasi industri bahan baku baterai mobil listrik ini sebesar Rp14 triliun. Investasi ini diharapkan mampu membantu perekonomian Maluku Utara yang sedang terpuruk akibat pandemi covid-19. Ungkap Nirwan yang dikutip dalam kabar malut.

Nina bobo tentang betapa melimpahnya sumber alam kita dan praktik para pemegang tampuk pemerintahan yang lebih suka jalan pintas ditambah paradigma indonesia negara kaya telah membuat kita terlena. Padahal sejatinya telah dikuasi oleh korporasi asing dan aseng. Sebut saja tambang emas di Gosowong, Halmahera Utara yang dikelola oleh PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM), anak perusahaan Newcrest Mining asal Australia dengan PT Aneka Tambang. Berdasarkan info, saham PT NHM dimiliki oleh Newcrest Australia sebanyak 75% dan PT Aneka Tambang (Persero) sebanyak 25%. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, fasilitas pengolahan atau smelter nikel di Indonesia didominasi oleh investasi dari China. “Investasinya dari China,” kata Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Jumat (23/8/2019)

Akankah sesuai yang diharapkan?
Sudah seharusnya pemerintah Maluku Utara belajar dari pengalaman sebelumnya. Maluku utara sebagai daerah yang banyak terdapat perusahaan tambang, namun hal tersebut tidak memberikan dampak ekonomi yang cukup signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Seperti yang diketahui Maluku Utara pada 2019 memiliki PAD sebesar Rp. 433 miliar. Padahal seharusnya bisa lebih dari itu. Bahkan menurut Ketua Komisi II DPRD Provinsi (Deprov) Malut, Ishak Naser di kutip dari harian halmahera com. mengatakan “Pungutan bukan pada diperusahaan dan bukan karena IUP melainkan alat berat karena masuk dalam pajak kendaraan bermotor, kemudian menggunakan air permukaan, jikalau perusahaan tidak memakai air permukaan berarti tidak dikenakan pajak.”

Sedangkan dalam hal ketenagakerjaan, bukan mengambil tenaga kerja lokal malah justru memasukkan Tenaga Kerja Asing lebih banyak. Hal ini membuat angka kemiskinan dan pengangguran mengalami kenaikan. Dilansir dari BPS Maluku Utara pada 2019 tingkat kemiskinan naik 6,77 persen dari sebelumnya 6,44 persen. Ini menandakan Masyarakat setempat tidak menikmati apa saja yang telah dikeruk oleh perusahaan tambang. kehidupan penduduknya serba kekurangan. Harusnya penduduk sekitar mendapatkan haknya untuk bisa hidup lebih baik karena tanahnya telah dieksploitasi.

Padahal, hal ini jika dikaji dengan baik, berarti nilai ekonomi bisa dirasakan kepada masyarakat jika keuangan dari hasil pertambangan bisa dikelola dengan baik.

Ketua Komisi IV Haryadi Ahmad dalam harianhalmahera.com mengatakan “Seharusnya, pendapatan yang didapatkan itu berimbang, agar output bisa dirasakan masyarakat, itu yang kita harapkan. Jikalau hal ini tidak terjadi berarti bisa dikatakan pengelolaan anggarannya kurang terealisasi dengan baik,” Dia meminta, pengelolaan anggaran diperuntukan untuk masyarkat, karena kesejahteraan masyrakat itu yang harus diutamakan, ketimbang pengelolaan itu hanya dirasakan segelintir orang saja.

Jika sumber daya alam hingga kini masih dikuasai segelintir orang, maka sampai kapan harapan itu terealisasikan? Sampai kapan penduduk Maluku Utara terus miskin dan hanya mampu melihat korporasi mengeruk hasil bumi tanpa bisa dihentikan. Dan mereka hanya ditimpakan masalah demi masalah atas alam yang selalu dieksplorasi.

Bukankah sumber kebijakan yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945 ayat 3 adalah, Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat? Jika mengacu pada UUD 1945 maka disini jelas sumber daya alam pengelolaannya dikuasai oleh negara karena negara berkewajiban mengaturnya untuk kemaslahatan seluruh rakyatnya.

Namun para kapitalis tidak kehabisan ide untuk terus bisa menguasai kekayaan alam yang ada. Maka disahkanlah revisi UU minerba pada 2020 ditengah orang-orang perhatiannya sedang terpusat pada pandemi covid-19. Inilah jebakan demokrasi, undang-undang yang dibuat justru menguntungkan korporasi ataupun individu itu sendiri. Sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme berada dalam jebakan korporasi yang mampu merusak lingkungan dan menimbulkan penderitaan. Dalam sistem ekonomi kapitalisme memberikan peluang kepada perusahaan swasta dalam atau luar negeri bebas mengelola sumber daya alam yang dimiliki negara melalui pemberian izin konsesi. Karena sejatinya ekonomi kapitalis mendapatkan payung hukum dari sistem demokrasi itu sendiri.

Bagaimana Islam Mengatur Pengelolaan SDA?

Islam merupakan agama yang sempurna lagi paripurna. Islam mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Islam memandang kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Kemudian hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum.

Rasulullah saw. Bersabda :

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).

Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).

Mau al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika kemudian Rasul saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing.Tentu yang menjadi fokus dalam hadis tersebut bukan “garam”, melainkan tambangnya. Dalam konteks ini, Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan, “Ketika Nabi saw. mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mataair dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini karena sunnah Rasulullah saw. dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapapun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.” mediaumat.23/06/2020
Jadi haram hukumnya sumber daya alam dikuasai kapitalis. Sudah saatnya Islam dijadikan satu-satunya hukum dalam melindungi sumber daya alam dan menyejahterakan umat.
Wallahualam bissawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *