PPKM DARURAT LAGI? KENAPA TIDAK LOCKDOWN DAN JAMIN KEBUTUHAN

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Setiani Sutikno (IRT dan Aktivitis Dakwah)

 

Sejak merebaknya virus Corona ditanah air dimulai pada Maret 2020 hingga saat ini. Begitu banyak kebijakkan telah diambil oleh Pemerintah tetapi nyatanya belum juga bisa menjinakkan atau bahkan mengatasi agar virus ini tidak merajalela.

Beberapa pekan ini mencuat wacana baru yang disebut dengan PPKM darurat yang sedang diterapkan sebagaimana dikutip dari media news.detik.com(16/07/2021) Sleman – Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali akan diperpanjang hingga akhir Juli mendatang. Perpanjangan masa PPKM Darurat itu diungkapkan oleh Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy.

“Tadi rapat kabinet terbatas yang saya ikuti waktu saya di Sukoharjo sudah diputuskan bapak Presiden (PPKM Darurat) dilanjutkan sampai akhir Juli. Sampai akhir Juli PPKM,” kata Muhadjir saat meninjau Hotel University Club UGM yang dijadikan shelter pasien Corona, Sleman, Jumat (16/9/2021).

Berlarutnya pandemi dan perpanjangan PPKM Darurat jelas akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Ditakutkan, meski ekonomi sudah “dikorbankan”, Covid-19 masih tak dapat ditekan.

Sejak awal, Pemerintah menghindari istilah lockdown karena ada beban pemenuhan kebutuhan rakyat dengan istilah tersebut. Pemerintah tidak sanggup jika harus menyubsidi seluruh kebutuhan rakyat selama lockdown karena kondisi ekonomi saat ini tidak memungkinkan.

Kebijakan apa pun terkait pandemi Covid-19 ini—apa pun istilahnya—kebutuhan dasar rakyat harus menjadi prioritas utama. Keselamatan dan nyawa rakyat harusnya lebih diutamakan ketimbang ekonomi negara.

Ekonomi negara yang ambruk masih bisa diperbaiki. Namun, jika rakyat banyak yang sakit bahkan meninggal, itu akan menjadi masalah yang sangat besar. Kita tentu juga tidak menginginkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul ikut terpapar menjadi korban wabah ini.

Seharusnya, dari awal virus Corona mulai diketahui masuk ke Indonesia, pemerintah segera mengambil pilihan lockdown dan mengatasi segala risiko akibat kebijakan tersebut. Juga menyediakan berbagai fasilitas untuk rakyat dalam masa lockdown dan memenuhi segala kebutuhan dasarnya.

Jika pun alternatif lockdown sudah tidak memungkinkan diambil, apa pun istilahnya—karantina wilayah, PPKM Darurat, atau lainnya—kebutuhan dasar rakyat harus dipenuhi agar rakyat bisa berdiam diri di rumah selama masa social distancing atau isolasi. Karena kondisi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Masalah ekonomi negara bisa dibangun lagi jika kondisi sudah makin aman dan terkendali.

Berbeda dengan solusi yang sistem Islam tawarkan melalui Daulah Islamiyyah nya sebagai mana penjelasan yang ada dibawah ini

Negara Islam (Daulah Islamiah) adalah negara yang mandiri. Sumber pendapatan negara berasal dari pengelolaan kekayaan alam di seluruh wilayah kekuasaannya secara sungguh-sungguh dan amanah. Selain itu, juga bisa didapatkan dari hasil penaklukan wilayah di luar kekuasaannya, baik melalui perang atau penaklukan damai.

Ekonomi Islam juga lebih tangguh dan bebas dari inflasi karena negara Islam mengutamakan sektor ekonomi riil, bukan nonriil seperti pasar modal dan saham. Negara Islam menggunakan mata uang dinar (emas) dan dirham (perak) yang lebih tahan banting dibanding uang kertas, nilai nominal dan nilai intrinsiknya sama.

Islam adalah konsep kehidupan paling manusiawi di dunia. Setiap nyawa rakyat akan dijamin kebutuhan dasarnya, person to person. Bukan hanya angka di atas kertas seperti sistem ekonomi kapitalisme. Semua kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan dipenuhi negara Islam. Juga kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap warga negara menjadi prioritas.

Pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan dilakukan dengan mekanisme tidak langsung. Caranya, Islam mewajibkan setiap individu laki-laki yang baligh dan berakal untuk bekerja, terlebih kepada laki-laki yang sudah memiliki tanggungan seperti sudah menikah dan harus menafkahi keluarganya. Dalam hal ini, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan untuk warga negaranya.

Jika individu laki-laki tersebut tidak mampu, kewajibannya diserahkan kepada ahli waris dan kerabat dekatnya. Jika tidak mampu juga, negaralah yang akan mengambil alih peran pemenuhan kebutuhan pokok mereka dengan menggunakan uang di kas negara (baitulmal).

Adapun untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan warga negara, negara Islam akan memenuhinya dengan mekanisme langsung. Melalui strukturnya, negara Islam akan menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan rakyat secara gratis. Jika dana di baitulmal kosong, barulah negara memungut pajak (dharibah) kepada warga negara laki-laki muslim yang kaya saja.

Jadi, masalah kesehatan ini adalah masalah utama negara yang akan mendapat prioritas dan pemimpin (khalifah) dalam sistem Islam akan senantiasa sungguh-sungguh menjalankan amanahnya dalam melindungi nyawa rakyatnya, apalagi pada masa pandemi wabah penyakit.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw.,

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari). Wallahu a’lam bish-shawab. [MNews/Gz]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *