Potensi Unggul Generasi Incaran Korporasi, Sadarkah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Sherly Agustina, M.Ag (Kontributor media dan pemerhati kebijakan publik)

 

Allah Swt. berfirman: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali ‘Imran [3]: 110).

 

Potensi Generasi Incaran Korporasi

 

Dilansir dari Kompas.com, 8/1/21, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Google, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka membuat program Bangun Kualitas Manusia Indonesia (Bangkit) 2021.  Bangkit merupakan program pembinaan 3.000 talenta digital terampil untuk  menyiapkan sembilan juta talenta digital terampil pada tahun 2030. Mereka mendapatkan 20 SKS dan sertifikat Google.

 

Mahasiswa di semua perguruan tinggi Indonesia ditawarkan program ini agar dapat mengimplementasikan Kampus Merdeka melalui studi/proyek independen.  Untuk mendapatkan kompetensi di bidang machine learning, mobile development, dan cloud computing. Kemudian, pada akhir program membekali  mahasiswa dengan keahlian teknologi dan soft skill yang dibutuhkan.  Tujuannya agar sukses berpindah dari dunia akademis ke tempat kerja di perusahaan terkemuka.

 

Program ini bagian dari link and match yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Sekilas, program ini terlihat baik karena membekali generasi dengan skill yang bisa menghadapi tantangan zaman. Karena melihat angka pengangguran di Indonesa begitu besar, terlebih pasca pandemi melanda negeri ini dan mengalami resesi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pengangguran per (8/20) 9,77 juta orang (Kompas.com, 5/11/20).

 

Namun, jika ditelaah lebih dalam tentang program link and match ini seakan menjadikan manusia bagai robot atau mesin industri. Dimana lembaga pendidikan bekerja sama dengan industri, mencetak SDM yang mampu bersaing di pasar nasional dan internasional. Memang terlihat mutualisme antara lembaga pendidikan dan industri, pemerintah pun sangat menyetujui program ini.

 

Hal tersebut wajar, karena sistem yang diterapkan di negeri ini adalah Kapitalisme. Aura materialisme sangat kental dalam sistem ini, jadi program apapun yang menghasilkan materi akan didukung tanpa melihat apakah benar atau salah. Para orang tua pun akhirnya terjebak dengan kondisi ini, mereka selalu bertanya pada anaknya kalau sekolah atau belajar di lembaga yang tidak diminati pasar nanti bagaimana masa depannya. Bahkan, ketika sudah lulus belajar selalu bertanya sudah punya pekerjaan atau belum.

 

Tak sedikit orang tua yang itung-itungan atas biaya  yang sudah dikeluarkan menyekolahkan anaknya, agar segera bisa diganti dengan secepatnya mendapat pekerjaan. Maka, hal ini bisa memicu stres pada mereka yang nasibnya tak seberuntung orang lain yang lain dalam mendapatkan pekerjaan. Ada pola atau konsep yang kurang tepat dalam menyikapi semua ini.

 

Islam Sistem yang Kompleks

 

Allah berfirman, bahwa umat Islam adalah umat terbaik, yang dilahirkan untuk manusia. Jika Allah sudah menjelaskan demikian, berarti Islam memiliki konsep yang jelas untuk membawa dunia ini ke arah yang baik sesuai syariah. Menjadi pemimpin bukan follower, mengendalikan bukan dikendalikan apalagi hingga diperalat musuh Islam termasuk potensi unggul yang dimiliki generasi umat Islam.

 

Islam memiliki konsep yang jelas tentang dunia pendidikan dan pekerjaan. Dimana Islam mendorong umatnya untuk menuntut ilmu baik laki-laki ataupun perempuan. Bahkan, menimba ilmu dari sejak dilahirkan hingga ke liang lahat. Mencari ilmu dan belajar niatnya karena Allah, yang nanti akan dikembangkan, diamalkan dan disampaikan pada orang lain yang belum tahu.

 

Tidak ada kaitannya, belajar untuk bekerja seperti konsep kapitalisme saat ini. Sementara bekerja, Islam mengatur dalam sistem ekonomi. Dimana bekerja menjadi kewajiban para penanggung nafkah, seperti suami, kakak kandung yang menjadi wali. Negara mendorong hal tersebut sebagai upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang ditanggungnya.

 

Negara memfasilitasi lapangan pekerjaan, jika ada warga negara yang tak memiliki skill maka negara wajib membantunya dengan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan. Negara yang memetakan SDM di bidang industri, kimia, guru, dan sebagainya sehingga semua warga negara bisa berdaya guna sesuai dengan skill yang dimilikinya. SDM terfasilitasi dengan baik, berkualitas dan mendukung negara memiliki kualitas yang unggul serta siap bersaing di dunia internasional.

 

Bukan memaksakan generasi atau SDM seperti mesin industri atau robot agar sesuai keinginan pasar, apalagi pasar saat ini dikuasai oleh asing. Sejatinya, mendorong mereka seperti robotpun hanya untuk kepentingan asing bukan untuk negeri sendiri. Akhirnya, negeri ini ditinggalkan SDM yang berkualitas karena mereka sudah ‘dibeli’ dan menjadi milik asing. Indonesia hanya bisa gigit jari, tak sadar bahwa selama ini dibohongi korporasi.

 

Adalah hal fatal jika misalnya, dunia pendidikan dirombak kurikulumnya untuk mengikuti keinginan pasar, seperti industri, mekanik, IT dan semisalnya. Lalu, bagaimana dengan ilmu-ilmu lainnya yang kebetulan tak banyak diminati di dunia pasar baik nasional dan internasional. Sejarah, agama, geografi, misalnya tetap menjadi ilmu dan dibutuhkan oleh manusia dan negara.

 

Ketika berperang, negara harus menguasai geografi selain industri. Kemudian, profesi guru jika tak diminati dunia pasar siapa yang akan mendidik generasi. Bukankah selama ini lahirnya generasi tak lepas dari perjuangan dan pengorbanan para guru. Banyak aspek yang akan hilang jika mengikuti paradigma kapitalisme. Hal ini menunjukkan salah satu kecacatan sistem kapitalisme yang materialistik.

 

Berbanding terbalik dengan Islam, ilmu akan terus dilestarikan apapun itu selama tidak bertentangan dengan Islam. SDM dibentuk memiliki kualitas unggul, semua bidang dalam kehidupan memiliki aturan yang sempurna. Sehingga konsep negara dalam Islam unggul di segala bidang bahkan menjadi negara super power di dunia. Landasan semua itu adalah akidah Islam, melaksanakan syariah yang diperintahkan. Semata-mata untuk kesejahteraan dan rahmat bagi seluruh alam (QS. Al Anbiya: 107).

 

Allahu A’lam bi ash Shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *