Potensi Unggul Generasi Dilelang Demi Korporasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Khaulah (Aktivis BMI Kota Kupang)

 

Dalam tulisan KH. Hafidz Abdurrahman berjudul “Bagaimana Cara Khilafah Membina Generasi Muda?” diungkap sebuah kalimat dalam bahasa Arab,  “Syubanu al-yaum rijalu al-ghaddi” . Bahwasanya, pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang. Mereka adalah aktor pembentuk potret peradaban hari esok. Entah peradaban yang gemilang lagi berkualitas atau peradaban yang terperosok dalam lembah kemelaratan.

Sehingga, sudah seyogyanya negara sebagai institusi yang menaungi pemuda bersumbangsih membentuk kualitas mereka. Mengarahkan dan membiasakan mereka untuk tampil sebagai sebenar-benarnya agen perubahan.  Sayangnya, negara hari ini justru melelang potensi unggul yang dimiliki pemuda.

Hal ini tampak dari setiap kebijakan penguasa. Teranyar, ialah perombakan kurikulum SMK oleh Kemendikbud, kelanjutan dari program perkawinan massal antara pendidikan vokasi dengan dunia industri. Inti dari perombakan tersebut ialah agar SDM yang tercipta sesuai dengan kebutuhan industri.

“Kami pun telah memberikan penghargaan kepada 40 IDUKA (dunia industri, usaha, dan kerja) baik swasta maupun BUMN karena mereka turut membina puluhan, bahkan ratusan, satuan pendidikan vokasi. Mereka semakin menerima karena dengan ‘link and match’, lulusan pendidikan vokasi sesuai dengan kebutuhannya,” begitu tegas Wikan selaku Ditjen Vokasi Mendikbud.

Sekilas terlihat bahwa penguasa mementingkan kualitas para pemuda. Yakni, negara melakukan pemberdayaan potensi generasi. Namun, sejatinya tidak sama sekali. Karena, melibatkan korporasi dalam pemberdayaan potensi generasi sama artinya dengan menyerahkan potensi unggul generasi ke tangan para korporasi. Negara juga rela kehilangan potensi unggul nan berkelas generasinya.

Selain itu, negara pengadopsi sistem sekularisme kapitalisme seperti negeri ini justru mengkerdilkan peran pemuda. Pemuda difokuskan bahwa tugas mereka hanyalah belajar, berjibaku dengan rumus-rumus, dan buku-buku demi gelar dan sebuah kata sukses. Pemuda terkurung dalam ruangan kelas, tak boleh turut andil pada problematik di tengah-tengah umat.

Apalagi visi pendidikan hari ini yang bertumpu pada akidah sekuler, tentu menyiapkan pemuda menjadi generasi buruh yang siap memenuhi pasar-pasar industri para kapitalis. Negara pun memosisikan pemuda layaknya sapi perah yang dibayar murah oleh pengusaha.

Lebih-lebih, pemuda teracuni oleh paham materialisme, bahwa sukses ialah tatkala mendapat uang berlimpah. Mereka terbentuk menjadi pribadi individualis, tak sadar bekerja untuk para korporat.

Negara seperti ini bukannya mencetak generasi penoreh tinta emas, pembangun peradaban gemilang. Tentu saja bukan!

Satu-satunya negara yang dapat mencetak generasi berkualitas ialah negara penerap syariat Islam secara kafah, Khilafah. Pendidikan dalam Khilafah berasaskan akidah Islam, bervisi membentuk kepribadian Islam. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Sehingga, akan dirasakan oleh setiap warga negara, tak peduli miskin atau kaya, perempuan atau lelaki.

Sehingga, pendidikan akan mencetak generasi yang tunduk dan patuh pada Rabb-nya, juga generasi yang siap berkonstribusi untuk kegemilangan peradaban Islam. Apalagi potensi generasi muda yang sangat luar biasa, seperti badan yang perkasa, keteguhan, kecerdasan berpikir, pun ketegasan.

Potensi seperti ini tentu tumbuh dan subur di bawah asuhan negara Khilafah. Hal ini karena syariat Islam menjamah pada setiap lini kehidupan, mulai dari sistem pergaulan, sistem ekonomi, sistem kesehatan, dan lainnya.

Melalui penerapan sistem pergaulan, generasi dicegah dari kemaksiatan. Hal ini berdampak pula pada tercegahnya generasi dari dosa, dari pola pikir yang senonoh dan pola sikap yang jauh dari Islam.

Melalui penerapan sistem kesehatan yang berkualitas lagi murah bahkan gratis, generasi dicetak menjadi pemuda bermental sehat lagi kuat fisiknya. Mereka bukanlah pemuda pemalas, juga tak minum minuman keras, jauh dari narkotika yang merusak kesehatan.

Begitu pula dalam hal sistem ekonomi, generasi tak akan diracuni oleh pemikiran materialisme. Toh kebutuhannya sudah dipenuhi oleh negara, maka generasi hanya perlu membidik pahala besar untuk tabungan akhirat. Yakni, mengabdi pada umat, pada Islam, menjadi penoreh peradaban gemilang.

Generasi yang lahir dari negara Khilafah akan jauh dari “mengharap remah ekonomi dari para korporat”. Mereka terbentuk menjadi generasi berkepribadian Islam, teguh keimanan, tegas melawan kemungkaran. Ya, merekalah generasi unggul nan berkelas, yang keunggulannya tak dilelang oleh negara demi korporasi.

“Mereka adalah pemuda gagah dan pemilik badan kuat perkasa. hati mereka teguh dengan iman tulus membaja, berpendidikan, dan bersikap tegas dalam menghadapi kemungkaran”. (Sayyid Quthb).

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *