Pornografi Jerat Semua Usia, Bagaimana Nasib Generasi Selanjutnya?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pornografi Jerat Semua Usia, Bagaimana Nasib Generasi Selanjutnya?

Rasha Alfitri

 

Salah satu sisi gelap kemajuan teknologi adalah membuat konten pornografi semakin mudah diakses. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun dilibatkan dalam lingkaran kemaksiatan ini. Mulai dari menjadi konsumen, pelaku, hingga korban. Jika tidak dihentikan dengan serius, lantas bagaimana nasib generasi berikutnya?

 

Dahulu, pornografi merupakan hal tabu yang sangat dihindari masyarakat. Akan tetapi, kini pornografi seolah menjadi hal biasa yang bertebaran di masyarakat. Padahal, kasus ini sudah menghasilkan banyak pelaku tindakan amoral yang kejahatannya di luar nalar.

 

Seperti pada 23 Juli 2024 lalu, Tim Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Diteskrimsus) Polda Jateng telah menangkap pelaku penjual video pornografi yang juga menyediakan konten pornografi balita. Pelaku dikenai jeratan dua undang-undang sekaligus, yakni terkait Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pornografi. Ia mendapat ancaman maksimal penjara 12 tahun dengan denda Rp6 miliar.

 

Sedangkan pada 13 November 2024 lalu, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Jakarta Selatan membongkar dua kasus eksploitasi anak dan penyebaran konten pornografi melalui aplikasi Telegram. Dari penangkapan ini, ditemukan tiga pelaku dengan kasus kejahatan masing-masing. MS (26) adalah pelaku kejahatan bisnis video pornografi adegan asusila anak di bawah umur, S (24) adalah penjual dan pemeran konten pornografi, lalu SHP (16) membantu S dalam mencari anak di bawah umur yang hendak dijadikan “talent” di dalam video yang diproduksi oleh S.

 

Atas tindakannya itu, ketiga pelaku dikenai Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 52 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman 20 tahun penjara.

 

Adapun dalam peristiwa lain pada 1 September 2024 lalu, terjadi kasus pemerkosaan serta pembunuhan anak perempuan di bawah umur, AA (13) di sebuah TPU wilayah Palembang. Kejadian tersebut dilakukan oleh 4 orang pelaku yang juga masih di bawah umur, yakni IS (16), MZ (13), NZ (12), dan AS (12). Para pelaku mengaku tak tahu apabila korban sudah meninggal, mereka kira korban hanya. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata para pelaku pernah terpapar konten pornografi (meskipun untuk beberapa pelaku belum dipastikan apakah sudah memasuki ranah kecanduan atau tidak). Di ponsel IS juga ditemukan sejumlah video porno.

 

Dari segelintir kasus tersebut saja sudah dapat diketahui bahwa kondisi masyarakat hari ini memang tidak baik-baik saja. Indonesia pun mendapat peringkat baru di tingkat internasional sebagai salah satu negara yang paling banyak temuan konten pornografi anak. Menurut data dari National Center of Missing and Exploited Children (NCMEC), kasus tersebut berjumlah 5.566.015 dalam waktu empat tahun terakhir.

 

Meskipun dari beberapa kasus yang sudah dipaparkan di atas para pelaku sudah mendapatkan hukuman sesuai UU yang berlaku, namun siapa yang akan membayar jejak “peninggalan” mereka bagi generasi di masa depan?

 

Peran Pemerintah

Mengetahui bahwa—selain darurat judi online—Indonesia darurat pornografi, pemerintah turun tangan dengan membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 25 Tahun 2012. Nantinya, Satgas ini akan melibatkan 6 Kementerian, Kejaksaan, Polri, KPAI, LPSK dan PPATK. Satgas ini juga hadir sebagai upaya perbaikan kinerja satgas pornografi yang lalu. Dikutip dari Mediaindonesia.com, Satgas ini akan melakukan sinergi dalam menghadapi pornografi mulai dari pencegahan, penanganan, penegakan hukum, serta pascakejadian.

 

Akan tetapi, perlu diingat bahwa fenomena kasus pornografi yang sudah seperti gunung es ini penyebabnya kompleks. Mulai dari skala penjagaan seseorang paling dekat (keluarga), masyarakat, lingkungan pendidikan, hingga pemerintah juga turut berperan dalam menjaga keamanan kehidupan seseorang dari berbagai pengaruh buruk, seperti pornografi. Diperlukan kerja sama yang kompak dan memiliki kesamaan visi untuk membentuk generasi yang baik.

 

Islam Punya Solusi

 

Sebagai agama yang sudah dijamin kesempurnaannya, Islam ternyata memiliki solusi untuk masyarakat (umat) jika ingin memiliki generasi yang baik. Semua itu sudah ada aturannya bahkan sejak seseorang belum berkeluarga, yakni saat memilih pasangan hidup. Melalui aturan ta’aruf dan pernikahan syar’i, Islam mengajarkan bahwa pasangan hidup itu memang perlu dipilih dan diperjuangkan dengan cara yang baik. Hal ini dikarenakan dari situlah akan muncul calon keluarga pencetak generasi.

 

Setelah itu, Islam juga memiliki aturan bahwa apa yang dikonsumsi seseorang (khususnya) Muslim ialah harus bersifat halal dan tayib. Hal ini akan berpengaruh pada kehidupan pribadi maupun keluarga. Rezeki yang halal dan tayib juga bermanfaat jika dilihat dari sisi kesehatan. Tidak cukup sampai di situ, Islam juga memiliki aturan bagaimana konsep parenting, sistem pergaulan, sistem pendidikan, maupun sistem pemerintahan yang baik. Baik di sini tidak lagi berasal dari jaminan manusia, namun langsung dari Sang Pencipta Manusia.

 

Sayangnya, masyarakat saat ini lebih memilih menggunakan sistem sekulerisme yang tidak berasal dari Sang Pencipta Manusia sehingga berbagai permasalahan pun bermunculan. Meskipun kebebasan beragama masih diperbolehkan, namun agama seolah dicukupkan hanya untuk membahas kegiatan ritual saja. Apabila agama digunakan untuk membahas hal yang lebih jauh dari itu, maka suara agama akan dibungkam.

 

Membahas pengaruh sistem sekulerisme bukan sesuatu yang berlebihan karena memang bukti nyata efek buruknya sudah banyak. Jika dikaitkan dengan meluapnya kasus pornografi yang sudah disinggung sebelumnya, maka sistem sekuler berperan dalam mencetak kepribadian seseorang yang lebih mengutamakan kebebasannya dalam bertindak. Alhasil, tak peduli barang apa yang tengah diperjualbelikan, hal apa yang sudah dilakukan, semua itu tidak terlalu penting jika dibandingkan dengan rasa senang pada materi dan hasrat seksual yang selalu diutamakan.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *