Polemik Minol dan Akar Penyebabnya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummu Zubair (Aktivis Dakwah)

 

Polemik minol di negeri ini, merupakan topik yang tak pernah surut diperbincangkan. Meskipun lampiran perpres terkait investasi industri miras sudah dicabut oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, namun pencabutan perpres tersebut tidak menjamin pengaruh buruk minol hilang.

Industri minuman keras mengandung alkohol (minol) termasuk dalam bidang usaha penanaman modal dengan persyaratan tertentu. Hal ini kiranya yang menjadi sebab mengapa minol masih diproduksi di negeri ini, payung legalitasnya ada.

Pelarangan minol akan berpotensi kerugian negara yang disinyalir hingga mencapai 6 sampai 9 triliun. Danang meminta DPR dan pemerintah berhati-hati dalam membahas RUU minol ini di tengah ekonomi negara yang belum stabil. Sebab, cukai minol pada APBN 2017 dipatok Rp. 6 triliun dan di tahun 2019 akan dipatok Rp. 9 triliun. Jangan sampai ada pelarangan, karena dampaknya sangat luas. (beritasatu.com)

Inilah ironi yang terjadi pada negara yang menerapkan sistem kapitalisme, dimana negara hanya memperhitungkan untung rugi tanpa memperhatikan halal haram suatu benda ataukah perbuatan. Dalam sistem ekonomi kapitalis, standar negara adalah materialisme atau keuntungan semata. Hal tersebut melahirkan pola pikir yang individualis tidak peduli terhadap orang lain. Negara yang menerapkan sistem kapitalisme akan dengan leluasa melegalkan minol tanpa memperdulikan kemaslahatan rakyat, apalagi terkait kehalalan atau keharamannya. Maka jelas akar penyebab dari beredarnya minol adalah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.

Sangat berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Dalam Islam, standar hukum yang diterapkan oleh negara bersumber dari Sang Pencipta. Minol dalam pandangan Islam hukumnya haram.

Allah Swt. berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. “ (Q.S Al-Maidah ayat 90)

Dengan demikian, negara yang menerapkan sistem Islam jelas tidak akan membuka celah bagi produksi miras. Sudah selayaknya kita sebagai seorang muslim kembali pada tatanan kehidupan Islam yang mengandung kemaslahatan bagi seluruh umat.

Wallahu a’lam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *