Peta Jalan Pendidikan, Sekulerkan Pelajar

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh. Diana Septiani (Pemerhati Pendidikan)

 

Pada tanggal 12 Maret 2021 lalu, #CopotNadiem menjadi trending topik pembicaraan di jagat media sosial. Pasalnya pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menghilangkan frasa agama dalam visi pendidikan. Tentu masyarakat luas menolak keras akan kebijakan tersebut.

Kini Kemendikbud tengah menggodok peta jalan pendidikan nasional tahun 2020-2035 dan merevisi UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Rencananya peta jalan pendidikan ini akan disahkan menjadi Peraturan Presiden pada bulan Mei hingga Oktober mendatang.

Problem Penyusunan

Meski masih dalam tahap penyusunan, peta jalan pendidikan ini telah menunjukkan beberapa problem yang perlu kita kritisi. Sebagaimana misalnya, menurut PP Muhammadiyah, Abdul Mukti, peta jalan pendidikan ini disusun secara sembunyi-sembunyi. Tidak melibatkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan juga partisipasi publik.

Kedua, adanya kepentingan asing dalam penyusunan peta jalan pendidikan ini. Terbukti bahwa selain menerima masukan dari Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), Kemendikbud juga menerima masukan dari organisasi dunia seperti Bank Dunia dan Organization for Economic Cooperation and Development alias OECD.

Ketiga, dalam draft rumusan paling mutakhir, yaitu tanggal 12 Desember 2020, tidak ditemukannya frasa agama. Justru frasa budaya dijadikan acuan nilai pendamping Pancasila. Bunyi visi pendidikan nasional tahun 2035 tersebut, “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan Pancasila.”

Sekulerkan Generasi

Nilai-nilai moderasi begitu kuat dalam penyusunan peta jalan pendidikan ini. Generasi semakin dijauhkan dari pemahaman terkait agama. Agama hanya dijadikan formalitas belaka. Dalam penanaman nilai-nilai pluralisme dan multikulturalisme di dunia pendidikan, memaksa generasi berpandangan bahwa semua agama benar. Tidak boleh mengklaim, bahwa kebenaran hanya milik agama tertentu dan mengkafirkan agama lainnya. Tentu hal ini sangat berbahaya apalagi generasi saat ini sangat rapuh keimanannya.

Proses mengsekulerkan generasi melalui kurikulum pendidikan sangat dipercaya ampuh oleh Barat. Karena, mereka sangat memahami bahwa kurikulum adalah elemen terpenting dalam pendidikan. Dan melalui pendidikan, akan terjadi proses penanaman nilai yang sangat menentukan produk pendidikan kelak.

Peta yang Benar

Sudah seyogyanya kita menyelesaikan persoalan pendidikan bangsa ini dengan apa yang telah Allah swt., tetapkan dan Rasulullah saw., contohkan. Dalam perspektif Islam, pendidikan merupakan upaya yang dilakukan secara sadar, terstruktur dan sistematis untuk mensukseskan misi pencipta manusia, yaitu sebagai abdullah (hamba Allah) dan khalifah fil ardh (wakil Allah di muka bumi).

Pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sistem hidup Islam. Mengapa kita malah memilih peta jalan pendidikan yang menciptakan generasi sekuler daripada merancang peta jalan yang benar yang sesuai dengan aturan Islam? Allah swt., bertanya kepada kita dalam Q.S. Al Maidah ayat 50, “Apakah hukum jahiliyah yang kalian kehendaki? Dan hukum siapakah yang lebih baik bagi orang-orang yang yakin?”.

Wallahu a’lam bishshowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *