Pernikahan Utuh dalam Sistem Kaffah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pernikahan Utuh dalam Sistem Kaffah

Oleh Ayu Sunarti

( Kontributor Suara Inqilabi)

 

Perselingkuhan semakin marak itu menunjukkan rapuhnya ikatan pernikahan yang dibangun dalam keluarga. Ada banyak penyebabnya, hal yang dominan keterikatan secara fisik dan mencari kesenangan. Di dalam sistem sekuler kapitalis sangatlah wajar di mana azas manfaat dan kesenangan jasmani menjadi tujuannya. Dan rendahnya keimanan mereka sehingga kesenangan dianggap sebagai salah satu solusi persoalan dan selingkuh itu menjadi pilihan.

Indonesia adalah negara dengan tingkat perselingkuhan kedua tertinggi di Asia setelah Thailand, berdasarkan hasil survei aplikasi Just Fasting sebanyak 40% responden mengakui pernah berselingkuh, sedangkan responden Thailand sebesar 50%. Perempuan di Indonesia lebih banyak mengaku pernah berselingkuh. (Tribun News, 18-2-2023).

Dan menurut laporan World Population Review, Indonesia menjadi negara keempat dunia dengan kasus perselingkuhan terbanyak, setelah India, Cina, dan Amerika dan beberapa negara Barat menganggap perselingkuhan itu hal yang biasa.

Misalnya di America, dari orang yang pernah menikah setengahnya pernah berselingkuh, setidaknya sekali selama pernikahannya, seperti di Eropa, Denmark, Belgia, Norwegia dan Perancis, mengaku lebih dari 40% pernah tidur dengan seorang di luar pernikahannya. (Pikiran Rakyat, 17-2-2023).

Sebagian besar perselingkuhan itu dimulai dengan teman dekat atau rekan kerja. Biasanya perselingkuhan itu berlangsung selama rata-rata dua tahun lamanya, sebagian ada yang rujuk dan sebagian juga ada yang berujung dengan perceraian.

Alasan mereka berselingkuh pun bermacam-macam. Karena ketidakpuasan dalam hubungan atau hanya sekadar ingin mencari kesenangan. Seseorang yang merasa bosan dengan pasangannya bisa mencari pasangan di luar pernikahannya.

Pangkal perselingkuhan adalah sekularisasi liberal menjadi pangkal rapuhnya ikatan rumah tangga dan memicu terjadinya perselingkuhan. Paham ini menjauhkan kehidupan manusia dari agama, misalnya fungsi qawwamah yang hilang dari suami, dan fungsi ibu sebagai pengurus rumah tangga hilang dari istri. Jika fungsi qowwamah sudah hilang, maka memudarlah keinginan suami untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan istrinya. Padahal inilah yang dapat membahagiakan istri.

Dalam sistem kehidupan sekuler, standar kebahagiaan adalah materi, suami dan istri akan sibuk demi mendatangkan kebahagiaan, tidak disadari mereka telah menelantarkan anak. Rumah yang seharusnya menjadi tempat nyaman keluarganya malah menjadi terminal, tempat suami dan istri untuk tidur sejenak, dan ini yang merenggut kebahagiaan keluarga.

Rusaknya sistem pergaulan dalam masyarakat sekuler yaitu interaksi antara perempuan dan laki-laki tidak terbatas. Khalwat antara laki-laki dan perempuan bukan mahram menjadi hal yang biasa.

Budaya liberal yang mendewakan kebebasan. Jadi individu-individu bebas melakukan apa saja demi meraih kesenangan, dan kebebasan media menjadikan hubungan laki-laki dan perempuan hanya sebatas hawa nafsu.

Pernikahan menurut Islam adalah ibadah dan berjanji untuk saling memenuhi, melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sebagai suami dan istri. Standar kebahagiaan seorang muslim adalah rida Allah Ta’ala bukan materi. Kehidupan rumah tangga yang dibangun berlandaskan agama akan menghadirkan pernikahan yang samara, ketentraman, ketenangan, dan kebahagiaan. Dalam Islam sangat jarang, tidak akan ditemukan perselingkuhan yang terjadi seperti saat ini.

Berbagai kasus perselingkuhan di tengah umat saat ini karena tidak diterapkanya syariat Islam, tidak ada fungsi negara sebagai pelindung. Hanya sistem Islam yang mampu melindungi keutuhan rumah tangga. Menerapkan aturan Islam adalah perintah Allah Ta’ala. Bukti kesempurnaan iman kita akan Maha Sempurnanya aturan Allah Swt.

Wallahu’alam bishawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *