Perhatikanlah Halal Haram

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Syntasari

 

Sungguh miris saat melihat dua sejoli yang pernikahannya berbeda agama, satunya muslim satunya Kristen. Jika diluar Islam mungkin tidak ada larangan, namun bagi aturan dalam agama Islam hal ini haram untuk dilakukan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَا لُوْۤا اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۗ وَقَا لَ الْمَسِيْحُ يٰبَنِيْۤ اِسْرَآءِيْلَ اعْبُدُوا اللّٰهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ ۗ اِنَّهٗ مَنْ يُّشْرِكْ بِا للّٰهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ الْجَـنَّةَ وَمَأْوٰٮهُ النَّا رُ ۗ وَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَا رٍ
“Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.” Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.”
(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 72)

Memang jika kita berbicara menggunakan sudut pandang manusia mungkin hal ini boleh-boleh saja tak masalah yang penting mereka bisa hidup bahagia dan akur. Toh mereka yang menjalani. Begitu kan kata orang-orang? Mereka membela kesalahan agar kesalahan itu dibenarkan dan diterima oleh masyarakat yang akhirnya hal itu dianggap benar.

Tapi bagaimana dengan pandangan dimata Allah Swt? Bagaimana dengan sudut pandang Islam? Tentu jelas tetap Haram. Pernikahan dua agama yang berbeda, apalagi jika suaminya non muslim yang nantinya menjadi pemimpin seorang istri muslimah. Seorang non muslim dijadikan pemimpin umat muslim saja dilarang Allah apalagi dijadikan pemimpin dalam keluarga.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَا لنَّصٰرٰۤى اَوْلِيَآءَ ۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِ نَّهٗ مِنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin(mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 51)

Seperti halnya dengan masalah riba. Di mata manusia riba tak masalah, boleh-boleh saja. Tapi dipandangan Allah Swt, riba adalah dosa besar, tak melihat apakah nominal ribanya besar atau kecil. Namun hal ini sudah menjadi biasa dan dianggap benar meskipun ditengah-tengah masyarakat umat muslim.

Begitulah contoh jika kehidupan menggunakan aturan dari hasil pemikiran manusia. Sifatnya “Seenak gue dong …, Hidup- hidup gue, lho mau apa?”
Narasi seperti itu sangat berbahaya untuk kaum muslim. Tak heran jika kita menemui umat muslim sekarang yang tak kenal dengan agamanya sendiri. Sudah tak mengenal ajaran agamanya sendiri ditambah gempuran peradaban yang menjauhkan mereka dari Islam. Kalau menurut peribahasa sudah jatuh ketimpa tangga.

Sebagai seorang muslim harus tahu, bahwa kelak setelah kematian masih ada kehidupan di akhirat yang harus dipertanggungjawabkan. Dari pertanggungjawaban itulah nantinya yang akan menentukan kita layak masuk surga atau neraka. Pertanggungjawaban ini tentu yang dihisab adalah perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan di dunia. Terkadang pemahaman seperti ini yang hilang dan dilupakan di benak kaum muslim. Akhirnya mereka bisa berprinsip hidup seenaknya yang penting bahagia. Entah kebahagiaan itu diraih dengan halal atau haram tak dipedulikan.

Jadi saat hidup di dunia penting bagi kita untuk memperhatikan halal dan haram, jika tidak maka yang ada kita akan mudah terjerumus dalam kemaksiatan. Karena halal haram ini penting, maka kita perlu banyak mengkaji Islam secara kaffah. Jadi dengan mengetahui halal haram kita punya batasan-batasan yang harus kita lakukan. Kita jadi tahu apa-apa yang harus kita lakukan dan apa-apa yang harus kita tinggalkan. Jika halal di mata Allah maka boleh dilakukan, tapi kalau haram harus ditinggalkan.

Coba jika kita tidak tahu dan tidak perduli dengan halal haram. Yang ada saat hidup di dunia kita akan mudah terseret arus peradaban. Di ajak dalam hal halal ikut, diajak dalam hal yang haram juga ikut. Tidak jelas arah hidupnya. Kenapa? Karena tidak mempunyai ilmu tentang halal haram dan tidak mau melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Wallahua’lam bisshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *