Perempuan Tonggak Perubahan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Elisa Salsyabila Lukmayanti (Mahasiswi)

 

Perjuangan untuk memperjuangkan hak-hak buruh perempuan tampaknya masih jauh dalam bayangan. Karena masih banyak perusahaan yang menelantarkan hak-hak buruh perempuan demi mengejar efisiensi dan efektivitas produksi perusahaan. Banyak perusahaan juga lalai menjamin keselamatan buruh perempuan, akibatnya mereka rentan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.

Penelitian pada paruh akhir tahun 2017, menunjukkan bahwa meski mayoritas buruh perempuan dalam sektor garmen di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Timur pernah mengalami kasus pelecehan seksual, hanya sedikit sekali yang melapor. Dari 773 buruh perempuan yang berpartisipasi dalam penelitian ini, 437 di antaranya pernah mengalami pelecehan seksual, dengan rincian 106 mengalami pelecehan verbal, 79 mengalami pelecehan fisik, dan 252 mengalami keduanya. Dari angka tersebut, hanya 26 orang yang berani melapor. Alasan para buruh perempuan tidak melapor karena mereka merasa malu, takut, dan khawatir jika melapor pekerjaan mereka akan terancam. Buruh hamil di KBN Cakung ini juga mengalami tekanan saat bekerja. Mereka wajib lembur meski sedang hamil dan sering kali tidak dibayar.

Hal yang serupa juga terjadi pada buruh perempuan di Aice.

“Buruh perempuan yang sedang hamil baru bisa non-shift (tidak bekerja) kalau usia kandungan sudah tujuh bulan. Sebelum itu, masih harus angkat barang berat dan dapat shift (waktu kerja) malam,” ujar Sarinah salah satu buruh di perusahaan es krim tersebut.

Sayangnya, meski sudah mengorbankan ribuan korban sakit dan ratusan meninggal, harapan makin pupus karena kebijakan baru justru fokus pada ‘masalah absurd’ radikalisme.

Pemerintah abai dan tak mau repot menyeriusi solusi mengatasi masalah nyata yang menimpa warga, bahkan makin nyata membiarkan kaum ibu menanggung derita berkepanjangan karena pemenuhan kebutuhan hidup rakyat makin sempurna dikapitalisasi.

Bukan hanya harus menanggung beratnya biaya pendidikan dan kesehatan diri dan keluarganya, namun kaum ibu secara nyata diarahkan untuk memikul tanggung jawab negara dengan didorong masuk dunia kerja yang eksploitatif lagi tidak menjanjikan sejahtera. Mereka didorong meninggalkan fitrah keibuannya dan menanggalkan fungsi terhormatnya sebagai kehormatan keluarga dan pendidik generasi khoiru ummah.

Ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang Islam tetapkan atas kaum ibu. Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi kaum ibu dan keberkahan bagi seluruh rakyat, Islam memiliki aturan lengkap untuk melindungi dan menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Islam mewajibkan negara agar optimal dalam melakukan peran dan fungsinya sebagai penanggung jawab (Raa’in).

Penerapan Syariat Islam dalam bidang politik dan ekonomi memastikan negara akan mengelola semua harta rakyat (air, hutan, barang tambang, dan energi) untuk kesejahteraan rakyat sepenuhnya.

Ingatlah firman Allah Swt., “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

(QS. Al A’raf : 96)

Harapan hidup sejahtera diiringi pintu keberkahan yang Allah Swt. buka baik dari bumi maupun langit hingga kini belum terwujud. Sebaliknya, beribu masalah dan beragam peristiwa justru menegaskan bahwa negeri ini mendustakan ayat-ayat-Nya, hingga langit dan bumi pun memuntahkan bencana, bukan berkah sebagaimana yang diharapkan.

Pada skala individu, keberkahan akan diraih dengan iman yang sempurna hingga rela tunduk pada setiap jenis perintah-Nya. Dalam skala luas, sebuah masyarakat dan negara akan beroleh berkah bila berlandaskan ketakwaan dan bersendikan penerapan syariat secara kafah.

Kaum ibu mestinya mengukur kompleksitas masalah yang terjadi hari ini menuntut melakukan perubahan mendasar. Bukan hanya berubahnya sedikit aspek pengaturan melalui bergantinya elite penguasa. Kaum ibu selayaknya tidak lagi berharap pada sistem kapitalisme yang digerakkan oleh rezim neolib berwatak oligarkis hari ini. Harapan masa depan lebih baik dan keberkahan hidup bagi bangsa ini hanya bisa kita gantungkan pada berlakunya kembali syariat secara kafah.

Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *