Peran Pemerintah Menangani Masalah Sampah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Maryatiningsih (Ibu Rumah Tangga)

 

Manusia sangat erat hubungannya dengan masalah sampah, sebab dari manusialah sampah itu ada. Biasanya sampah yang dihasilkan dari manusia adalah sampah organik tetapi dengan perkembangan zaman dan teknologi juga ada sampah yang non organik, sampah non organik inilah yang menjadi permasalahan karena tidak bisa di urai dan berbahaya bagi alam yaitu sampah plastik. Kantong plastik yang familiar sekali dengan keseharian kita, terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar per tahun atau seberat 85.000 ton. Menurut data asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) sampah plastik di Indonesia mencapai 64 ton/tahun. 3,2 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di Indonesia terbuang ke laut. Menteri Susi Pujiastuti menyampaikan bahwa Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik ke lautan terbanyak kedua di dunia. Plastik yang sulit terurai itu terbelah menjadi microplastik dengan ukuran 0,3–5 mililiter yang mudah dikonsumsi oleh biota perairan laut.

Kesadaran masyarakat di sistem kapitalis memang sudah sangat miris dan harus ada yang mampu merubah nya, Dilansir dari POJOKBANDUNG.com, SOREANG – Dalam rangka mencegah tumpukkan sampah dipinggir jalan, masyarakat diminta untuk melakukan pengelolaan sampah secara mandiri yang dikoordinasikan dengan pemerintah desa setempat, diantaranya melalui program Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) atau bisa juga pengadaan bank sampah.

Kasie Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung, Robby Dewantara mengatakan bahwa ada banyak program yang digulirkan guna menangani sampah. Salah satunya adalah pemberian edukasi kepada masyarakat agar secara mandiri mengolah sampah, misalnya dengan mengumpulkan sampah ke dalam karung, jadi sampah tidak dibuang secara berserakan. Jika edukasi tentang penanganan sampah secara mandiri ini bisa berjalan dengan baik, maka masyarakat akan lebih perhatian terhadap wilayahnya sendiri. Kalau ada orang yang buang sampah sembarang, maka otomatis warga akan menegurnya. Karena warga pasti tidak rela wilayahnya kotor lagi, apalagi sampah-sampah tersebut dibersihkan dengan susah payah.

Jadi dalam penanganan sampah ini, harus ada koordinasi antara masyarakat dengan pemerintah desa dan pemerintah kecamatan. Misalnya dengan pengadaan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) atau bisa juga pengadaan bank sampah. Menurut Robby, kalau penanganan sampah hanya dari Dinas Lingkungan Hidup, maka edukasi kepada masyarakat tidak akan berjalan dengan baik.

Tidak mudah memang untuk mengatasi masalah sampah ini, karena harus ada kerja sama yang baik antara individu masyarakat dan pemerintah. Masyarakat harus sadar akan kebersihan, dan kesehatan serta keindahan akan lingkungan tempat tinggal kita. Bahkan dalam hadis dikatakan, “Bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.” Hadis yang lain juga menegaskan bahwa: ”SESUNGGUHNYA ALLAH TA’ALA ITU BAIK (DAN) MENYUKAI KEBAIKAN, BERSIH (DAN) MENYUKAI KEBERSIHAN, MULIA (DAN) MENYUKAI KEMULIAAN, BAGUS (DAN) MENYUKAI KEBAGUSAN. OLEH SEBAB ITU, BERSIHKANLAH LINGKUNGANMU”. (HR. AT- TURMUDZI).

Di sistem saat ini pemerintah sering membuat perencanaan-perencanaan untuk mengatasi berbagai persoalan diantaranya permasalahan dalam mengatasi masalah sampah. Apalagi di musim hujan seperti saat ini yang sudah berkali-kali dampak dari sampah yang belum berhasil di atasi dengan baik. Banjir kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan menelan korban jiwa, juga mengakibatkan banyak kerusakan dan kerugian yang cukup besar. Harus ada keseriusan dalam menangani masalah ini,bukan hanya janji-janji. Dan bukan pula hanya dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan kucuran dana, alih-alih untuk mengatasi masalah sampah tetapi yang terjadi selalu kurang terealisasi.

Sangat jauh dengan penanganan yang dilakukan di masa pemerintahan Islam dimana, peran pemerintah dalam sejarah kekhilafahan Islam telah mencatat pengelolaan sampah sejak abad 9-10 M. Pada masa Bani Umayah, jalan-jalan di Kota Cordoba telah bersih dari sampah-sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi. Tokoh-tokoh muslim ini telah mengubah konsep sistem pengelolaan sampah yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, karena di perkotaan padat penduduk telah berpotensi menciptakan kota yang kumuh, (Lutfi Sarif Hidayat, 2011).

Sebagai perbandingan, kota-kota lain di Eropa pada saat itu belum memiliki sistem pengelolaan sampah. Sampah-sampah dapur dibuang penduduk di depan-depan rumah mereka hingga jalan-jalan kotor dan berbau busuk (Mustofa As-Sibo’i, 2011).

Kebersihan membutuhkan biaya dan sistem yang baik, tetapi lebih dari itu perlu paradigma mendasar yang menjadi modal keseriusan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah bukan jasa yang dikomersialisasi hingga didapatkan uang kompensasi dalam penyediannya. Bukan pula sebuah beban yang harus ditanggung pemerintah hingga terlalu berat mengeluarkan dana membiayai benda yang tak berharga.

Pengelolaan sampah merupakan upaya preventif dalam menjaga kesehatan. Kesehatan sendiri merupakan kebutuhan sosial primer yang dijamin dalam Islam selain pendidikan dan keamanan.

Pengelolaan sampah masyarakat tak boleh bertumpu pada kesadaran dan kebiasaan masyarakat, karena selain kedua hal itu tetap dibutuhkan infrastruktur pengelolaan sampah. Kondisi permukiman masyarakat yang heterogen, adanya pelaku industri yang menghasilkan sampah dalam jumlah banyak, dan macam-macam sampah yang berbeda penanganannya, meniscayakan peran pemerintah bertanggung jawab atas pengelolaan sampah masyarakat.

Edukasi masyarakat dapat dilakukan pemerintah dengan menyampaikan pengelolaan sampah yang baik merupakan amal salih yang dicintai Sang Pencipta. Secara masif disampaikan kepada masyarakat bahwa sebagai khalifah fil’ardh, manusia memiliki tanggung jawab dalam menjaga kebersihan lingkungan sebagai perlindungan terhadap makhluk Allah selain dirinya. Tertancapnya pemahaman ini akan meruntuhkan penyakit individualisme dalam memandang persoalan sampah.
Pemerintah sebagai pelayan masyarakat memastikan keberadaan sistem dan instalasi pengelolaan sampah di lingkungan komunal di permukiman yang tidak dapat mengelola sampah secara individual, di apartemen, rumah susun dan permukiman padat misalnya. Pemerintah harus mencurahkan segala sumber daya agar sampah terkelola dengan baik. Dana dicurahkan untuk mengadakan instalasi pengelolaan sampah. Pemerintah mendorong ilmuwan menciptakan teknologi-teknologi pengelola sampah ramah lingkungan, mengadopsinya untuk diterapkan.
Wallohu a’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *