Penyalahgunaan kekuasaan, Bukti Bobroknya Wajah Kapitalis 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Penyalahgunaan kekuasaan, Bukti Bobroknya Wajah Kapitalis 

Maya Ernitasari 

Aktivis Muslimah Dakwah Kota Medan

 

Gayanya hidup mewah bagi kalangan pejabat ataupun sosialita saat ini merupakan bentuk kebutuhan yang wajib dipenuhi, tak heran gaya hidup hedonis ini merambah pada kalangan legislatif.

Kepemilikan barang mewah bagi kalangan elit sudah menjadi hal biasa, hingga mudah kita lihat seliweran dimedia sosial. Akhir butut kasus penganiayaan oleh anak seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Sambodo, berujung pembubaran sebuah klub motor gede.

Dilansir Kontan.co.id, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memerintahkan untuk pembubaran klub moge bernama Belasting Rijder, beliau mengungkapkan hobi dan gaya hidup mengendarai moge menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pengawai DJP (27/2).

Rentetan rekam jejak digital para dirjen pajak tidak sampai disitu, diawali dengan terbongkarnya kekayaan Rafael Alun Sambodo yang mencapai 56 miliar hingga unggahan istri pejabat Dirjen pajak yang memamerkan barang-barang mewahnya.

Namun dari hasil pantauan, semua rekam jejak digital itu kini raib bak ditelan bumi bagaimana tidak, semua unggahan dimedia sosial lenyap seketika, meski sebelumnya postingan para pejabat beredar luas didunia maya.

Inilah bukti kejahatan sistem demokrasi kapitalis, kekuatan ataupun kekuasaan hanya dapat dimiliki oleh sekelompok orang yang memiliki modal dan kekuasaan, dimana semua akan mudah dilakukan demi memuluskan kepentingan-kepentingan para korporasi.

Tak heran jika jejak digital para penguasa demokrasi kapitalis itu mudah dibersihkan guna penutupi kesalahan ataupun membuang barang bukti tindak kejahatan dan kecurangan.

Fenomena ini hanya mampu dilakukan oleh sekelompok orang yang pastinya memiliki modal dan kekuasaan yang kuat, wajar tak semua pihak mampu untuk melakukan hal itu. Inilah potret akidah sekuler dimana hukum yang memisahkan agama dari kehidupan.

Berbeda dalam Islam, seorang pemimpin atau khilafah memiliki sifat yang amanah dan bertanggungjawab, semua itu hanya lahir dari bentuk keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Seorang pemimpin yang bertakwa kepada Allah Ta’ala tentu saja akan terikat pada seluruh akidah dan syariah, hingga takut akan pertanggungjawaban dihadapan sang khalik kelak.

Pilar-pilar pengokoh bagi seorang pemimpin memiliki tiga kriteria, yang pertama kekuasaan (Al-quwwah) yaitu akal yang memadai dan kepribadian yang sabar, yang kedua takwa yaitu berhati-hati dalam menjalankan amanahnya, yang ketiga lembut kepada rakyat yaitu dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyat.

Semua kriteria itu akan mudah untuk didapatkan jika benar-benar dalam jati diri manusia memiliki ketundukan dan kepatuhan kepada Allah Ta’ala.

Dari ‘Aisyah berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ya Allah, Barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas dia membuat susah mereka, maka susahkanlah dia. Dan barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas dia mengasihi mereka, maka kasihilah dia (HR. Muslim).

Hanya Islam yang mampu melahirkan pemimpin yang amanah, serta mampu menjalankan akidah dan syariah secara kaffah, yang dengannya akan tercipta ketentraman dan kesejahteraan hidup bagi seluruh umat manusia.

Wallahua’lam Bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *