Oleh : Wulandari Muhajir (Akhwat Peduli Umat)
Elitha harus menerima kenyataan bahwa ia akan melakukan operasi kuret, yang itu berarti jaringan dari dalam rahimnya akan diangkat. Operasi tersebut akibat pendarahan hebat yang dialaminya karena bobot pekerjaannya yang berlebihan. Sebelumnya perempuan berusia 25 tahun ini telah berusaha mengajukan pemindahan divisi kerja karena penyakit endometriosisnya kambuh. Tapi apa daya, perusahaan produsen es krim PT. Alpen Food Industry (AFI) atau Aice justru mengancam akan menghentikannya dari pekerjaan (theconversion.com, 18/03/2020).
Sarinah, Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR), yang mewakili serikat buruh Aice, menyatakan bahwa sejak tahun 2019 hingga saat ini sudah terdapat 15 kasus keguguran dan enam kasus bayi yang dilahirkan dalam kondisi tak bernyawa dialami oleh buruh perempuan Aice. Sungguh mengerikan, beberapa nyawa melayang sia-sia. Dan parahnya seolah tak ada solusi untuk menghentikan melayangnya nyawa bayi-bayi yang lain.
Fenomena mengerikan ini tidak terlepas dari bencana kemiskinan yang ditimpakan kepada kaum perempuan Indonesia. Kemiskinan tersebut menjadi alasan bagi perempuan nekat beralih profesi menjadi tulang punggung, bahkan merantau ratusan kilometer demi terisinya belanga dirumah. Yang mana keadaan ini sangat rentan bagi kaum perempuan. Pelecehan, kekerasan, ekaploitasi perempuan hingga nyawa menjadi taruhan.
Dan perlu ditekankan bahwa kemiskinan itu akibat sistem sekuler kapitalis yang saat ini diterapkan negara kita. Bukankah sudah menjadi fakta bahwa sistem ini memberikan ruang bagi para pemilik modal dengan menumbalkan kepentingan rakyat.
Lihat saja tambang emas, tambang batu bara, tempat wisata dan kepemilikan umum lainnya diserahkan pengelolaanya kepada swasta dan asing. Akibatnya jurang kemiskinan pun semakin dalam, sebab kekayaan hanya berpusat pada golongan tertentu. Singkatnya, yang kaya makin kaya, yang miskin terkubur dalam gubuk derita.
Dan di Indonesia penguasaan dan pengelolaan Sumber Daya Alam yang menguasai hajat hidup orang banyak sangatlah mencekam lagi mencengangkan. Seorang aktivis menyebutkan sekitar 69 persen sumber daya alam Indonesia saat ini telah diprivatisasi oleh pihak asing. Dan itu belum termasuk yang dikuasai oleh pihak swasta. Tentu angkanya bisa lebih menggila.
Kondisi ini makin diperparah oleh sudut pandang sistem kapitalisme, yang memang memandang rendah perempuan. Sebab sistem ini menerjemahkan perempuan hanya dalam bahasa ekonomi. Perempuan bahkan dijadikan batu loncatan atas ambisi pertumbuhan ekonomi kapitalis.
Hillary Clinton dalam APEC Women and the Economy Forum, 29 Juni 2012 menyatakan, “perempuan sekarang mewakili 40 persen dari angkatan kerja global, 43 persen dari tenaga kerja pertanian secara global, dan lebih dari separuh mahasiswa universitas dunia. Jadi, itu logis saja: membatasi potensi ekonomi wanita untuk setiap negara seperti meninggalkan uang diatas meja. Itu tidak masuk akal. Apa lagi ketika kita masih berjuang keluar dari krisis ekonomi.”
Pernyataan tersebut mengkonfirmasi bahwa negara kapitalistik memang tega menumbalkan perempuan, agar bisa segera terlepas dari jeratan krisis ekonomi. Mereka hanya memandang perempuan sebagai pekerja dan alat pertumbuhan ekonomi. Bukan sebagai ibu pencetak generasi gemilang yang harus dijaga kehormatannya.
Dan parahnya ambisi negara kapitalistik tersebut bukan hanya menumbalkan perempuan, namun juga berujung pada pelantaran anak-anak. Pada tahun 2016 Komisi Perlindungan Anak Indonesia merilis data tentang balita yang terlantar akibat ditinggal ibunya bekerja diluar negeri. Sekitar 11,2 juta anak Indonesia kehilangan hak pengasuhan dan kasih sayang dari ibunya karena bekerja di luar negeri.
Anak-anak terlantar juga menjadi masalah diluar negeri. Di Sabah-Malaysia saja diperkirakan terdapat 50 ribu anak buruh migran Indonesia yang tidak mendapatkan hak pendidikan layak. Di Hongkong juga muncul masalah “undocumented children” yang lahir dari ratusan ribu TKW Indonesia dan Filipina.
Penderitaan kaum perempuan ini semakin langgeng, sebab negara kapitalistik yaitu Amerika Serikat dan antek-anteknya, yang ditopang oleh ide bobrok feminisme bahkan semakin masif memprovokasi kaum perempuan. Mereka melakukan penjajahan kolosal terhadap kaum perempuan, dengan menebar pemahaman rusak bahwa wanita karir lebih dihargai dan mendapat status sosial yang lebih tinggi. Dan akhirnya banyak pula kaum perempuan yang tertipu. Sungguh kerjasama yang licik untuk menjerat dan menghinakan kaum perempuan.
Lalu apakah keadaan ini akan menjadi lingkaran setan-yang tidak berkesudahan bagi kaum perempuan. Tentu tidak, jika ide bobrok sistem sekuler kapitalis yang liberal diganti dengan sistem islam. Kenapa harus islam? Sebab hanya aturan atau syariat islam yang menghargai kaum perempuan. Islam memandang perempuan sangat vital bagi umat manusia.
Beda halnya dengan konsep islam. Sebab dalam islam perempuan sangatlah dimuliakan. Bahkan islam memandang perempuan sebagai tombak dari suatu generasi, sebab perempuan atau ibu adalah madrasatul ula bagi anak, yaitu mengurus dan mendidik anaknya. Seorang yang bijak pernah berkata ‘jika seorang wanita rusak, maka rusaklah dua diantaranya, yaitu suami dan anaknya’.
Jadi tatkala perempuan mulai didorong pada dunia kerja yang gila materi lalu mengabaikan perannya sebagai ibu, lalu pekerjaan rumah tangga diurus pembantu, tugas mengurus anak diserahkan pada pengasuh, maka tak heran jika saat ini lahir generasi yang jauh dari agamanya, liberal, hedonis dan penyakit yang akan menghilangkan idealisme generasi umat islam. Jadi bisa dibaca bahwa pola ide fenimisme yang mendorong perempuan pada dunia kerja dapat meruntuhkan pondasi rumah tangga umat.
Islam juga memiliki konsep yang khas terkait perempuan. Mereka (perempuan) dianggap sebagai manusia yang wajib dijaga kehormatannya, bukan dipandang sebagai pekerja murah dan rendahan. Islam telah menggariskan bahwa perempuan harus selalu dijamin nafkahnya oleh kerabat laki-laki mereka. Jika mereka tidak memiliki kerabat laki-laki, maka negara yang akan menjaminnya. Hal ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani selain menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena naknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian…” (QS. Al Baqarah: 233).
Selain itu dalam sistem islam, negara menetapkan sistem ekonomi yang sehat, dan terhindar dari model keuangan yang cacat ala kapitalisme. Dalam islam negara melarang keras sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk diprivatisasi. Tidak seperti sekarang, dinegara Indonesia yang menolak penerapan sistem islam mengakibatkan sebanyak 60% kekayaan alamnya dikuasai asing. Maka tak heran muaranya kesenjangan hidup dan kemiskinan menjadi masalah yang tak terurai, yang pada akhirnya perdampak pula pada kaum perempuan.
Maka hanya dengan menerapkan sistem islam nasib perempuan bisa tertolong. Isu kesetaraan gender yang dijajakan Barat pada faktanya bertentangan dengan fitrah penciptaan perempuan. Isu tersebut tidak lain hanyalah jalur untuk menjajah dan memanfaatkan perempuan, yang itu artinya kesetaraan gender hanya akan menyelesaikan masalah dengan masalah, membuka pintu penderitaan yang lain bagi perempuan.
Wallahu’alam bish shawab.