Penistaan Agama Islam, Timbul dan Tenggelam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Annisa Afif Abidah (Aktivis Dakwah Muslimah)

 

Di tengah toleransi beragama yang selalu digaungkan. Ternyata kasus penistaan agama juga masih terjadi, lagi dan lagi. Seakan-akan kasus penistaan agama ini timbul tenggelam di kehidupan sekarang tanpa ada penanganan yang pasti. Penistaan agama yang dilakukan itu bisa berkaitan dengan penistaan terhadap agama Islam, Nabi Muhammad SAW, kitab suci Al-Qur’an, dan lainnya.

Masih segar diingatan kita, seorang youtuber yang dikenal dengan nama Muhammad Kece menuai banyak kritik dan kecaman dari umat Islam terkait konten penistaan agama Islam yang ia tayangkan pada akun youtubenya.  Diketahui, beredar video ucapan Muhammad Kece (MK) yang menyebut kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren menyesatkan dan menimbulkan paham radikal. Selain itu dia juga menyebut Nabi Muhammad Saw. dekat dengan jin. Astaghfirullahal’adzim.

Belum reda amarah umat Islam, satu kasus penistaan belum beres, sudah disambut dengan kasus baru. Ya, kali ini salah satu saluran televisi dari negeri ginseng menayangkan remix adzan. Mnet sebagai tuan rumah acara kompetisi Street Woman Fighter menggunakan kumandang adzan yang di-remix menjadi lagu latar pembuka acara tersebut. Kok berani banget ya ?

Mengapa Terus Berulang

Perbuatan yang rendah ini akan terus berulang, dengan kemasan dan pemain baru, selama kebebasan pendapat masih dilegalkan. Kebebasan yang diberikan dalam perspektif demokrasi nyatanya hanya melahirkan orang atau pihak yang berani menghina ajaran Islam.

Undang-undang yang ada tentang Penodaan Agama, tidak efektif menghentikan semua itu. Ditambah lagi penegakan hukumnya seringkali tidak memenuhi rasa keadilan. Terakhir muncul hastag #Mnetapologize sebagai tanggapan atas reaksi kemarahan umat islam. Dan sering kita dapati pelakunya lepas dari jeratan hukum hanya karena meminta maaf. Ini yang membuat orang tidak jera menista agama, justru malah menambah daftar nama penista agama.

Di negeri yang menganut sistem demokrasi kapitalis salah satunya negeri kita ini, atas nama HAM seseorang bisa bebas bertindak sesuai dengan keinginannya. Selama tidak ada yang terganggu, dianggap sah-sah saja, termasuk kasus ini. Hal ini wajar, karena sistem demokrasi kapitalis menjadikan manfaat sebagai asas dalam kehidupan dan dalam implementasinya, sistem demokrasi kapitalis melahirkan liberalisme atau kebebasan.

Liberalisme dalam sistem demokrasi kapitalis mengajarkan empat kebebasan yang sangat destruktif, yaitu kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan berperilaku. Mereka bebas melontarkan pemikiran atau pendapatnya sesuai hawa nafsunya, tanpa berpikir apakah pemikiran atau pendapatnya itu benar atau tidak, menyakitkan orang banyak atau tidak, apakah pemikiranya itu sesat atau menyesatkan orang lain atau tidak, memberikan dampak buruk di tengah-tengah masyarakat atau tidak. Selama tidak mengganggu kebebasan orang lain, sah-sah saja. Ini bahaya banget.

Penjagaan dalam Islam

Sekularisme yang tengah diterapkan negeri ini memang meminggirkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Dari sekularisme inilah lahir paham lainnya, yakni liberalisme, pluralisme, dan demokrasi yang menganggap agama bukan sesuatu yang sakral yang wajib dijaga dan diutamakan. Marah karena agamanya dihina dianggap berlebihan. Jika umat menuntut hukuman tegas bagi penista agama, umat diminta lapang dada memberi maaf atau meredam dengan narasi, “Umat Islam itu ramah, bukan pemarah”.

Penerapan hukum sekuler selalu akan terbentur dengan paham lainnya. Jika penista agama ditindak tegas, berbenturan dengan HAM dan kebebasan berpendapat. Jika tidak ditindak tegas, kebebasan pasti bablas dan tak terkontrol. Dihukum salah, tak dihukum tambah salah. Serba salah. Karena pandangan ini tidak bersandar pada sesuatu yang sifatnya baku dan tetap. Sesuatu yang mestinya tidak terpengaruh penilaian manusia.

Lain hal nya dengan Islam, sebagai dien yang sempurna, tidak akan membiarkan tersebarnya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Setiap orang boleh memberikan pendapatnya, selama tidak bertentangan dengan akidah dan hukum-hukum Islam, bahkan berkewajiban mengoreksi penguasa ketika ia melihat ada kebijakan yang menyimpang dari syariat.

Salah satu fungsi syari’at dalam Islam yaitu menjaga agama. Sebagai pelaksananya tidak diserahkan kepada individu, melainkan negara sebagai pelaksana syari’at untuk menjaga agama. Agama tidak dibiarkan untuk dihina.

Dalam melaksanakan fungsi ini, maka Islam menerapkan sanksi yang tegas. Negara akan memberikan sanksi (hukuman) kepada siapa pun yang berusaha atau dengan sengaja mempermainkan agama.

Sistem kehidupan saat ini terbukti membuat tindak kejahatan penistaan agama terus dilakukan secara berulang. Sampai kapan semua ini berlangsung? Sampai kapan perpecahan di antara umat beragama terjadi? Saatnya kita beralih ke sistem yang memiliki sistem hukum yang tegas. Sudah tiba waktunya untuk menerapkan hukum Allah dan Rasul-Nya secara kaffah. Wallahu a’lam bi showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *