Pengajaran Tatap Muka, Amankah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Zahra AZZahi (Komunitas Penulis Bela Islam, Member AMK)

Bagai makan buah simala kama, pepatah ini seolah mewakili persoalan yang kini dihadapi bangasa ini. Wabah virus Corona yang tak kunjung musnah menyebabkan persoalan baru dalam berbagai lini kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan. Pembelajaran jarak jauh telah dilakukan semenjak Maret 2020, banyak kendala yang dialami baik oleh siswa, orang tua, maupun guru, hingga akhirnya pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), memperbolehkan pembelajaran tatap muka dengan syarat pengajaran tatap muka dilaksanakan di daerah kuning dan hijau Covid-19.

Pada siaran pers Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nomor 210/Sipres/A6/VIII/2020 Tentang Pengumuman Penyesuaian Keputusan Bersama Empat Menteri Tentang Panduan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid 19, berbagai daerah mulai mempersiapkan sarana dan prasarana pembelajaran tatap muka, tak terkecuali Pemerintah Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dilansir oleh GALAMEDIANEWS.com (12/8/2020), Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Bandung, H. Juhana mengatakan, pembelajaran tatap muka (PTM) di lingkungan sekolah tidak dapat dihindari. Namun demikian, pihak sekolah tidak bisa begitu saja menyelenggarakan aktivitas PTM, yang sempat terhenti selama hampir setengah tahun ini.

Untuk mengatur hal tersebut, pihaknya telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 423.5/2159–Disdik Tentang Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka di Satuan Pendidikan Pada Masa Pandemi Covid 19 di Kabupaten Bandung. Lebih lanjut H. Juhana mengungkapkan, persyaratan yang harus dilampirkan, yaitu SK kepala sekolah tentang susunan satgas (satuan tugas) pencegahan covid-19 di sekolah. Selain itu juga harus ada kerjasama dengan fasilitas kesehatan, baik klinik, puskesmas atau rumah sakit, yang dibuktikan dengan surat perjanjian. Sebelum pelaksanaan aktivitas PTM, tambah Juhana, pendidik dan tenaga kependidikan harus melakukan rapid atau swab test, dan pihak sekolah melampirkan hasilnya dalam usulan yang diajukan. Hasil verifikasi dan validasi satgas pencegahan covid 19 Disdik, juga harus dilampirkan.

Meski dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, pengajaran tatap muka masih menimbulkan dilema bagi orang tua. Pasalnya setiap hari pasien positif corona kian meningkat tajam, sehingga ada kekhawatiran dengan dibukanya sekolah justru menjadi klaster baru penularan virus corona. Namun, jika pembelajaran dilakukan secara daring, tidak semua siswa dapat mengikutinya karena berbagai alasan, di antaranya keterbatasan jaringan internet, ponsel yang kurang memadai, dan faktor ekonomi. Pengeluaran yang membengkak dikarenakan harus membeli kuota juga banyak dikeluhkan oleh orang tua siswa. Kehidupan yang telah sulit di tengah pandemi kian terasa menghimpit mana kala harus mengeluarkan dana tambahan untuk membeli kuota demi menunjang pembelajaran sang buah hati.

Tumpang tindihnya kebijakan pemerintah terkait penanganan wabah turut menyumbang permasalahan pelik di dunia pendidikan. Dibukanya sekolah di zona hijau dan kuning menunjukkan kurangya perhatian pemerintah akan kesehatan dan keselamatan siswa sekolah. Pemerintah dinilai tidak mampu membuat aturan terbaik demi melindungi kepentingan siswa sekolah. Hal ini tak terlepas dari sistem yang dipeluk negeri ini, yakni demokrasi kapitalis. Kekuasaan yang diraih bergantung berapa banyak modal yang ia keluarkan sehingga pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang memiliki banyak modal dan dukungan para pengusaha, bukan pemimpin yang memiliki kemampuan dalam mengurus rakyat. Padahal sudah menjadi tugas pemimpin untuk mengurus rakyat, dan memastikan keamanan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Kapitalisme yang berlandaskan materi dan manfaat menyebabkan pemerintah lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi dari pada menuntaskan wabah.

Dalam sistem pemerintahan Islam, pemimpin dipilih berdasarkan kemampuannya mengurus rakyat, ia akan mengurus rakyat berdasarkan hukum syariat, termasuk dalam bidang pendidikan. Dalam sistem Islam pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang disejajarkan dengan keamanan dan kesehatan. Oleh karenanya seluruh pembiayaan terkait kebutuhan ini menjadi tanggung jawab negara, sehingga dapat dinikmati oleh seluruh warga negara, baik miskin ataupun kaya dengan biaya rendah, bahkan gratis. Negara juga menjamin gaji guru, dosen, para pegawai terkait, beasiswa untuk para siswa, infrastruktur sekolah, dan perpustakaan. Kurikulum pendidikan pun disusun agar siswa mendapatkan pendidikan yang berkualitas, memiliki pola pikir dan pola sikap Islami. Sehingga menghasilkan generasi yang menguasai sains dan teknologi, pejuang agamanya, berjiwa pemimpin, serta dapat berkarya untuk kemudahan kehidupan manusia.

Demikianlah berbagai jaminan yang diberikan dalam sistem Islam. Pendidikan menjadi prioritas negara, sehingga para generasi penerus bangsa mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Meskipun dalam masa pandemi, kebutuhan pendidikan akan diupayakan agar tetap terpenuhi. Polemik pembelajaran daring ataupun tatap muka tidak akan terjadi, karena Islam memiliki solusi penanganan wabah yang mumpuni. Di antaranya memisahkan orang yang terkena wabah, serta tidak memperbolehkan siapapun keluar masuk daerah yang menjadi sumber merebaknya wabah agar tidak meluas ke wilayah lain, dan kebutuhan hidup mereka pun dijamin oleh negara. Sehingga bagi mereka yang sehat masih tetap bisa menjalankan aktivitasnya sebagaimana biasanya, baik bekerja maupun sekolah dengan tetap mematuhi protokol kesehatan tanpa takut tertular penyakit. Kalaupun proses belajar mengajar dilakukan secara daring, negara akan menjamin tersedianya kuota dan jaringan yang memadai di perkotaan hingga pelosok daerah. Seluruh jaminan pendidikan dibiayai dari baitul maal, yang bersumber dari harta kepemilikan umum yang berupa sumber daya alam, seperti tambang migas, laut, hutan, yang dikelola oleh negara dan di manfaatkan demi kepentingan rakyat.

Rasulullah Saw. bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurus.” (HR. al-Bukhari dan Ahmad)
Untuk itu seorang pemimpin harus memiliki kesadaran betapa berat amanah yang di embannya, bukan hanya di dunia, bahkan konskuensinya hingga ke akhirat kelak. Ia harus adil, jujur, tegas dan memiliki kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan dan keselamatan rakyat. Bukan kebijakan yang plin-plan dan menimbulkan keresahan.

Wallahu A’lam bi ash shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *