Pendidikan Gagal ala Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ainiyatul Fatihah (Aktivis Dakwah Surabaya)

Pelaksanaan sistem zonasi setiap tahun untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB) kerap menuai kritikan dari para calon orang tua peserta didik.
Penerapan sistem zonasi di DKI Jakarta yang memberikan aturan baru dengan memberikam batasan usia pada tahun ini sebagai salah satu pertimbangan, menyebabkan ratusan orang tua melakukan demonstrasi di depan Gedung Balaikota DKI Jakarta, Selasa (23/06).

Pernyataan yang disampaikan Dinas Pendidikan DKI Jakarta bahwa aturan prioritas umur dalam PPDB sudah mengikuti aturan yang dibuat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK.

Pengamat pendidikan pun menilai berulangnya masalah terkait pelaksanaan zonasi setiap tahun dari kebijakan zonasi yang dinilai setengah hati sebsgaimana yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 44 tersebut.
Artinya penerapan sistem zonasi tidak murni hanya berdasarkan pertimbangan jarak, namun adanya pertimbangan-pertimbangan lain yang ditafsir bebas oleh masing-masing daerah.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengklaim bahwa aturan tersebut telah mengikuti aturan di atasnya, yaitu Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB, khususnya dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7.
Dalam Pasal 4 Permendikbud, calon peserta didik baru pada Taman Kanak-Kanak (TK) berusia minimal empat tahun untuk kelompok A, dan lima tahun untuk kelompok B.
Di Pasal 5, calon peserta didik baru pada jenjang SD berusia tujuh tahun sampai dengan 12 tahun atau paling rendah enam tahun pada 1 Juli tahun berjalan.
Untuk jenjang SMP berusia paling tinggi 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan, dan untuk jenjang SMA dan SMK berusia paling tinggi 21 tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan sesuai Pasal 6 dan Pasal 7.

Pemerintah DKI pun menerjemahkan aturan tersebut dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI nomor 501 tahun 2020 tentang petunjuk teknis PPDB tahun pelajaran 2020/2021.
Dalam keputusan Dinas Pendidikan DKI Jakarta tersebut, jika dalam proses seleksi yang mendaftar melalui jalur zonasi, afirmasi, prestasi akademik dan luar DKI Jakarta melebih daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan, salah satunya adalah usia tertua ke usia termuda.

Maka sangat disayangkan bahwa ukuran diterima tidaknya hanya terletak pada usia para calon peserta didik. Bukan kemampuan yang dimilikimya, tentu ini akan menyebabkan kemunduran dan kemalasan belajar pada peserta didik.

Disisi lain, pendidikan saat ini juga sangat mahal, banyak dari mereka memilih sekolah yang berbiaya standart karena sekolah impian tak mampu mereka jangkau dengan biaya yang dibebankan, tak sedikit juga orang tua yang tak mampu menyekolahkan anaknya karena biaya yang tinggi, akibatnya banyak diantara mereka yang terpaksa harus putus sekolah.

Inilah potret pendidikan saat ini, dimana pendidikan menjadi barang yang sangat mewah karena mahal harganya namun juga miskin adab. Pendidikan dijadikan sebagai ajang bisnis, siapa yang mempunyai biaya bisa memilih sekolah manapun yang diimpikan. Namun kenyataannya biaya yang mahal justru tidak menjamin kualitas pendidikan yang diharapkan.

Kualitas seorang yang berpendidikan tak jauh berbeda dari mereka yang tidak berpendidikan, mereka justru banyak yang tak beradab, tak jarang juga seorang pengajar justru menjadi sasaran oleh seorang anak didiknya sendiri, terlibat perkelaihan, narkoba, bahkan perzinahan.

Dinamika pendididkan yang ruwet, membinggungkan dan tanpa arah karena kebijakan yang mudah berubah juga miskin akan adab adalah buah penerapan sebuah sisten kapitasme yang terbukti gagal. Sistem kapitalisme ini sangat kontras dengan sistem pendidikan ala Islam. Sistem pendidikan ala Islam terbukti telah mencetak generasi unggul dan beradab sebagaimana ilmuawan-ilmuwan muslim yang terkenal hingga saat ini.

Dalam Islam negara wajib memberikan hak pendidikan kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali, baik laki-laki maupun perempuan tentu dengan fasilitas yang sangat baik juga diberikan secara cuma-cuma alias gratis. Karena Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan yang sangat urgent.

Dengan Islam, pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya bisa terealisasi secara penuh, karena negara menjamin tidak adanya penyelewengan-penyelewengan yang terjadi seperti menjadikan pendidikan sebagai ajang bisnis/komoditas ekonomi sebagai mana realita yang kita dapati pada sistem ala kapitasis yang dititerapkab saat ini.
Wallahu A’lam Bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *