Pemurtadan Sistematis, Dimana Peran Negara?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummu Raihan (Pegiat opini)

 

Musuh-musuh Islam tidak akan pernah berhenti mengganggu umat Islam, sampai umat Islam mengikuti langkah mereka. Arti dari ayat ini sama persis yang dialami umat Islam saat ini, khususnya warga Langkat, Sumatera Utara. Di Langkat dikabarkan ada sejumlah warga yang keluar dari agama Islam (murtad). Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut, ada dua faktor yang menyebabkan warga Langkat keluar dari Islam yaitu faktor eksternal dan internal. (detik.com, 19/5/2022).

Ketua Bidang Dakwah MUI Sumatera Utara, M. Hatta, mengatakan bahwa faktor eksternal ini adanya kelompok yang secara masif mengajak warga untuk keluar dari agama Islam. Kelompok itu mulanya menawarkan pekerjaan dan tawaran keuangan.

Seperti yang dialami oleh Nurhabibah Br Brutu. Ia awalnya berkenalan dengan seorang non muslim yang berinisial JDPH melalui aplikasi media sosial. JDPH dan Ibunya diduga menjanjikan Nurhabibah Br. Brutu akan dimasukkan kerja dan meminta semua dokumen Ijazah Asli Nurhabibah Br. Brutu yang sampai saat ini belum di serahkan kembali kepada Nurhabibah Br. Brutu walaupun sudah diminta beberapa kali. Nurhabibah juga dijanjikan untuk dijadikan istri oleh JDPH dan akan masuk Islam, tatapi rencana itu tak kunjungi dilaksanakannya. Melainkan Nurhabibah lah yang dipaksa murtad. (www.portibi.id, 13/5/2022).

Yang kedua adalah faktor internal. Ini berkaitan dengan keimanan seorang Muslim yang lemah sehingga mudah tergoyahkan.
Melihat hal ini, tiga lembaga agama di SUMUT yakni LADUI MUI Sumut, PAHAM Sumut dan TPUA Sumut mengutuk keras adanya misi misionaris yang melakukan pemurtadan kepada umat Islam. Tiga lembaga tersebut meminta kepada aparat penegak hukum untuk menindak tegas terhadap pelaku.

Pemurtadan Yang Sistematis

Sungguh sangat disayangkan, di negara yang mayoritas Islam ini terjadi pemurtadan secara sistematis dan terorganisir. Apalagi salahsatu faktor terjadinya pemurtadan tersebut, disebabkan kelemahan iman yang dimiliki individu muslim. Kelemahan iman ini terjadi karena penerapan sistem yang memberikan kebebasan pada manusia, untuk melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Dalam sistem yang diterapkan saat ini ada empat kebebasan yang sangat dijunjung, yaitu kebebasan berperilaku, kebebasan berkepimilikan, kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama. Dari kebebasan beragama inilah, umat Islam secara leluasa keluar dari agama Islam sesuai dengan keinginannya. Kebebasan ini sangat dilindunginoleh UU.

Umat Islam yang sudah murtad tidak merasa bersalah, padahal ia sudah melakukan dosa besar. Bahkan dengan bangganya memproklamirkan bahwa dirinya sudah berpindah keyakinan. Ketika ada yang mengingatkan, mereka yang sudah murtad tidak mengintropeksi dirinya bahwa yang dilakukan itu salah. Melainkan mereka membela diri bahwa apa yang dilakukannya adalah haknya. Bahkan ada yang memplintirkan arti surah Al-Baqarah ayat 256, padahal ayat itu menjelaskan tidak memaksa umat lain untuk masuk Islam. Akan tetapi jika ia sudah Islam maka haram baginya untuk keluar dari Islam. Belum lagi negara tidak memberikan sanksi tegas kepada yang murtad.

Pendidikan Islam yang diterapkan juga saat ini, bertumpu pada sistem sekularisme, sehingga pendidikan agama di sekolah hanya sekedar pengetahuan bagi siswa. Baik itu disekolah umum maupun dimadrasah. Meskipun saat ini pelajaran agama Islam disetiap sekolah sebanyak tiga jam perminggu, tetapi itu tidak mampu membuat kokoh aqidah umat. Belum lagi guru yang mengajar hanya sekedar mentransfer ilmu semata untuk siswa. Begitupula dalam lingkungan keluarga, orang tua sebagai tempat utama untuk mendapatkan pendidikan Islam tidak berjalan. Sebab mereka juga tidak memiliki pengetahuan akan hal itu.

Sementara dari faktor eksternal, tidak terlepas dari kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat negara ini. Kekayaan yang dimiliki negara tidak mampu memberikan kehidupan layak kepada rakyatnya. Sehingga ketika ada yang menawarkan bantuan kepada rakyat, berupa pekerjaan atau uang mereka menerima meskipun akidahnya atau keyakinannya sebagai taruhannya. Mereka melakukan itu agar bisa bertahan hidup.Seperti yang dialami oleh Nurhabibah diatas. Bahkan sebungkus mie instanpun akidah b isa digadaikan demi bertahan hidup.

Masifnya pemurtadan ini harus menjadi perhatian penguasa. Penguasa harus mengambil sikap untuk menindak tegas kepada lembaga-lembaga yang mendanai kegiatan pemurtadan tersebut. Jangan menyerahkan kepada setiap individu untuk melindungi akidahnya. Sebab permutadan ini sudah secara tersistem dan terorganisir, maka hanya negara yang mampu menghentikannya.

Namun, negara yang mampu menghentikan ini hanyalah negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurna dalam semua lini kehidupan. Bukan negara yang menerapkan sistem sekularisme seperti saat ini. Jika sistem saat ini masih dipertahankan, maka kasus pemurtadan akan meningkat dengan cara-cara lain.

Dalam sistem Islam, ketika ada umat Islam yang murtad, penguasa akan cepat bertindak untuk menghentikannya. Penguasa akan memberikan sanksi yang berat kepada pelaku. Pelaku sebelum diberikan sanksi yang tegas, ia diminta untuk bertaubat. Jika ia bertaubat maka taubatnya diterima, akan tetapi jika ia tidak mau bertaubat maka ia harus dihukum mati baik laki-laki maupun perempuan. Hukuman mati terhadap orang murtad ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, ” Siapa saja yang mengganti agamanya (murtada fari Islam) bunulah dia” (H.R Bukhari dan An-Nasai).

Dari dalil diatas, sangat jelas bahwa hukuman mati terhadap orang murtad adalah tuntutan dari Syariat Islam. Akan tetapi pelaksanaan hukuman mati terhadap orang murtad ini hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang menerapkan Islam secara sempurna atau penguasa kaum muslimin. Dengan beberapa ketentuan antara lain, pertama penetapan hukuman mati terhadap orang murtad, hanya bisa diputuskan pengadilan syariat. Kedua, penundaan hukum jika pelaku ada harapan untuk kembali pada Islam. Ketiga, selama penundaan hukuman pelaku murtad didakwahi dan diberikan nasihat yang baik.

Pemberian sanksi ini sebagai tanggung jawab pemimpin untuk melindungi agama Islam, sekaligus sebagai pelajaran bagi yang lain agar ia tidak mempermainkan agama.

Selain diberikan sanksi yang tegas, penguasa islam akan mendirikan lembaga pendidikan yang berbasis Islam. Sehingga generasi Islam di didik untuk menjadi generasi yang memiliki akidah yang kuat. Sebab mereka belajar bukan sekedar pengetahuan, tetapi mereka dituntut untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Wallahu a’lam bishowwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *