Pemuda Dalam Islam Berdaya, Bukan Diperdaya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pemuda Dalam Islam Berdaya, Bukan Diperdaya

 

Oleh Ummu Asma’ (Kontributor Suara Inqilabi)

 

Pemuda memang identik dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Energik, kreatif, inovatif, dan penuh semangat. Tapi, tidak sedikit potensi yang dimilikinya ini ditempatkan pada posisi yang tidak tepat bahkan pada hal-hal yang sebetulnya akan menggerus potensi pemuda itu sendiri.

Pada Seminar Nasional dalam program Ekon Goes to Campus yang diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Menko Airlangga mengungkapkan dalam keterangan tertulis, “Forum ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari percepatan tingkat literasi dan inklusi keuangan. Dan saya lihat mahasiswa dan pemuda seharusnya menjadi bagian daripada unsur untuk peningkatan literasi keuangan dan digital.” (liputan6.com, 25/11/2022)

Dari pernyataan di atas memang tampak bahwa pada era digital sekarang pemuda ditekankan untuk mengejar materi duniawi semata. Tak heran, karena sistem yang berlaku saat ini adalah sistem kapitalisme. Dimana dalam sistem kapitalisme, segala sesuatu itu memiliki tujuan pada keuangan, kekayaan, keuntungan, dan asas manfaat.

Alhasil, pola pikir pemuda saat ini cenderung pada bagaimana caranya untuk memperkaya diri dan hedonis. Bahkan ada diantara mereka yang tidak menghiraukan halal haram dalam melancarkan bisnis ataupun pekerjaannya. Pada akhirnya tak sedikit dari kaum muda lupa pada hakikat hidup yang sesungguhnya, mereka lupa tujuan hidup yang sebenarnya untuk siapa.

Padahal, potensi pemuda tidak hanya sebatas pencetak uang saja. Di tangan pemuda ada kekuatan. Di tangan pemuda pula estafet peradaban dipertaruhkan. Jika generasinya baik, maka dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala masa depan suatu negeri akan terselamatkan. Jika generasi buruk, maka hancurlah suatu negeri tersebut. Seharusnya para pemuda menyadari sedari dini, kalau sistem kapitalisme itu sejatinya bukan memberdayakan pemuda, tapi pemuda diperdaya oleh sistem yang ada.

Buktinya, pemuda terlena dengan zona nyamannya dimana segala sesuatu yang dijalaninya mengikuti arus tren yang ada, tidak melihat itu benar atau salah dalam Islam. Tidak berani mengambil resiko jika pilihan hidupnya berbeda dengan yang lainnya, walaupun pilihannya sesuai dengan syari’at Islam. Terbuai dengan kenikmatan-kenikmatan semu yang disodorkan oleh para kapitalis melalui produk-produknya seperti food, fun, film, dan fashion. Tanpa disadari atmosfer kapitalisme itu menggerus potensi positif yang ada pada diri pemuda.

Dalam Islam, usia muda disebut sebagai usia kekuatan di tengah dua kelemahan. Yakni di antara usia anak-anak dan usia lansia. Sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar-Rum : 54)

Maka Islam memandang bahwa pemuda mampu mengubah keadaan yang terpuruk menjadi bangkit. Pemuda mampu berdiri kokoh dalam melindungi orang-orang di sekitarnya.

Hal ini dibenarkan dengan adanya bukti-bukti sejarah yang menggambarkan banyaknya sosok pemuda yang memiliki keimanan kokoh, penuh kekuatan, berilmu, dan banyak menghasilkan karya-karya di berbagai bidang. Contohnya saja, para sahabat Rasulullah salallahu’alaihi wassalam didominasi oleh usia muda, Muhammad Alfatih ketika usia 21 tahun bisa membebaskan kota Konstantinopel, Imam Syafi’i di usia 17 tahun sudah berkarya dengan menulis puluhan kitab, dan masih banyak lagi pemuda muslim yang menorehkan sejarah gemilang pada saat syari’at Islam diterapkan dalam sebuah negara.

Jadi, memang hanya dalam Islam-lah pemuda itu berdaya. Hanya dengan Islam pula potensi pemuda bisa diasah dan dikerahkan untuk kemaslahatan umat. Karena Islam mewadahi pemuda agar tidak salah arah dan menyelamatkan dari kesesatan yang dihembuskan oleh kaum yang mengagungkan kebebasan.

Wallahu’alam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *